Hari Kebebasan Pers Dunia, Saatnya Berterimakasih kepada Media
SATUHARAPAN.COM - Hari Kebebasan Pers Dunia, diperingati setiap tanggal 3 Mei, untuk menginformasikan kepada masyarakat internasional, bahwa kebebasan pers dan kebebasan berekspresi adalah hak asasi manusia yang mendasar. Peringatan Hari Kebebasan Pers Dunia ini memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk berterimakasih, dan memberikan apresiasi kepada media yang telah berkorban, dalam menjalankan tugasnya.
Untuk tahun ini Finlandia menjadi negara yang memiliki peringkat pertama di dunia dalam kebebasan persnya berdasarkan Indeks kebebasan pers yang dilakukan oleh Reporters Without Borders (RSF) . Maka berbagai acara akan digelar antara lain pameran, dan malam penghargaan dipusatkan di kota Helsinki, Finlandia, dari 2 hingga 4 Mei 2016. Perhelatan ini diselenggarakan oleh Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) dan Pemerintah Finlandia yang akan memberikan World Press Freedom Prize pada tahun 2016.
Hari Kebebasan Pers Dunia dicanangkan oleh PBB pada bulan Desember 1993, yang merupakan hasil pertemuan di Namibia Afrika tahun 1991. Pertemuan itu mempromosikan kebebasan pers dan pluralisme di Afrika, yang dinamakan sebagai Deklarasi Windhoek. Ia kemudian dijadikan sebagai Hari Kebebasan Pers Sedunia, dan dirayakan setiap tahun pada tanggal 3 Mei.
Peringatan Hari kebebasan pers dunia ini juga lebih dikuatkan oleh deklarasi universal hak asasi manusia tahun 1948 pasal 19, yang isinya menyatakan, bahwa setiap orang "memiliki hak untuk kebebasan berpendapat dan berekspresi, hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat dan mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan tanpa batas.”
Indeks Kebebasan Pers Dunis 2016
Indeks kebebasan pers dunia yang selalu diterbitkan setiap tahun oleh Reporters Without Borders (RSF), yang dikutip dari rsf.org. adalah evaluasi kebebasan media yang mengukur pluralisme, independensi media, kualitas kerangka hukum dan keamanan wartawan di 180 negara. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dalam 20 bahasa, kemudian dianalisis secara kualitatif dan dikombinasikan dengan data kuantitatif, tentang pelanggaran dan tindak kekerasan terhadap jurnalis dengan periode tertentu. Isi nya mencakup intensitas serangan terhadap kebebasan jurnalistik, dan kemerdekaan oleh pemerintah, ideologi dan kepentingan sektor swasta selama setahun terakhir.
Adapun hasil Indeks kebebasan pers tahun 2016 sebagai berikut, Eropa masih menjadi media yang paling bebas dengan komposisi pada peringkat pertama Finlandia, kedua Belanda dan ketiga Norwegia, Tunisia Ukraina menjadi naik peringkat menjadi 22, karena penurunan kekerasan dalam proses hukum, di mana konflik di timur negara itu mereda.
Negara, di mana kekerasan terhadap jurnalis terus meningkat. Adalah Asia 43,8 poin dan Eropa Timur/Asia Tengah 48,4 poin, juga Afrika Utara / Timur Tengah 50,8 poin masih menjadi wilayah di mana wartawan yang paling mengalami kendala dari setiap jenis.
Tajikistan, turun menjadi peringkat ke 150 sebagai akibat dari otoritarianisme rezim tumbuh. Kesultanan Brunei juga demikian yakni peringkat ke 155, karena penerapan bertahap Syariah Islam yang menimbulkan kecaman atas dirinya. Burundi turun menjadi peringkat ke 156, karena konflik politik dalam negerinya mengakibatkan kekerasan terhadap wartawan . Tiga posisi yang memiliki peringkat terendah dan dinamakan sebagai "neraka trio" yaitu, Turkmenistan (178), Korea Utara (179) dan Eritrea (180).
Christophe Deloire Sekjen Reporters Without Borders (RSF), mengatakan "Sayangnya banyak dari para pemimpin dunia sekarang ini sedang mengembangkan sebuah bentuk paranoia tentang jurnalisme yang sah, Iklim hasil ketakutan dalam keengganan berkembang, berdebat, penutupan media, pemerintah semakin otoriter dan menindas, dan pelaporan di media milik swasta yang semakin dibentuk oleh kepentingan pribadi.” (unesco.org)
Editor : Eben E. Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...