Harga Ayam Mahal Karena Saluran Distribusi Terlalu Panjang
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Harga ayam saat ini di pasaran bisa mencapai Rp. 32.000, tapi dari peternak seharga Rp.14.000, di mana ada kenaikannya mencapai 100 persen lebih. Persoalan harga ayam ini sebenarnya ada di tata niaga (saluran pendistribusian), yang mencapai delapan sampai sembilan hirarki (pihak pedagang). Demikian menurut Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heryawan menjelaskan bahwa inilah sebenarnya yang harus dibenahi bersama-sama.
“Selama ini kita menganggap ayam ini sistem pasarnya sudah bagus, tapi dengan situasi seperti ini pemerintah harus melakukan kajian, dengan mengurutkan dari peternak selanjutnya kemana,” kata Rusman, usai membuka membuka event International Livestock and Dairy Expo (ILDEX) Indonesia dan Festival Ayam dan Telur 2013, di Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran, Jakarta Pusat pekan lalu.
Senada dengan Wamen Pertanian, Anton Supit, selaku Ketua Umum Gabungan Perusahaan Persatuan Perunggasan Indonesia, mengatakan bahwa ia mengharapkan ada Perda (peraturan daerah) No. 4, yang mengatur tentang cara potong ayam yang sehat, halal, dan lain-lain. Kemudian pengaturan kalau ada kelebihan suplai ayam, akan masuk rantai dingin, agar ayamnya tetap segar.
“Kalau sekarang, kan, harus dipotong hari itu juga, kalau tidak laku mau dibawa kemana ayamnya, itulah yang bikin harga jatuh,” kata Anton.
Ketua Umum Federasi Masyarakat Perunggasan Indonesia, Don P. Utoyo juga menambahkan terkait dengan kekhawatiran mereka terhadap harga ayam yang jatuh di tingkat peternak, bahwa setelah lebaran (Idul Adha) ini, dari seluruh masyarakat perunggasan akan berkumpul untuk membicarakan masalah ini.
Wamen juga menegaskan harga ayam tinggi bukan karena suplainya tidak ada. Jika nanti Perda No. 4 sudah jalan, tentunya para pelaku akan ditampung dalam sektor tersebut. Artinya, cara jual mereka sudah dengan rantai dingin, ada kulkas, chiller, dan sebagainya. Jadi walaupun konsumen beli di pasar tradisional, akan mendapatkan ayam seperti di supermarket.
“Karena itu hal ini harus bertahap, tidak bisa sekaligus langsung. Prakteknya mungkin bisa dimulai dari DKI.”
“Hal ini bisa diwujudkan baik modal dari suplier sendiri, dari kredit, atau bisa bantuan insentif seperti di Malaysia, atau lembaga lainnya yang bisa membantu, karena hal ini bisa untuk investasi.” Kata Rusman
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...