Godod Mantu Nanggap Pameran Seni Rupa
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dua puluh empat seniman lintas generasi turut meramaikan perhelatan resepsi pernikahan putri sulung seniman Godod Sutejo. Sebanyak tujuh puluh tujuh lukisan dalam berbagai medium dan dimensi menjadi penghias acara resepsi dan dipamerkan selama seminggu.
Seniman-perupa terlibat diantaranya Sutopo, Arfial Arsad Hakim, pengajar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Tulus Warsito, pengajar Universitas Sarjana Wiyata Tamansiswa Dewobroto, hingga seniman-perupa muda Valentino Febri. Turut dipamerkan pula karya mendiang Z. Teguh Zuwarto dan Harsono.
Pameran yang berlangsung di Pendhapa art space dibuka oleh pengajar Teknik Arsitektur Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Wiendu Nuryanti, Sabtu (24/3) malam.
“Ini untuk merayakan dan berbagi kegembiraan pada teman-teman seniman-perupa dan juga masyarakat pecinta seni. Njagong manten sekaligus dalam waktu bersamaan mengapresiasi karya seni,” kata Godod Sutejo saat ditemui satuharapan.com di Pendhapa art space, Sabtu (30/3) sore.
Menjadikan acara resepsi sebagai pameran seni rupa pernah dilakukan oleh seniman-perupa M. Basori saat melangsungkan resepsi pernikahannya pada tahun 2004. Basori menjadikan acara resepsi pernikahannya di Museum Affandi menjadi sebuah pameran tunggal lukisan bertajuk "Ritus Kawin". Peraayaan resepsi pernikahan sekaligus menjadi respon sebuah kejadian dalam sebuah seni kejadian (happening art). Delapan belas karya lukisan yang dibuat dalam rentang 1991-2004 dipamerkan bersama karya instalasi lainnya yang menjadi saksi perjalanan berkarya seni rupa.
Godod dikenal dengan karya-karyanya yang berbicara tentang alam, kejadian sehari-hari, serta tradisi. Menariknya Godod selalu menggunakan obyek-obyek dalam ukuran kecil (miniatur) dalam karya lukisannya. Tiga lukisannya berjudul Sesaji Pura, Menonton Kontes Perkutut, Keemasan Borobudur nan Damai menggunakan figur manusia dalam ukuran kecil sekitar 1 cm dalam jumlah yang banyak serta obyek bangunan candi, pura, beserta bunga rampai upacaranya yang juga dilukis dalam ukuran kecil. Secara visual, karya lukis miniatur Godod tetap mencuri perhatian dengan penggunaan warna pastel sebagai latar miniaturnya. Dan warna-warni obyek miniatur kerap memaksa pengunjung untuk lebih mendekat agar terlihat detailnya.
Dalam menyelenggarakan pameran, Godod kerap melakukan pendekatan yang unik dan tidak lazim. Bersama Pos Seninya, pada 10 November 2011 Godod menyelenggarakan pameran lukisan di sekitar Taman Makam Pejuang 45 (TMP 45), Balecatur-Ambarketawang, Gamping-Sleman untuk memperingati hari Pahlawan dan sebagai bentuk kepedulian para perupa terhadap keluarga para pejuang kemerdekaan Indonesia.
“Waktu itu cukup banyak karya terjual. Hasil penjualan karya sebagian disumbangkan untuk keluarga pejuang serta untuk membantu pengelolaan makam TMP 45,” ujar seniman Screen Karya yang turut serta pada pameran di TMP 45 dan Pendhapa art space kepada satuharapan.com.
Bersama Kartika Affandi, Sutopo, dan beberapa seniman-perupa senior pada tahun 2001 Godod menggelar pameran sekaligus menjual murah karyanya dalam pameran bertajuk “Edan-edanan”. Karya lukisan seniman ternama dijual dibawah harga 500 ribu rupiah, bahkan ada sejumlah lukisan dijual dalam rentang harga 50-75 ribu rupiah. Pameran Edan-edanan sengaja digelar sebagai penghargaan atas meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap seni lukis, namun di sisi lain sejumlah pameran lukisan di Yogyakarta selalu dipenuhi pengunjung dari awal hingga akhir acara dalam setiap pameran selalu sepi transaksi karena harga lukisan yang dianggap terlalu mahal.
“Secara umum pasar seni rupa hari ini sedang tiarap (sepi), meskipun beberapa pameran masih mampu melepas karya ke kolektor. Dengan berbagi kegembiraan kepada teman-teman seniman-perupa dalam pameran Njagong Manten, Godod-Atik mantu, harapannya apresiasi pengunjung bisa berujung pada keinginan untuk mengoleksinya,” jelas Godod.
Untuk mempertemukan seniman-perupa bersama karya-karyanya dengan pencinta seni (art lover), tahun lalu Omah Petroek menggelar “Pasarela” dengan mengundang seniman-perupa Yogyakarta untuk memamerkan karya-karyanya yang bisa dikoleksi oleh siapapun dengan catatan tidak melebihi harga Rp. 5.000.000,00. Beberapa waktu sebelumnya seniman Bali Dewa Made Mustika melakukan sebar karya untuk donasi bagi pengungsi Gunung Agung dengan harga yang relatif terjangkau.
Upaya-upaya mendekatkan karya seni dengan pecinta seni dan masyarakat umum sesungguhnya adalah "menanam" investasi jangka panjang bagi perkembangan seni rupa di masyarakat luas: sebuah apresiasi-edukasi seni berikut karyanya yang diharapkan tidak berjarak dengan masyarakat luas.
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...