Guru yang Baik
Bagaimana memindahkan teori dari buku ke dunia riil?
SATUHARAPAN.COM – Minggu lalu adik saya mengikuti study tour yang diselenggarakan di sekolahnya. Ketika pulang, dia bercerita tentang pengalaman barunya menginjakkan kaki di Pulau Bali. Salah satu yang diceritakannya adalah tentang wejangan bapak guru wali kelasnya. Sebelum tiba di Pasar Sukowati Bali, Sang Guru memberi petuah sekaligus tantangan bagi para murid untuk mempraktikkan pelajaran ilmu ekonomi, yakni menawar harga. ”Nanti kalau beli barang di pasar, ditawar dulu ya? Misalkan beli kaos, harganya Rp 80.000,-, tawarlah Rp 30.000,- sampai Rp 50.000,-. Pokoknya tawar harga sampai separonya.”
Setelah lewat waktu berburu oleh-oleh di Pasar Sukowati, di dalam bus, Sang Guru bertanya, sudahkah mereka berani menawar harga? Ada seorang murid dengan bangga berkata bahwa ia menawar harga topi. Katanya harga yang ditawarkan pedagang Rp.80.000,00 untuk sebuah topi. ”Berapa kamu tawar harganya?” tanya Sang Guru. ”Tujuh puluh lima ribu, Pak!” jawab Si Murid lantang. Meledaklah tawa seluruh siswa di dalam bus, dan guru tersebut memberi evaluasi tentang teknik menawar harga di pasar tradisional.
Ceritanya memang lucu. Namun, ada yang lebih menarik untuk digarisbawahi. Sang Guru mengajak para murid untuk mempraktikkan ilmu yang mereka dapat di sekolah, dalam hal ini mata pelajaran ekonomi. Tawar-menawar harga di pasar tradisional bukan persoalan kemampuan finansial seseorang. Para murid tadi mungkin mampu membayar harga yang dicanangkan penjual, uang saku mereka cukup untuk menebus barang yang mereka inginkan. Namun, ini soal bagaimana memindahkan teori dari buku ke dunia riil.
Saya kira beliau adalah tipe guru yang baik. Beliau memahami bahwa kelak murid-muridnya terjun di dunia nyata. Beliau memahami bahwa ilmu yang diajarkan di sekolah bertujuan untuk digunakan di tataran praktis.
Ternyata, Sang Guru pun bukan guru mata pelajaran ekonomi, tetapi pendidikan olah raga. Fakta ini semakin meyakinkan bahwa ilmu di sekolah tidak terkotak-kotak. Pada akhirnya semua yang diberikan sekolah, harus bisa dipakai siswanya untuk bertahan hidup. Bukankah itu tujuan pendidikan?
Ilmu bukan sesuatu yang eksklusif. Sebab dunia ini luas tak terbatas. Ilmu kehidupan adalah kompilasi berbagai jenis ilmu yang ditemukan para ahli. Ilmu kehidupan itu diramu masing-masing orang dengan komposisi yang berbeda. Angkat topi tinggi-tinggi untuk para guru, sebab dari merekalah kita mendapat bahan-bahan yang menjadikan kita ”orang” di masa ini.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...