Gerakan Membaca Membentuk Budi Pekerti Anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mempunyai program unggulan bernama “Gerakan Literasi Bangsa (GLB)”. Program unggulan itu dicanangkan dalam rangka menginisiasi Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti, yang bertujuan menumbuhkan budi pekerti anak melalui budaya literasi (membaca dan menulis).
Kepala Pusat Pembinaan Prof Dr Gufran Ali Ibrahim MS mengemukakan hal itu di Gedung Iswara, Badan Bahasa, Jakarta, baru-baru ini, seperti dikutip dari situs badanbahasa.kemdikbud.go.id.
Secara kultural, masyarakat kita belum mempunyai budaya literasi yang tinggi. Hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA) menyebutkan budaya literasi masyarakat Indonesia pada tahun 2012 terburuk kedua dari 65 negara yang diteliti di dunia.
Indonesia menempati urutan ke-64 dari 65 negara tersebut. Sementara Vietnam justru menempati urutan ke-20 besar. Pada penelitian yang sama, PISA juga menempatkan posisi membaca siswa Indonesia di urutan ke 57 dari 65 negara yang diteliti.
Data statistik UNESCO pada tahun 2012 menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, setiap 1.000 penduduk, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca.
Mencermati hal itu, GLB dirancang untuk membiasakan anak gemar membaca dan menulis, “GLB mengambil model penumbuhan budi pekerti 15 menit pertama sebelum pelajaran dimulai, sebagaimana dituangkan dalam Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015. Dan, ini adalah kegiatan ekstrakurikuler. Bukan intrakurikuler. Jadi, tidak menambah jam belajar yang sudah ada,” kata Gufran.
Modelnya adalah membaca, mengkonstruksi, dan menulis kembali hasil bacaan. "Bahan bacaan yang nanti disiapkan, tentunya relevan dengan perkembangan psikologi dan kecerdasan siswa SD,” kata Gufran.
“Kita fokus ke sekolah dasar (SD). Selain karena anggaran terbatas (untuk semua jenjang pendidikan), menurut hemat kami di SD-lah kami memulai menumbuhkan dan berupaya meningkatkan kapasitas kecakapan berbahasa Indonesia melalui membaca dan menulis. Jadi GLB itu suatu sarana untuk meningkatkan kecakapan berbahasa Indonesia siswa kita. Selain SD, sasaran kita adalah komunitas di masyarakat yang setingkat dengan usia SD (anak putus sekolah dari daerah pinggiran),” katanya.
“Menurut saya membaca yang produktif adalah menjadi penulis kedua, pembaca yang bagus adalah menjadi penulis kedua,” katanya.
Badan Bahasa juga akan membangun ekosistem budaya literasi di GLB, yaitu melibatkan dinas pendidikan, sekolah, komunitas, perguruan tinggi, Ditjen PAUD/DIKMAS, dan duta bahasa sebagai fasilitator.
Tahun 2016 dijadikan sebagai tahun percontohan, pelaksanaannya untuk setiap provinsi diwakili oleh satu SD dan satu komunitas. Tahapannya adalah menyediakan bahan ajar, menyusun pedoman GLB, melatih tenaga/fasilitator literasi, melaksanakan pembelajaran literasi, dan puncaknya pada tanggal 28 Oktober tahun ini akan diadakan Olimpiade Literasi.
Olimpiade literasi itu adalah hasil dari proses GLB tadi. Pesertanya siswa SD dan komunitas yang sudah mengikuti pembelajaran literasi itu. “Olimpiade literasi itu kami menyebutnya sebagai Kampung Literasi, bisa ada di Jakarta, di Badan Bahasa, atau di suatu kampung di Indonesia, yang nantinya berkumpul 34 SD dan komunitas, yang nanti akan diseleksi oleh balai/kantor bahasa di setiap provinsi,” kata Gufran.
“Jika memungkinkan, lokasi Olimpiade Literasi akan disinergikan dengan program Bedah Desa yang digagas Kemendikbud yaitu di Desa Kohot, Tangerang, Banten,” kata Gufran.
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...