Goldman: Ekonomi RI Lebih Kuat Dibanding Gejolak 2013
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM - Indonesia saat ini dalam kondisi lebih baik dalam menangani gejolak mata uang dan arus keluar modal yang dipicu oleh suku bunga AS yang lebih tinggi dibanding ketika terjadi gejolak serupa tahun 2013, menurut Goldman Sachs Group Inc.
“Rupiah, mata uang berkinerja terbaik di Asia setelah yen tahun lalu. (Rupiah) tidak dapat terdepresiasi secara signifikan dari tingkat yang ada pada saat ini, seiring dengan imbal hasil yang tinggi yang ditawarkan oleh obligasi pemerintah, yang memberikan beberapa penyangga terhadap kerugian modal,” kata Andrew Tilton, Kepala Ekonom Asia-Pasifik Goldman Sachs, melalui email seperti dilansir dari bloomberg.com, hari Selasa (3/1).
Rupiah sempat tertekan ketika investor asing melepas aset-aset setelah pemilu AS diumumkan. Tercatat penjualan bersih investor asing mencapai US$ 2,8 miliar (atau setara Rp 37,6 triliun) atas saham dan obligasi Indonesia pada kuartal terakhir. Investor melepas aset yang baru muncul di pasar menyusul kemenangan Donald Trump.
Menurut Goldman, hal itu membuat rupiah melaju lebih rendah, dan memaksa para pembuat kebijakan untuk mengintervensi pasar guna menstabilkan mata uang. Ini menyerupai gejolak pada 2013, ketika The Fed, AS, memberi sinyal untuk menarik stimulus, sehingga memicu aksi jual aset-aset Indonesia.
"Indonesia telah membuat beberapa penyesuaian positif sejak gejolak tinggi pada 2013, termasuk memperkecil defisit transaksi berjalan, mengurangi utang luar negeri dan meningkatkan cadangan devisa, yang semuanya membantu mengurangi kerentanan," kata Tilton.
"Beberapa pembalikan penurunan harga komoditas juga membantu transaksi berjalan Indonesia selama tahun yang akan datang."
Cadangan devisa Indonesia naik menjadi sekitar US$ 111 miliar lebih pada 2016 dibandingkan US$ 93 miliar pada 2013. Nilai tukar rupiah menguat 2,3 persen terhadap dolar pada tahun 2016. Rupiah naik menjadi Rp 13.476 per dollar AS pada hari Selasa (3/1) siang di Jakarta.
Laju Pertumbuhan
Tilton mengatakan, ekonomi terbesar di Asia Tenggara itu dapat memperluas pertumbuhannya menjadi 5,3 persen pada tahun 2017 dari perkiraan pertumbuhan 5 persen tahun 2016.
"Kami tetap optimis terhadap perekonomian Indonesia," kata Tilton. "Pendorong utama pertumbuhan kemungkinan besar berasal dari konsumsi swasta dan investasi sektor publik, dengan banyak dorongan yang datang setelah berakhirnya pemberlakuaan amnesti pajak pada Maret 2017."
Editor : Eben E. Siadari
Ratusan Tentara Korea Utara Tewas dan Terluka dalam Pertempu...
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Ratusan tentara Korea Utara yang bertempur bersama pasukan Rusia mela...