Gereja Unifikasi Jepang Tuduh Perintah Pembubaran Ancam Kebebasan Beragama
Pemerintah Jepang meminta pengadilan untuk mencabut status hukum Gereja Unifikasi setelah kasus pembunuhan Shizo Abe.
TOKYO, SATUHARAPAN.COM-Gereja Unifikasi cabang Jepang pada hari Senin (16/10) mengkritik permintaan pemerintah Jepang untuk mengeluarkan perintah pengadilan untuk membubarkan kelompok tersebut. Dikatakan bahwa hal itu didasarkan pada tuduhan yang tidak berdasar dan merupakan ancaman serius terhadap kebebasan beragama dan hak asasi manusia para pengikutnya.
Kementerian Pendidikan Jepang pada hari Jumat (13/10) meminta Pengadilan Distrik Tokyo untuk mencabut status hukum Gereja Unifikasi setelah penyelidikan kementerian menyimpulkan bahwa kelompok tersebut selama beberapa dekade telah secara sistematis memanipulasi pengikutnya untuk menyumbangkan uang, menabur ketakutan dan merugikan keluarga mereka.
Investigasi ini dilakukan menyusul kemarahan publik selama berbulan-bulan dan pertanyaan tentang taktik penggalangan dana dan perekrutan kelompok tersebut setelah pembunuhan mantan Perdana Menteri Shinzo Abe tahun lalu.
Pria yang dituduh menembak Abe diduga termotivasi oleh hubungan mantan perdana menteri tersebut dengan gereja dan menyalahkan gereja tersebut karena telah membuat keluarganya bangkrut.
Permintaan pemerintah “sangat mengecewakan dan disesalkan,” kata kepala departemen hukum gereja, Nobuo Okamura. “Kami yakin permintaan perintah pembubaran merupakan perkembangan serius tidak hanya demi kebebasan beragama tetapi juga hak asasi manusia.”
Permohonan tersebut meminta pengadilan mengeluarkan perintah pembubaran yang mencabut status gereja sebagai organisasi keagamaan. Prosesnya melibatkan dengar pendapat dan banding dari kedua belah pihak dan akan memakan waktu berbulan-bulan atau mungkin bertahun-tahun.
Seorang pengacara gereja, Nobuya Fukumoto, mengkritik pemerintah karena tidak merinci hukum mana yang dilanggar oleh kelompok tersebut, dan berjanji akan melawannya secara menyeluruh di pengadilan.
Jika gereja dicabut status hukumnya, gereja tersebut masih dapat beroperasi tetapi akan kehilangan hak istimewa pembebasan pajak sebagai organisasi keagamaan dan akan menghadapi kemunduran finansial. Beberapa ahli dan pengacara yang mendukung para korban telah memperingatkan terhadap upaya gereja menyembunyikan asetnya sebelum ada keputusan pengadilan.
Gereja khawatir permintaan pembubaran yang jarang terjadi itu akan merusak citranya, kata Susumu Sato, juru bicara kelompok tersebut, yang secara resmi menamakan dirinya Federasi Keluarga untuk Perdamaian dan Unifikasi Dunia. Pejabat Gereja mengatakan para pengikut dan keluarga mereka telah dilecehkan di tempat kerja dan sekolah.
Hubungan baik yang terjalin selama puluhan tahun antara gereja dan Partai Demokrat Liberal yang berkuasa di Jepang terungkap sejak pembunuhan Abe dan telah mengikis dukungan terhadap pemerintahan Perdana Menteri Fumio Kishida.
Gereja Unifikasi memperoleh status hukum sebagai organisasi keagamaan di Jepang pada tahun 1960-an selama gerakan anti komunis yang didukung oleh kakek Abe, mantan Perdana Menteri Nobusuke Kishi.
Gereja mengakui sumbangan yang berlebihan namun mengatakan masalah ini telah diatasi selama lebih dari satu dekade. Mereka juga menjanjikan reformasi lebih lanjut.
Para ahli mengatakan pengikut Jepang diminta membayar dosa. Hal ini dilakukan oleh nenek moyang mereka pada masa pemerintahan kolonial Jepang di Semenanjung Korea pada tahun 1910-1945, dan sebagian besar pendanaan gereja di seluruh dunia berasal dari Jepang.
Satu-satunya organisasi keagamaan lain yang statusnya dicabut adalah sekte kiamat Aum Shinrikyo, yang melakukan serangan gas saraf sarin di kereta bawah tanah Tokyo pada tahun 1995, dan kelompok Myokakuji, yang para eksekutifnya dihukum karena penipuan. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...