Hari Anak Intenasional, Harapan Anak Korban Diskriminasi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Organisasi yang memperjuangkan hak anak Indonesia, ForumHakAnak25, tahun ini menggelar perayaan Hari Anak Internasional dengan mengangkat tema “Harapan Baru bagi Anak Korban Diskriminasi di Indonesia”.
Berbagai kegiatan memperingati Hari Anak Internasional yang ke-25 ini sudah mulai lakukan sejak 28 Oktober sampai dengan 27 November 2014 nanti, seperti kampanye publik, diskusi seminar, lomba, dan permainan bagi anak-anak korban diskriminasi.
Hasil kegiatan serta acara tersebut rencananya akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo di Istana Negara sebagai aspirasi dan harapan bagi anak-anak akan perlindungan dan pemenuhan hak-haknya.
Momen perayaan Hari Anak Internasional 2014 menjadi momen refleksi atas pemenuhan hak-hak anak. Perayaan ini digagas untuk meningkatkan perhatian dan kepedulian masyarakat beserta pemerintah agar anak-anak rentan yang mengalami diskriminasi memperoleh hak-haknya yang dijamin oleh Undang Undang (UU).
Dalam kesempatan jumpa pers dalam rangka memperingati Hari Anak Internasional pada Kamis (20/11), Dewi Kanti dari keyakinan Sunda Wiwitan menyampaikan dampak yang terjadi bagi anak-anak Sunda Wiwitan yang selama ini menjadi korban diskriminasi, terutama dalam soal keyakinan.
Baru-baru ini Pemerintah mengeluarkan aturan tentang pengisian kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP) menjadi potensi ketidakadilan bagi keberadaan keyakinan diluar agama yang diakui oleh negara. Pengosongan kolom agama bagi keyakinan di luar enam agama resmi memberi dampak bagi anak-anak ke depan khususnya di komunitas Sunda Wiwitan.
Menanggapi persoalan tersebut Nia Sjarifudin berkomentar mengenai pengosongan kolom agama memberi dampak secara psikologis. Bagaimana hak warga negara yang memiliki keyakinan di luar enam agama resmi mendapatkan akses, jika semua pengurusan soal administrasi harus menyertakan KTP sebagai satu syarat. Ambil contoh jika ada salah satu warga yang sakit dan harus pergi berobat ke Rumah Sakit (RS), harus menyertakan KTP, apabila kolom agama di KTP tersebut kosong, stigma apa yang terjadi terhadap warga negara tersebut, bisa dikatakan ateis, komunis, dan banyak hal yang itu memberi dampak sosial di masyarakat, ujarnya.
Permasalahan keyakinan tentunya menjadi hak dasar bagi setiap warga negara yang menjunjung tinggi nilai Kebhinekaan dan berlandaskan Pancasila. Harapan kepada Presiden Joko Widodo dalam menuntaskan permasalahan konflik keyakinan menjadi bagian penting, karena hal tersebut menjadi salah satu bagian program prioritas Joko Widodo berdasarkan visi dan misinya saat gelar jumpa pers di gedung Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jalan Pangeran Dipoenogoro, Jakarta Pusat, Kamis (20/11).
Hadir dalam gelar jumpa pers Bagus Wicaksono, Magdalena Sitorus,Nia Sjarifudin, Lana, Dewi Kanti dan Mama Endek dalam rangka perayaan dan peringatan Hari Anak Internasional yang diadakan di beberapa tempat.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Rusia Jatuhkan Hukuman Penjara kepada Pengacara Alexei Naval...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Rusia pada hari Jumat (17/1) menjatuhkan hukuman penjara beberapa tahun kepa...