Hamas Kehilangan Kepercayaan pada AS sebagai Mediator Perundingan Gencatan Senjata Gaza
DOHA, SATUHARAPAN.COM-Seorang pejabat tinggi Hamas mengatakan kelompok militan Palestina itu kehilangan kepercayaan pada kemampuan Amerika Serikat untuk memediasi gencatan senjata di Gaza menjelang putaran perundingan baru yang dijadwalkan pekan ini di tengah meningkatnya tekanan untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung 10 bulan dengan Israel.
Osama Hamdan mengatakan kepada The Associated Press dalam sebuah wawancara hari Selasa (13/8) bahwa Hamas hanya akan berpartisipasi jika perundingan tersebut berfokus pada penerapan proposal yang dirinci oleh Presiden AS, Joe Biden, pada bulan Mei dan didukung secara internasional.
AS menyebutnya sebagai proposal Israel dan Hamas menyetujuinya secara prinsip, tetapi Israel mengatakan pidato Biden tidak sepenuhnya konsisten dengan proposal itu sendiri. Kedua belah pihak kemudian mengusulkan perubahan, yang menyebabkan masing-masing pihak menuduh pihak lain menghalangi kesepakatan.
Hamas sangat menolak tuntutan Israel agar mempertahankan kehadiran militer yang langgeng di dua wilayah strategis Gaza setelah gencatan senjata, kondisi yang baru diumumkan ke publik dalam beberapa pekan terakhir.
“Kami telah memberi tahu para mediator bahwa … setiap pertemuan harus didasarkan pada pembicaraan tentang mekanisme implementasi dan penetapan tenggat waktu daripada menegosiasikan sesuatu yang baru,” kata Hamdan, yang merupakan anggota Biro Politik Hamas, yang mencakup para pemimpin politik teratas kelompok tersebut dan menetapkan kebijakannya. “Jika tidak, Hamas tidak menemukan alasan untuk berpartisipasi.”
Tidak jelas pada Rabu malam apakah Hamas akan menghadiri pembicaraan yang dimulai pada Kamis (15/8) ini.
Hamdan berbicara di tengah desakan baru untuk mengakhiri perang, yang dipicu oleh serangan pada 7 Oktober di Israel di mana militan yang dipimpin Hamas menewaskan 1.200 orang dan menyeret sekitar 250 sandera ke Gaza. Israel menanggapi dengan pemboman dan invasi darat yang menghancurkan yang telah menewaskan hampir 40.000 warga Palestina dan menghancurkan sebagian besar wilayah tersebut.
Sekarang ada kekhawatiran bahwa konflik tersebut dapat memicu konflik yang lebih luas.
Dalam wawancara selama satu jam, Hamdan menuduh Israel tidak terlibat dengan itikad baik dan mengatakan kelompok itu tidak percaya AS dapat atau akan memberikan tekanan pada Israel untuk menyegel kesepakatan.
Hamdan mengklaim Israel telah "mengirim delegasi tanpa hak suara (ke negosiasi) atau mengubah delegasi dari satu putaran ke putaran lain, jadi kami akan memulai lagi, atau telah memberlakukan persyaratan baru."
Pejabat Israel tidak segera mengomentari klaim tersebut, tetapi Israel telah membantah mensabotase perundingan dan menuduh Hamas melakukannya.
Selama wawancara, Hamdan memberikan salinan beberapahal dalam proposal gencatan senjata dan tanggapan tertulis kelompok itu. Seorang pejabat regional yang mengetahui perundingan tersebut memverifikasi bahwa dokumen tersebut asli. Pejabat itu memberikan penilaian dengan syarat anonimitas untuk berbagi informasi yang tidak dipublikasikan.
Dokumen-dokumen tersebut menunjukkan bahwa di beberapa titik Hamas berusaha menambah penjamin tambahan —termasuk Rusia, Turki, dan Perserikatan Bangsa-bangsa— tetapi tanggapan Israel selalu hanya mencakup mediator yang ada, AS, Mesir, dan Qatar.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa, kantor perdana menteri Israel mengatakan beberapa perubahan yang diminta hanyalah "klarifikasi" yang menambahkan rincian, seperti klausul yang mengatur bagaimana warga Palestina akan kembali ke Gaza utara, berapa banyak sandera yang akan dibebaskan selama fase tertentu, dan apakah Israel dapat memveto tahanan Palestina mana yang akan dibebaskan sebagai ganti sandera Israel. Kantor tersebut menuduh Hamas meminta 29 perubahan pada proposal tersebut.
"Faktanya adalah Hamas yang mencegah pembebasan sandera kami, dan yang terus menentang garis besarnya," kata Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, awal bulan ini.
Namun, Hamdan mengklaim bahwa lebih dari sekali Hamas menerima sebagian atau seluruh proposal yang diajukan kepada mereka oleh para mediator, tetapi Israel menolaknya mentah-mentah, mengabaikannya, atau meluncurkan operasi militer baru yang besar pada hari-hari berikutnya.
Pada suatu kesempatan, satu hari setelah Hamas menerima proposal gencatan senjata, Israel meluncurkan operasi baru di Rafah di Gaza selatan. Israel mengatakan proposal tersebut masih jauh dari tuntutannya.
Hamdan mengatakan bahwa direktur CIA, William Burns, memberi tahu Hamas melalui mediator pada saat itu bahwa Israel akan menyetujui kesepakatan tersebut.
Namun, katanya, "Amerika tidak dapat meyakinkan Israel. Saya pikir mereka tidak menekan Israel."
Ketika ditanya tentang kekhawatiran Hamas tentang peran AS, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Vedant Patel, berkata: "Yah, Amerika Serikat tidak menganggap Hamas sebagai perantara yang jujur."
Mengenai apakah Hamas akan menghadiri pembicaraan tersebut, Patel mengatakan perwakilan Qatar telah meyakinkan mereka bahwa mereka akan menghadirinya. "Kami sepenuhnya berharap pembicaraan ini berjalan sebagaimana mestinya. Pandangan kami adalah bahwa semua negosiator harus kembali ke meja perundingan," kata Patel.
Negosiasi telah menjadi semakin mendesak karena perang telah mengancam akan memicu konflik regional.
Iran dan kelompok militan Lebanon, Hizbullah, sedang mempertimbangkan serangan balasan terhadap Israel setelah pembunuhan pemimpin politik Hamas, Ismail Haniyeh, di Teheran dan komandan tinggi Hizbullah, Fouad Shukur, di Beirut. Israel mengklaim serangan terakhir, tetapi tidak membenarkan atau membantah perannya dalam ledakan yang menewaskan Haniyeh.
Setelah gencatan senjata singkat pada bulan November yang mengakibatkan pembebasan lebih dari 100 sandera Israel, beberapa putaran perundingan gencatan senjata telah gagal. Sekitar 110 orang yang ditawan masih berada di Gaza, sekitar sepertiga dari mereka diyakini telah tewas.
Hamdan menuduh Israel meningkatkan serangannya terhadap para pemimpin Hamas setelah kelompok itu pada prinsipnya menyetujui proposal terbaru yang diajukan oleh para mediator.
Israel mengatakan operasi pada tanggal 13 Juli di Gaza menewaskan Mohammed Deif, pemimpin sayap militer Hamas yang tidak jelas. Lebih dari 90 orang lainnya juga tewas, kata pejabat kesehatan setempat.
Hamdan bersikeras bahwa Deif masih hidup.
Dua pekan kemudian, Haniyeh terbunuh, dengan Hamas dan Iran menyalahkan Israel. Hamas kemudian menunjuk Yahya Sinwar, kepala Hamas di Gaza yang dianggap bertanggung jawab atas serangan pada tanggal 7 Oktober, untuk menggantikan Haniyeh — yang dianggap sebagai tokoh yang lebih moderat.
Hamdan mengakui ada "beberapa kesulitan" dan keterlambatan dalam berkomunikasi dengan Sinwar, yang diyakini bersembunyi jauh di dalam jaringan terowongan di Jalur Gaza. Namun Hamdan menegaskan hal ini tidak menjadi hambatan besar bagi negosiasi.
Titik kritis yang paling sulit diatasi dalam perundingan tersebut adalah apakah dan bagaimana gencatan senjata sementara akan menjadi permanen.
Israel telah waspada terhadap usulan bahwa gencatan senjata awal akan diperpanjang selama negosiasi terus berlanjut untuk mencapai kesepakatan permanen. Israel tampaknya khawatir Hamas akan berlarut-larut tanpa henti dengan negosiasi yang tidak membuahkan hasil.
Hamas mengatakan khawatir Israel akan melanjutkan perang setelah sandera yang paling rentan dikembalikan, sebuah skenario yang tercermin dalam beberapa komentar Netanyahu baru-baru ini.
Semua versi usulan gencatan senjata yang dibagikan oleh Hamdan menetapkan bahwa pasukan Israel harus mundur sepenuhnya dari Gaza pada fase kedua kesepakatan tersebut.
Namun, baru-baru ini, pejabat yang mengetahui negosiasi tersebut mengatakan kepada AP bahwa Israel telah mengajukan tuntutan baru untuk mempertahankan keberadaannya di sebidang tanah di perbatasan Gaza-Mesir yang dikenal sebagai koridor Philadelphi, serta di sepanjang jalan raya yang membentang di sepanjang jalur tersebut, yang memisahkan selatan dan utara Gaza. Hamas bersikeras agar pasukan Israel ditarik sepenuhnya.
Hamdan mengatakan kelompok itu belum menerima persyaratan baru secara tertulis.
Hamdan mengakui bahwa warga Palestina telah sangat menderita dalam perang tersebut dan mendambakan gencatan senjata, tetapi bersikeras bahwa kelompok itu tidak bisa begitu saja melepaskan tuntutannya. "Gencatan senjata adalah satu hal," katanya, "dan menyerah adalah hal yang lain." (AP)
Editor : Sabar Subekti
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...