Gereja Harus Memutus Mata Rantai Kekerasan terhadap Anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – “Gereja-gereja harus turut turun tangan memutus mata rantai kekerasan terhadap anak,” ujar Arist Merdeka Sirait, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, dalam Seminar Sehari Sosialisasi Kajian Teologi Anak Kontekstual, hari Rabu (2/3), di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta (STT Jakarta).
Dewasa ini, dikatakan oleh Arist, fenomena kekerasan terhadap anak semakin serius dan marak terjadi. Namun, ia menyayangkan, negara belum juga dapat memberikan perlindungan nyata terhadap anak. Padahal, hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, serta negara.
"Saya rindu gereja dapat lebih berperan aktif dalam memberikan pemenuhan hak anak, serta memberikan perlindungan untuk anak dari kekerasan ketika negara tidak mampu memberikannya," kata Arist.
Komnas Anak melihat bahwa anak rentan terhadap segala bentuk eksploitasi, kekerasan, diskriminasi, dan penelantaran. Anak sebagai sosok yang lemah dan merupakan kelompok paling rentan dalam situasi apapun dalam keluarga, masyarakat, dan negara. Anak sebagai individu yang tidak mampu membela dan melindungi dirinya sendiri. "Kekerasan terhadap anak merupakan extraordinary crime!," katanya.
Data yang dikumpulkan dan dianalisis Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Komnas Anak mencatat 21.689.797 kasus pelanggaran hak anak yang tersebar di 34 provinsi dan di 179 kabupaten kota. Pelanggaran hak anak tersebut, 58 persen merupakan kejahatan seksual, dan 42 persen adalah kasus kekerasan fisik, penelantaran, penculikan, eksploitasi ekonomi, perdagangan anak (child trafficking) untuk tujuan eksploitasi seksual komersial, serta kasus-kasus perebutan anak.
“Tuhan sering menyebutkan 'anak' dalam firmanNya, baik di perjanjian lama maupun di perjanjian baru. Tuhan menyatakan bahwa 'anak' adalah yang empunya Kerajaan Surga, dan merupakan sahabat Yesus. Anak adalah anugerah dari Tuhan yang harus kita jaga dan lindungi,” ujar Arist.
Arist juga menjabarkan hak dasar anak, seperti, hak hidup, hak tumbuh dan berkembang, hak untuk berpartisipasi, serta hak mendapatkan perlindungan. Dikatakan oleh Arist juga bahwa keempat hak dasar anak tersebut dirangkum menjadi hak sipil, politik, ekonomi sosial, dan budaya.
Editor : Eben E. Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...