Hari Air dan Pembangunan Berkelanjutan
SATUHARAPAN.COM – Setiap tanggal 22 Maret diperingati sebagai Hari Air Sedunia. Tema yang diangkat pada 2015 adalah ”Air dan Pembangunan Berkelanjutan” sebagai momentum untuk merenungkan krisis air yang tengah mengancam kehidupan manusia. Forum Air Sedunia yang berlangsung di Turki beberapa tahun lalu, mengajak seluruh umat manusia untuk turut aktif mencari solusi atas persoalan kelangkaan air.
Tema “Air dan Pembangunan Berkelanjutan” hendak mengatakan pemenuhan air sebagai kebutuhan dasar manusia menjadi hak asasi setiap warga. Namun, hingga kini pemenuhan hak atas air bagi 120 juta warga miskin di Indonesia yang tingkat pendapatannya masih di bawah 2 dollar AS masih terkendala karena kian masifnya perusakan lingkungan. Sadar atau tidak sadar praktik-praktik bisnis besar yang berpusat pada keuntungan korporasi tengah menghancurkan kehidupan. Hutan belantara porak poranda digilas roda ekonomi pasar global. Tanah, air, udara dan laut telah beralih fungsi dari sistem yang mendukung kehidupan menjadi gudang limbah.
Keprihatinan terhadap lingkungan yang makin rusak patut mendorong masyarakat luas untuk ikut aktif mengambil tindakan guna mencegah konflik memperebutkan pasokan air yang makin langka. Konflik yang kini terjadi di sejumlah negara di Benua Afrika dipicu oleh kekeringan dan krisis air bersih.
“Way of life”
Krisis air dan strategi mengatasinya patut diangkat sebagai tema besar dalam setiap debat politik pilkada 2015. Para kandidat harus dapat memaparkan konsep dan rencana kebijakan di bidang lingkungan kepada masyarakat. Rumusan konkret save our water untuk dijadikan sebagai way of life pemerintahan kabupaten/kota hasil pilkada 2015 akan makin penting, mengingat persediaan air dapat terpuruk akibat pemanasan global yang didorong oleh perusakan lingkungan yang kian masif.
Pemanasan global telah memicu perubahan iklim dan berdampak pada penguapan air dari permukaan bumi lebih cepat. Pertambahan populasi dunia yang signifikan dari 7 miliar saat ini menjadi 9 miliar di pertengahan abad ke-21 mendorong meningkatnya penggunaan air. Jumlah penduduk yang kekurangan air akan meningkat menjadi 4 miliar jiwa pada tahun 2030. Itu mendekati separuh dari jumlah populasi dunia.
Indonesia tidak luput dari bencana itu. Kita bakal mengalami krisis pangan yang lebih buruk jika air selalu dianggap sebagai sumber daya alam yang tak terbatas. Dari perspektif pertanian, air adalah pilar ketahanan pangan. Ketahanan pangan yang masih keropos di negeri yang dipuja subur dan makmur ini tak lepas dari krisis persediaan air untuk pertanian.
Alam yang selama ini diharapkan bisa memasok kebutuhan air untuk sektor pertanian ternyata memiliki keterbatasan. Alam kerap dimaknai sebagai sumber air yang tak terbatas sehingga saat air berlimpah orang cenderung tak memedulikannya sebagai anugerah Tuhan. Ketika air mogok mengalir di sungai, dan petani berteriak karena air menghilang dari sawahnya, kita tersentak alam punya batas untuk dikuras.
Keberhasilan pemerintahan rezim Orde Baru memutar roda pembangunan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi telah menetaskan bentuk kemiskinan baru. Lingkungan hidup dieksploitasi. Alam yang diciptakan Tuhan untuk kita pakai bersama, dikuras sepuas-puasnya untuk menyokong kenikmatan hidup bagi sekelompok orang.
Perambahan hutan (illegal logging dan perluasan perkebunan kelapa sawit) yang dikendalikan pemodal besar guna mengisap madu sumber daya alam acap meminggirkan kepentingan masyarakat sekitar hutan. Banjir dan kekeringan sebagai buah perubahan iklim tak bisa dilepaskan dari disorientasi ekologi akibat kerakusan sekelompok orang terhadap nilai ekonomis hutan.
Pemanasan global telah meningkatkan suhu permukaan bumi sepanjang lima tahun terakhir. Dampak lanjutannya adalah kegagalan panen sehingga jumlah korban kelaparan dan gizi buruk terus meningkat. Selain itu, penyakit menular yang diakibatkan bakteri dan virus kian merajalela karena suhu bumi kian sesuai dengan perkembangbiakannya. Demam berdarah, ebola, SARS, flu burung dan flu babi bukan lagi siklus penyakit lima tahunan, tapi sudah menjadi penyakit rutin setiap tahun di tengah warga dan kerap meminta korban jiwa.
Kehilangan etika
Disorientasi ekologi merupakan cermin dari persoalan kita secara keseluruhan. Kita kehilangan etika dalam segala aspek kehidupan karena selalu berjubahkan habitus lama dan berikatpinggangkan keangkuhan. Ekologi diposisikan sebagai pelengkap penderita dan sumber daya alam kerap ditempatkan sebagai objek yang harus di eksploitasi sebab dianggap sebagai karunia Tuhan yang tidak terbatas.
Perilaku dan sikap kita yang kian rakus menggunakan sumber daya alam telah sampai pada tingkat melebihi batas kemampuan lingkungan untuk menanggungnya. Patut disadari dampak penggundulan hutan yang sistematis bisa melahirkan monster ekologi bernama banjir bandang, tanah longsor dan penyakit menular yang memiliki daya destruktif mengerikan.
Buah dari ketidakramahan terhadap lingkungan menempatkan Indonesia menjadi perusak hutan tercepat di dunia. Data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), selama periode 2000-2005 Indonesia merusak hutan sekitar 1,87 juta hektar setiap tahun, atau seluas 300 lapangan bola setiap jam. Prestasi buruk ini akan melahirkan berbagai bencana alam di masa datang yang siap memangsa kehidupan manusia.
Krisis air yang kini tengah mengancam kehidupan menuntut kesadaran setiap warga untuk kian peduli pada pembangunan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi yang tidak ramah lingkungan adalah pembangunan hegemoni yang mendatangkan bencana ekologis. Mari kita perlakukan Bumi sebagai rumah bersama dan menghentikan perilaku buruk yang menguras sumber daya alam untuk kepentingan sesaat.
Memelihara sumber daya alam dan lingkungannya memiliki arti penting dalam menyelamatkan kehidupan. Air adalah sumber kehidupan itu.
Posman Sibuea, Guru Besar Tetap di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Unika Santo Thomas SU. Ketua Persatuan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Cabang Sumatera Utara.
60.000 Warga Rohingya Lari ke Bangladesh karena Konflik Myan...
DHAKA, SATUHARAPAN.COM - Sebanyak 60.000 warga Rohingya menyelamatkan diri ke Bangladesh dalam dua b...