Gubernur BI: Ruang Pelonggaran Moneter Tidak Besar di 2017
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Bank Indonesia menekankan kebijakan moneter sepanjang 2017 akan tetap akomodatif dengan hati-hati, namun ruang pelonggaran tidak akan besar, dibandingkan sepanjang 2016 ketika bank sentral agresif memangkas suku bunga acuan hingga 150 basis poin.
"Kami melihat ruangnya tidak akan terlalu besar," kata Gubernur BI Agus Martowardojo dalam jumpa pers Rapat Dewan Gubernur BI periode Februari 2017, di Jakarta, Kamis.
Bank Sentral pada RDG triwulanan Februari 2017 mempertahankan suku bunga acuan "7-Day Reverse Repo Rate" sebesar 4,75 persen, sekaligus menandakan berhentinya penurunan suku bunga acuan sejak lima bulan lalu, ketika BI memangkas "7-Day Reverse Repo Rate" dari level 5 persen.
Proyeksi likuiditas perbankan juga tercermin dari tetapnya level bunga penyimpanan dana di BI (Deposit Facility) 4 persen, serta bunga fasilitas penyediaan dana dari BI ke perbankan (Lending Facility) 5,5 persen.
Agus mengatakan arah kebijakan moneter BI, setelah kajian terbaru di Februari 2017, adalah "hati-hati akomodatif", karena selain tekanan dari inflasi dalam negeri, terdapat potensi tekanan dari kondisi global, seperti sikap The Federal Reserve yang menyebutkan terdapat peluang kenaikan suku bunga pada Maret 2017, dan dinamika politik di Eropa.
Menurut Agus, tekanan inflasi dan juga potensi kenaikan dosis tekanan inflasi ke depan, telah menjadi pendorong utama bagi BI untuk mempertahankan suku bunga acuan di 4,75 persen di bulan kedua ini.
Inflasi bulanan per Januari 2017 mencapai 0,97 persen (month to month/mtm) sehingga secara tahunan, inflasi terdorong menjadi 3,49 persen (year on year/yoy), meningkat signifikan dibanding Desember 2016 yang sebesar 3,02 persen.
BI mengklaim masih meyakini inflasi tahun ini akan bergerak sesuai rentang target pihaknya di 3-5 persen.
"Kami melihat bahwa untuk pelonggaran ini ada kondisi internal domestik yang perlu kita waspadai, seperti kemungkinan adanya tekanan inflasi apabila ada penyesuaian `administered prices` yang dilakukan pemerintah," ujar Mantan Menteri Keuangan itu.
Agus menuturkan BI dan pemerintah sudah memperkuat koordinasi untuk mengantisipasi kenaikan tekanan inflasi dalam negeri. Tekanan inflasi ke depan akan banyak bersumber dari tarif harga energi seperti listrik dan Bahan Bakar Minyak, yang merupakan bagian "administered prices".
Meskipun demikian, Agus mengaku tetap menghargai sikap pemerintah yang menyesuaikan bentuk penyaluran subsidi energi, karena hal tersebut dapat memperkuat reformasi subsidi energi.
"Kalau ada risiko inflasi karena penyesuaian subsidi kita harapkan agar itu dilakukan dengan komitmen kita bisa menjaga harga dari harga pangan strategis dapat terjaga di bawah 4-5 persen di 2017," tuturnya.
Secara umum, selain tekanan inflasi, Agus melihat kondisi ekonomi domestik membaik. Perbaikan ekonomi itu karena membaiknya indikator Neraca Pembayaran Indonesia 2016 yang surplus 12,1 miliar dolar AS, dan di dalamnya termasuk penurunan defisit transaksi berjalan.
Pada 2017, Agus memerkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh di rentang 5-5,4 persen.
"Saya melihat arah pertumbuhan ekonomi akan berada di sedikit bawah pertengahan rentang 5-5,4 persen," ujar dia. (ar)
Editor : Eben E. Siadari
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...