GINSI: Daya Beli Masyarakat Menurun Penyebab Banyak PHK
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Achmad Ridwan Tento, Sekretaris Jenderal Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), hari Jumat (19/2), menilai menurunnya daya beli masyarakat di Indonesia menjadi salah satu penyebab pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada para pekerjanya.
“Daya beli masyarakat kan sedang turun, bukan hanya di Indonesia saja tetapi ini sudah global,” kata Ridwan kepada satuharapan.com, menanggapi tingginya PHK yang dilakukan sejumlah perusahaan di Indonesia.
“Artinya pabrikan-pabrikan yang mungkin biasanya memproduksi mungkin dengan bilangan sekitar 10 unit, sekarang mungkin hanya bisa memproduksi enam unit - karena mungkin dari 10 unit yang diproduksi - yang tidak bisa terjual yang empat unitnya itu. Dan akhirnya apa? Untuk optimalisasi pabriknya, mungkin satu-satu cara ya untuk PHK ini,” dia mencontohkan.
Lebih lanjut, Komisaris PT Primatama itu mengaku penyebab PHK juga karena alasan dari dunia usaha yang sekarang sedang sepi. “Ini kan multiplier effect. Komoditas kita harga sedang turun di luar negeri, seperti karet, cokelat, semua komoditas turun. Terus batubara juga turun, terutama kalau di internasional ini harga bahan bakar minyak juga turun.”
“Kalau berjualan saja sudah turun, maka daya beli juga turun dong. Daya beli turun berarti mengurangi pembelajaan. Mengurangi pembelanjaan berarti mengurangi produksi, mengurangi produksi berarti ya itu pengurangan karyawan,” dia menegaskan.
Menurut Ridwan, daya beli masyarakat menurun terjadi di semua sektor atau produsen yang banyak barangnya digunakan di dalam masyarakat. “Contoh mungkin otomotif, elektronik, tekstil mungkin, yang ada di masyarakat daya beli menurun,” katanya.
Ridwan mengaku banyak pengusaha yang melakukan optimalisasi penggunaan sarana produksinya, khususnya resizing dan mencari daerah yang tingkat Upah Minimun Regional (UMP) rendah.
“Pengusaha-pengusaha sedang mencari daerah-daerah yang UMRnya rendah kan. Sekarang kan sudah ada kawasan industri di Cianjur, kawasan industri di Jawa Tengah, di mana UMRnya jauh lebih rendah daripada UMR di Bekasi atau Karawang,” katanya.
Ridwan yang sedang berada di Bandung untuk studi hukum di Universitas Pasundan mengatakan daya beli di dalam negeri akan membaik kembali apabila perekonomian global juga membaik.
“Tapi intinya saat ini bukan hanya masalah UMR saja. Saat ini masalah utamanya adalah turunnya daya beli masyarakat baik secara nasional maupun internasional,” katanya.
“Daya beli akan membaik kembali bila perekonomian baik global maupun lokal membaik kembali. Perekonomian Indonesia tidak mungkin akan terangkat, terkatrol, bila di dunia internasional juga perekonomiannya tidak terkatrol,” dia menegaskan.
12.680 Pekerja kena PHK
Awal tahun 2016 sejumlah perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada para pekerja dengan berbagai alasan di antaranya pabrik tutup, efisiensi karyawan, program pensiun dini dan pemindahan lokasi pabrik ke beberapa tempat.
Data Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyebutkan sebanyak 12.680 pekerja di Indonesia telah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepanjang Januari hingga Februari 2016.
Berdasarkan data KSPI, PHK meliputi berbagai jenis industri, mulai dari elektronik, kendaraan bermotor, tekstil dan garmen, hingga peralatan mandi. Pada dua bulan pertama 2016, sebanyak 3.668 orang karyawan Toshiba, Panasonic, PT Samoin dan Mitsubishi Krama Yudha telah di-PHK dan menerima pesangon.
Sementara, sebanyak 8.300 orang pekerja dari PT Jaba Garmindo, Panasonic di Pasuruan dan Philips di Sidoarjo, Jawa Timur, telah menjalani proses PHK sejak tahun lalu tetapi baru dilaporkan pada tahun ini. Adapun 712 orang karyawan Sunstar, Daihatsu Motor Company dan Osung, menurut KSPI, telah di-PHK secara sepihak.
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...