GKSS Pangkep: Mau Renovasi Atap Gereja Malah Diancam Bongkar
PANGKEP, SATUHARAPAN.COM – Jemaat GKSS (Gereja Kristen Sulawesi Selatan) di Kabupaten Pangkep, yang terletak sekitar 75 Km dari Makassar – Parepare, terkejut ketika mendapat surat dari Pemkab Pangkep tanggal 28 November lalu. Surat bernomor 33/WASBANG-PUTR/XI/2013 yang ditandatangani oleh Ir. H. Sunandar sebagai Pembina TK-I, memerintahkan penyegelan dan “pembongkaran sendiri” gedung gereja mereka.
Begini kutipan dari surat itu: “Untuk itu diminta kepada saudara kiranya menghentikan seluruh kegiatan/pekerjaan yang bersifat fisik bangunan dimaksud diatas dimana bangunan ini kami Segel dan diminta kepada saudara untuk segera melakukan pembongkaran sendiri terhadap bangunan tersebut diatas.” Perintah itu dikeluarkan karena panitia renovasi gereja belum mengantongi IMB (Izin Mendirikan Bangunan) yang diperlukan.
Tentu saja keputusan tersebut dirasa menyakitkan bagi jemaat GKSS. Apalagi beredar ultimatum agar jemaat GKSS Pangkep diberi waktu untuk membongkar sendiri bangunan gereja mereka sampai hari ini (4/12). Jika tidak, maka pihak Pemkab Pangkep akan membongkarnya.
Melalui akun Facebooknya, Pdt. Dr. Zakaria Ngelow, sejarawan dan anggota MPH (Majelis Pekerja Harian) PGI menyayangkan keputusan Pemkab Pangkep itu. “Gedung gereja itu adalah satu-satunya tempat beribadah umat Kristen di ibukota Kabupaten ini,” tulisnya. “Sudah setahun lebih jemaat GKSS mengusahakan izin, tetapi selalu ditolak oleh sekelompok masyarakat.”
Kontroversi adanya gereja di Pangkep itu memang sudah agak lama berlangsung. Misalnya, pada tanggal 18 Agustus 2011, sekelompok masyarakat yang menamakan diri FBUI (Forum Bersama Umat Islam) mendatangi DPRD Pangkep untuk memprotes apa yang mereka tuduh sebagai pembangunan rumah ibadah yang berkedok rumah tinggal (lihat http://www.rrimakassar.com/fbui-pangkep-tuntut-pemberhentian-pembangunan-rumah-ibadah-berkedok-rumah-tinggal.html). Namun jika dilihat dari sejarah singkat gereja itu (lihat http://gkss-mattirobaji.blogspot.com/2011/11/izin-renovasi-gedung-gereja.html), tuntutan tersebut terasa mengada-ada.
Di kota Pangkep, sudah sejak tahun 1960-an ada komunitas Protestan, yang terutama terdiri dari para pegawai, polisi, guru, dll. Komunitas ini mula-mula dilayani oleh GKSS Maros, sampai akhirnya menjadi jemaat mandiri. Mereka beribadah dengan berpindah-pindah, memanfaatkan fasilitas umum milik Kepala Pengadilan, Kepala Kantor Telepon, atau Bupati.
Tahun 1985, gedung semi permanen untuk siswa Kristen dapat didirikan, dan sejak 1989 menjadi gedung gereja atas izin lisan Bupati. Tahun 2011 ada izin lisan Bupati untuk renovasi tiang dan atap bangunan yang sudah mulai keropos dimakan rayap.
Tetapi justru rencana inilah yang kemudian memicu penolakan. Agustus 2011 lalu ada penolakan masyarakat dan ormas Muslim yang tergabung dalam FBUI Kab. Pangkajene dan Kepulauan, dengan tuduhan rumah tinggal disulap jadi gereja. Fihak Dinas PU Kab. Pangkep juga menuntut IMB.
Begitu juga, FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) meminta agar jemaat mengurus proses perijinan gedung baru sesuai syarat-syarat yang disebut dalam Peraturan Bersama 2 Menteri No. 9 dan 8 thn 2006, sementara pihak majelis jemaat dan panitia meminta agar pembangunan itu diperlakukan sebagai renovasi, bukan ijin bangunan baru.
Sementara mereka menunggu, tiba-tiba datanglah jawaban yang mengejutkan mereka dan ultimatum untuk membongkar sendiri gedung gereja satu-satunya itu. Upaya mediasi dengan pemerintah dan pihak keamanan, baik itu Bupati, Kapolsek, Dandim dll, tampaknya berujung di jalan buntu. Bahkan dikabarkan, siang ini Kadim PU Pangkep mengulangi ultimatum mereka: “Bongkar sekarang atau kami yang bongkar!”
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...