Hanura Minta Presiden Reshuffle Menteri yang Buat Gaduh
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sekretaris Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Dadang Rusdiana, meminta Presiden Joko Widodo bertindak tegas atau me-reshuffle menteri-menteri yang membuat kegaduhan, seperti kegaduhan yang melibatkan Menteri ESDM Sudirman Said dengan Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli terkait skema Blok Masela di Maluku belakangan ini.
"Ya, sudah saja, Presiden Joko Widodo bertindak tegas. Reshuffle salah satu jawabannya, daripada menjadi beban pemerintah," kata Dadang, saat dihubungi wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, hari Kamis (3/3).
Sebelumnya, Juru Bicara Presiden Johan Budi SP mengatakan pada hari Rabu (2/3), Presiden kecewa melihat kelakuan kedua menteri yang saling menyerang di ranah publik. Apalagi, kata Johan, Presiden marah merasakan situasi belakangan ini yang terlihat semakin meruncing, bahkan menjadi perseteruan antarmenteri yang saling menyerang pribadi.
"Ya, wajar kalau Presiden marah karena perdebatan ini. Kalau dibiarkan akan mengganggu wibawa presiden," kata dia.
Dadang menduga perseteruan antara dua menteri tersebut bisa karena perbedaan mazhab ekonomi atau kepetingan pribadi dan kelompok. "Itu bisa karena perbedaan mazhab ekonomi atau bisa jadi karena kepentingan pribadi atau kelompok. Yang diperdebatkan kan menyangkut persoalan yang beraspek investasi," kata dia.
"Masalah perbedaan yang harusnya diselesaikan dalam rapat kabinet, kok dibawa ke ruang publik," dia menambahkan.
Menurut Dadang, kegaduhan para menteri itu bisa memperburuk cintra pemerintahan Joko Widodo.
"Jadi berbagai kemungkinan bisa didugakan pada perdebatan panas ini. Siapa pun bisa menduga-duga apa pun, makanya perdebatan ini sangat tidak bermanfaat dan justru memperburuk citra pemerintahan," kata dia.
Menteri Nakal
Sementara itu, Wakil Sekjen DPP Partai Kebangkitan Bangsa, Daniel Johan, menyebut menteri-menteri yang saling kritik, dan membuat Presiden Joko Widodo marah, itu karena menteri bandel.
"Ya, bagus, karena menterinya pada nakal. Sesama menteri kok saling nyerang," kata dia.
Menurut Daniel, sayangnya, cara kerja dua menteri saling serang itu sering diukur dari sosial media (sosmed).
"Masalahnya, karena kinerja seakan-seakan diukur dari eksisnya di media dan sosmed. Kalau bisa trending topic dan menguasai sosmed, dianggap baik. Itu membius para menteri, dan berlomba lomba (untuk eksis), padahal kinerja yang sejati harus diukur dari pencapaian tupoksinya yang diverifikasi dengan fakta data dan fakta lapangan," kata dia.
Daniel mengingatkan, media dan sosmed sangat penting dalam konteks sosialisasi program ke masyarakat yang berlandaskan tupoksi, tapi jangan dijadikan ukuran keberhasilan para menteri.
"Ini bisa gawat kalau kinerja menteri berpatokan pada sosmed. Para menteri bukannya kerja keras mengejar target pemerintahan Presiden Joko Widodo, tapi jadi kerja keras melakukan pencitraan di media dan sosmed, bahkan ada menteri di ruang kerjanya penuh dengan layar dan tiap hari kerjanya hanya memantau sosmed dan media," kata dia.
"Presiden harus tegas. Pasti. Karena tanpa kesolidan kabinet dan ukuran kinerja yang hakiki, sulit mewujudkan Nawacita yang begitu mulia. Presiden harus menegaskan bahwa ukuran kinerja adalah tupoksi para mentri yang secara keseluruhan mencapai sasaran capaian pemerintahan Joko Widodo," dia menambahkan.
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...