Hamas Usul Gencatan Senjata Selama 135 Hari untuk Akhiri Perang
Hamas menuntut penarikan pasukan Israel, kebebasan bagi 1.500 tahanan Palestina termasuk 500 orang yang menjalani hukuman seumur hidup dengan imbalan sandera, dan kelanjutan peran UNRWA di Gaza.
JALUR GAZA, SATUHARAPAN.COM-Hamas mengusulkan rencana gencatan senjata yang akan mencakup gencatan senjata selama empat setengah bulan di mana para sandera akan dibebaskan dalam tiga tahap, dan yang akan mengakhiri perang, sebagai tanggapan atas usulan garis besar yang dikirim pekan lalu oleh mediator Qatar dan Mesir dan didukung oleh Amerika Serikat dan Israel.
Sebuah sumber yang dekat dengan perundingan tersebut mengatakan kepada Reuters bahwa usulan tandingan Hamas tidak memerlukan jaminan gencatan senjata permanen sejak awal, namun diakhirinya perang harus disepakati selama gencatan senjata sebelum sandera terakhir dibebaskan.
Menurut rancangan dokumen yang dilihat oleh Reuters, usulan tandingan Hamas membayangkan tiga fase, masing-masing berlangsung selama 45 hari.
Proposal lengkapnya adalah Hamas akan membebaskan sisa sandera Israel yang mereka culik pada 7 Oktober, dengan imbalan tahanan Palestina yang dipenjara di Israel. Rekonstruksi Gaza akan dimulai, pasukan Israel akan ditarik sepenuhnya, dan jenazah juga akan dipertukarkan.
Menurut usulan tandingan Hamas, sandera perempuan, laki-laki di bawah 19 tahun, orang tua dan orang sakit akan dibebaskan selama fase 45 hari pertama sebagai imbalan atas pembebasan perempuan dan anak-anak Palestina dari penjara Israel. Usulan tersebut tidak secara jelas menyebutkan apakah tentara perempuan termasuk dalam tahap pertama.
Penerapan fase kedua tidak akan dimulai sampai kedua pihak menyelesaikan “pembicaraan tidak langsung mengenai persyaratan yang diperlukan untuk mengakhiri operasi militer bersama dan kembali tenang.” Pada saat itu, sandera laki-laki yang tersisa akan dibebaskan, dan jenazahnya akan ditukar pada tahap ketiga.
Pada akhir fase ketiga, Hamas berharap kedua pihak telah mencapai kesepakatan untuk mengakhiri perang.
Kelompok Hamas, yang menguasai Gaza, mengatakan dalam tambahan proposalnya bahwa mereka mengupayakan pembebasan 1.500 tahanan dari penjara-penjara Israel, sepertiga di antara mereka ingin dipilih dari daftar warga Palestina yang menjalani hukuman seumur hidup.
Gencatan senjata tersebut juga akan meningkatkan aliran makanan dan bantuan kemanusiaan lainnya ke Gaza, dengan jumlah tidak kurang dari 500 truk per hari.
Outlet berita Lebanon, al-Akhbar, yang diduga memiliki hubungan dengan kelompok Hizbullah, juga mengatakan pihaknya telah melihat usulan balasan dari Hamas, yang tampaknya termasuk sebuah adendum yang jauh lebih rinci mengenai tahap pertama proposal tersebut.
Menurut laporan al-Akhbar, tahap pertama adalah penarikan pasukan Israel dari daerah berpenduduk, dan PBB akan diizinkan untuk mendirikan tenda perkemahan. Fase ini juga akan mengakibatkan penghentian segala bentuk aktivitas udara, termasuk pengintaian, selama periode tersebut.
Laporan tersebut juga mendefinisikan “orang lanjut usia” sebagai sandera yang berusia di atas 50 tahun, sesuai perjanjian, dan mengatakan bahwa tahanan yang dibebaskan dari penjara Israel harus mencakup warga Arab Israel.
Status UNRWA di Gaza
Laporan tersebut juga mengatakan bahwa di bawah kerangka Hamas, warga Gaza akan diberikan kebebasan bergerak, termasuk orang sakit dan terluka melalui Rafah ke Mesir; alat-alat berat akan memasuki Jalur Gaza untuk menghilangkan puing-puing; kementerian kesehatan dan peralatan pertahanan sipil akan diganti; rumah sakit akan dibangun kembali; kota-kota tenda akan didirikan untuk menampung penduduk; setidaknya 60,00 rumah sementara akan dipasok serta 200,000 tenda dengan tarif 50,000 per minggu; rekonstruksi jaringan air, listrik dan komunikasi akan dimulai; rencana akan dibuat untuk rekonstruksi rumah, bangunan ekonomi dan fasilitas umum yang memakan waktu tidak lebih dari tiga tahun; bahan bakar ke Gaza untuk konfigurasi ulang pembangkit listrik akan dilanjutkan; Israel akan berkomitmen terhadap pasokan listrik dan air; akan ada diskusi tidak langsung untuk melanjutkan gencatan senjata; dan layanan kemanusiaan oleh organisasi internasional termasuk PBB, khususnya UNRWA, akan dilanjutkan.
Dimasukkannya UNRWA secara khusus merupakan hal yang signifikan, karena Israel telah mengatakan bahwa mereka tidak akan mengizinkan badan pengungsi Palestina untuk beroperasi di Jalur Gaza pada akhir perang, setelah menuduh bahwa 12 staf organisasi tersebut berpartisipasi dalam teror yang dipimpin Hamas pada serangan tanggal 7 Oktober. Israel telah lama mengatakan UNRWA sengaja atau di bawah ancaman memberikan perlindungan bagi teroris Hamas.
Laporan Al-Akbar juga menyebutkan bahwa Hamas menyatakan bahwa situasi di Temple Mount yang menjadi titik konflik di Yerusalem harus kembali ke status sebelum tahun 2002. Tidak jelas peristiwa mana yang dimaksud pada tahun itu.
Khususnya, menurut Al-Akbar, kerangka kerja tersebut memiliki Rusia dan Turki sebagai penjaminnya, selain Mesir, Qatar, dan PBB.
Dipercayai bahwa 132 sandera yang diculik oleh Hamas pada tanggal 7 Oktober masih berada di Gaza, tidak semuanya hidup, setelah 105 warga sipil dibebaskan dari tawanan Hamas selama gencatan senjata selama sepekan pada akhir November. Empat sandera dibebaskan sebelumnya, dan satu diselamatkan oleh pasukan.
Jenazah delapan sandera juga telah ditemukan dan tiga sandera dibunuh secara tidak sengaja oleh militer. IDF telah mengkonfirmasi kematian 29 orang yang masih ditahan oleh Hamas, mengutip informasi intelijen baru dan temuan yang diperoleh pasukan yang beroperasi di Gaza. Satu orang lagi tercatat hilang sejak 7 Oktober dan masih belum diketahui nasibnya.
Hamas juga menahan jenazah tentara IDF yang gugur, Oron Shaul dan Hadar Goldin sejak tahun 2014, serta dua warga sipil Israel, Avera Mengistu dan Hisham al-Sayed, yang keduanya diperkirakan masih hidup setelah memasuki Jalur Gaza atas kemauan mereka sendiri pada tahun 2014 dan 2015.
Respons Israel dan AS
Kerangka kerja Hamas mencakup gencatan senjata permanen, sebuah hal yang tidak bisa dilakukan Israel, yang telah berjanji untuk menghancurkan kelompok teror tersebut.
Pejabat Israel yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada situs berita Ynet pada hari Rabu (7/2) bahwa “kami tidak dapat menerima permintaan untuk menghentikan perang,” dan menyoroti “permintaan untuk pembebasan 1.500 tahanan Palestina, termasuk teroris serius.”
Meskipun demikian, Perdana Menteri Qatar, Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani, mengatakan Doha “optimis” setelah menerima “tanggapan positif” dari kelompok Hamas yang oleh Isreal disebut sebagai kelompok teror. Sebaliknya, Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengatakan jawaban Hamas “sedikit berlebihan,” dan mencatat bahwa negosiasi sedang berlangsung.
Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan agen mata-mata Israel Mossad telah menerima tanggapan Hamas melalui mediator Qatar dan sedang meninjau proposal tersebut. Hamas membutuhkan waktu lebih dari sepekan untuk menanggapi proposal kerangka kerja tersebut, yang dirumuskan di Paris pada tanggal 28 Januari oleh para pejabat Israel, Amerika, Qatar dan Mesir, dan disampaikan kepada Hamas oleh Qatar.
Kerangka kerja awal belum dipublikasikan secara resmi namun diperkirakan akan memberikan perpanjangan jeda dalam pertempuran sebagai imbalan atas pembebasan sandera Israel yang tersisa yang ditahan oleh Hamas di Gaza dan pembebasan sejumlah besar tahanan keamanan Palestina oleh Israel.
Proposal tersebut dilaporkan disetujui oleh Israel pada tanggal 29 Januari, namun hanya merupakan garis besar untuk negosiasi. Kedua belah pihak masih harus menyepakati isu-isu pelik, termasuk jangka waktu gencatan senjata dan jumlah tahanan keamanan yang harus dibebaskan Israel.
Hal ini dapat berisiko menggulingkan koalisi Netanyahu, di mana elemen sayap kanan telah menyatakan penolakannya terhadap pembebasan sejumlah besar teroris Palestina, bahkan ketika tekanan dari keluarga para sandera dan sebagian besar masyarakat semakin meningkat agar pemerintah mencapai kesepakatan untuk menyelamatkan nyawa mereka. para sandera sebelum terlambat.
Pasukan Pertahanan Israel pada hari Senin (5/2) mengkonfirmasi bahwa setidaknya 31 sandera yang ditahan di Gaza sudah tidak hidup lagi. The New York Times mengatakan 20 orang lainnya juga dikhawatirkan tewas; IDF tidak mengkonfirmasi hal ini.
Tanggapan Hamas dikeluarkan ketika Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, sedang melakukan tur diplomasi Timur Tengah kelima sejak dimulainya perang, yang dipicu oleh serangan teror Hamas yang menewaskan sekitar 1.200 warga Israel dan 253 orang lainnya disandera, di antaranya 132 orang masih ditawan di Gaza.
Israel kemudian melancarkan serangan balasan yang bertujuan untuk membubarkan Hamas dan mengembalikan para sandera. Lebih dari 27.000 warga Palestina telah terbunuh di Gaza, menurut kementerian kesehatan yang dikelola Hamas. Angka-angka ini tidak dapat diverifikasi secara independen, diyakini mencakup korban jiwa yang disebabkan oleh kegagalan tembakan roket oleh kelompok teror Gaza, dan tidak membedakan antara warga sipil dan kombatan. Israel mengatakan pihaknya telah membunuh 10.000 anggota bersenjata Hamas di Gaza, serta 1.000 teroris di Israel pada 7 Oktober. Dua ratus dua puluh tujuh tentara tewas di Gaza. (dengan ToI)
Editor : Sabar Subekti
Peretas Korut Curi Kripto Senilai 58 Miliar Won
SEOUL, SATUHARAPAN.COM - Korea Selatan mengkonfirmasi bahwa peretas Korea Utara (Korut) berada di ba...