Guru Besar UNJ: Hanya Satu Program Kemenpora yang Benar
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Guru Besar Ilmu Olahraga Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Jakarta, Prof. Dr. H.R. Abdulkadir Ateng menilai dalam rancangan program lima tahunan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) yang dia anggap realistis hanyalah program setiap kecamatan atau desa di Indonesia wajib memiliki lapangan untuk olahraga.
“Satu-satunya program Menpora (Menteri Pemuda dan Olahraga, Red) yang betul adalah setiap kecamatan harus punya lapangan olahraga, betul itu, tapi jangan cuma lapangan (olahraga, Red) tapi nggak ada klubnya (klub olahraga, Red) bagaimana mau membangun pembangunan manusia yang berkelanjutan, ibaratnya sekarang ada persib, tapi kalau tidak ada kompetisi ini terus bagaimana,” kata Abdulkadir Ateng saat memberi materi pada Seminar Pendidikan Jasmani dengan ‘Tema Pembenahan dan Pengembangan Pendidikan Jasmani dalam Rangka Mendukung Optimalisasi Prestasi Olahraga’, di Gedung Pusat Pengembangan Keolahragaan Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Jakarta, Jl. Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, hari Kamis (26/11).
Ateng menjelaskan bahwa pembinaan olahraga di Indonesia tidak akan optimal dan terbentuk dengan hanya dengan adanya fasilitas olahraga yang memadai, namun tanpa klub di setiap cabang olahraga.
“Indonesia ini punya liga primer (Kompetisi Sepak Bola Liga Primer Indonesia, Red) tapi liga sekunder, tersiernya nggak ada. Artinya apa klub tanpa kompetisi? Ya artinya nggak bisa optimal kalau mau mencetak prestasi dunia,” dia menambahkan.
Ateng mengatakan apabila mahasiswa atau lulusan perguruan tinggi yang memiliki latar belakang pendidikan olahraga ingin membuka klub olahraga namun tidak ada kompetisi atau tidak ada persaingan, maka akan mubazir peran pihak swasta, terlebih lagi apabila masyarakat setempat atau kecamatan tidak menyambut hangat ajakan membuat klub olahraga.
“Kalau mau setiap kecamatan ada lapangan olahraga itu harus presiden juga yang ikut memberi arahan. Gubernur barangkali bisa (memberi arahan atau instruksi setiap kecamatan harus ada lapangan olahraga, Red), tapi nggak digubris, makanya harus ada dukungan presiden,” kata dia.
“Karena kalau sekarang bukan hanya lapangan aja yang dibentuk, tapi ada klub sepakbola yang diarahkan presiden, nah baru deh salah satu tantangan dalam bidang olahraga bisa diatasi,” kata dia.
Setiap Kecamatan Minimal Satu Lapangan Olahraga
Seperti diberitakan situs resmi Kementerian Pemuda dan Olahraga, pada akhir Desember 2014, Menpora Imam Nahrawi di Bondowoso, Jawa Timur mencanangkan program revitalisasi lapangan olahraga yang berada di tingkatan desa. Imam menilai lapangan olahraga yang ada di desa dan kecamatan sudah mulai banyak yang beralih fungsi, lapangan olahraga yang ada di desa dan kecamatan, sudah berganti fungsi menjadi pertokoan dan rumah.
Imam mengharapkan tidak hanya Kabupaten Bondowoso melakukan revitalisasi lapangan olahraga agar layak pakai, namun seluruh daerah di Indonesia.
Imam, kala itu, menginginkan apabila setiap lapangan belum ada lahan, maka dia memerintahkan setiap kecamatan melalui gubernur setempat untuk mengusahakan lahan untuk lapangan olahraga, namun apabila sudah ada lapangan namun tidak terawat atau dalam keadaan rusak maka pemerintah daerah setempat harus mengusahakan revitalisasi lapangan tersebut.
Pembangunan Olahraga Indonesia
Ateng menjelaskan bahwa olahraga seperti yang dicanangkan Menpora Imam Nahrawi sudah tepat yakni dengan program satu desa atau satu kecamatan, satu lapangan olahraga namun dia mengingatkan bahwa pentingnya pembinaan yang juga harus dimulai dari tingkat desa atau kecamatan.
“Dari tingkat kecamatan diadakan mobilisasi agar di tingkat kecamatan warga berpartisipasi dalam olahraga, dari kecamatan harus disediakan klub-klub olahraga,”kata Ateng.
“kemudian di tingkat kabupaten diadakan kompetisi antar klub yang tujuannya intensifikasi olahraga, karena kalau udah berbicara kompetisi maka harus latihan yang teratur dan reguler,” kata Ateng.
Ateng menyebut semua itu harus dibangun secara bertahap karena yang diharapkan untuk menjadi prestasi itu adalah atlet yang sudah mencapai tingkat nasional.
“Jangan atlet yang baru di tingkat kecamatan sudah diharapkan atau dibebani medali emas, jangan dulu. Prosesnya lama,” kata dia.
Akan tetapi, Ateng melanjutkan, atlet yang menghasilkan kebangaan bagi daerah asalnya dalam ajang antar daerah seperti Pekan Olahraga Nasional (PON) tetap harus diapresiasi, dan yang terpenting adalah perhatian pemerintah daerah dan pusat yang berkelanjutan.
Ikuti berita kami di Facebook
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...