Hari Oeang 30 Oktober dan Jasa A.A. Maramis
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Setiap tahun Hari Oeang (baca: Hari Uang) diperingati pada tanggal 30 Oktober, tanggal pertama kalinya Rupiah secara resmi digunakan masyarakat Indonesia.
Tahun ini 30 Oktober adalah hari Minggu. Kementerian Keuangan telah memutuskan peringatan Hari Oeang tahun ini, berupa upacara bendera dan berbagai kegiatan lain, akan dilaksanakan pada Senin, 31 Oktober, bersama dengan peringatan Sumpah Pemuda.
Menurut Surat Edaran No-31 Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Tema Hari Oeang kali ini adalah Kerja Nyata Untuk Kemakmuran Rakyat Melalui APBN yang Kredibel, Berkelanjutan dan Berkeadilan.
Setiap unit di lingkungan kantor pusat dan instansi vertikal Kementerian Keuangan di daerah diimbau untuk melaksanakan serangkaian kegiatan baik olah raga maupun kesenian.
Sedangkan upacara bendera Hari Oeang dan peringatan Sumpah Pemuda akan dilaksanakan di lingkungan kantor pusat dan instansi vertikal Kementerian Keuangan di daerah pada tanggal 31 Oktober.
Pada upacara itu juga akan dibacakan keputusan presiden tentang penganugerahan Satyalancana Karysatya dan penyematannya.
Kemenkeu telah meluncurkan logo baru Hari Oeang untuk yang ke 70 tahun ini.
Logo berbentuk lingkaran mencerminkan simbol harapan untuk APBN yang berkelanjutan dan berkeadilan. Sedangkan warna oranye dan kuning berbentuk lidah api, melambangkan kobaran untuk bekerja secara nyata. Ada pun warna biru simbol air yang melambangkan transparansi dari APBN sehingga dapat dipercaya.
A.A. Maramis
Hari Oeang jatuh pada 30 Oktober mengacu pada disahkannya tanggal itu sebagai Hari Keuangan Republik Indonesia oleh Presiden berdasarkan lahirnya uang emisi pertama Republik Indonesia. Dan, ini tak bisa dipisahkan dengan jasa A.A. Maramis, menteri keuangan masa itu.
AA Maramis diangkat pertama kalinya menjadi menteri keuangan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 26 September 1945. Pada saat itu Maramis adalah menteri negara tanpa portofolio dan diangkat menjadi menteri keuangan menggantikan Samsi Sastrawidagda, yang hanya menjabat selama dua pekan. Boleh dikatakan, organisasi Kementerian Keuangan kala itu belum terbentuk, dan AA Maramis merupakan salah satu peletak dasar paling awal.
Pada tanggal 24 Oktober 1945, sebagai menteri keuangan AAMaramis menginstruksikan tim serikat buruh G. Kolff selaku tim pencari data untuk menemukan tempat percetakan uang dengan teknologi yang relatif modern. Maramis pun melakukan penetapan pembentukan Panitia Penyelenggaraan Percetakan Uang Kertas Republik Indonesia (ORI) yang diketuai oleh TBR Sabarudin. Kebijakan ini tertuang dalam Surat Keputusan No 3/RD tanggal 7 November 1945.
Selain diketuai oleh TBR Sabarudin (Direktur Bank Rakyat Indonesia) dalam tim juga ikut R.P. Soerachman sebagai pengawas sedangkan anggota panitia terdiri dari H.A Pandelaki (Kementerian Keuangan), M. Tabrani (Kementerian Penerangan), S. Suhiono (Bank Rakyat Indonesia), E. Kusnadi (Kas Negara), R. Aboebakar Winangoen (Kementerian Keuangan) serta Oesman dan Agoes (Keduanya mewakili Serikat Buruh Percetakan).
Lebih jauh, AA Marimis juga membentuk panitia untuk mempertimbangkan cara-cara menerima menyimpan dan mengedarkan uang baru yang dipimpin oleh Endang Koesnadi dari Kas Negeri Jakarta.
Pembuatan uang pertama saat itu memiliki kendala di bahan seperti kertas, tinta, bahan kimia untuk fotografi dan sinkografi tetapi akibat bantuan karyawan beberapa perusahaan asing di Jakarta masalah tersebut tidak menjadi halangan.
Produksi uang pertama saat itu akhirnya dputuskan dilakukan oleh Percetakan RI Salemba, Jakarta yang ditangani oleh R.A.S Winarno dan Joenoet Ramli pada awal bulan Januari tahun 1946. Cetakan pertama Uang Indonesia saat itu pecahan Rp 100.
Pemeritah saat itu juga menetapkan perbandingan nilai mata uang baru terhadap mata uang yang berlaku, perlakuan terhadap uang lama serta kedudukan utang-piutang. Lalu dilakukan pula langkah-langkah pengamanan moneter antara lain mulai menarik mata uang Hindia Belanda dan Jepang dari peredaraan.
Untuk memperkuat langkah pengamanan moneter, pemerintah RI menerbitkan UU No 10 Tahun 1946 yang menyatakan setiap orang tidak boleh membawa uang lebih dari f 1.000 (Uang Jepang) dari daerah keresidenan tertentu yaitu daerah-daerah yang ibu kota diduduki Belanda seperti di Jakarta, Semarang, Surabaya, Bogor dan Priangan.
Pada 14 November 1945 pada masa kabinet Sjahrir I, Menteri keuangan dijabat oleh Mr. Sunarjo Kolopaking. Mr. Sunarjo mengikuti konferensi Ekonomi pada Februari 1946 yang bertujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat, dalam rangka menanggulangi masalah produksi dan distribusi makanan, sandang serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
Pada 6 Maret 1946, panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah yang dikuasai sekutu. Hal ini menyebabkan kabinet Sjahrir berupaya untuk menindaklanjuti pengumuman NICA tersebut untuk mengedarkan ORI.
Hanya saja, peredaran ORI tersebut membutuhkan dana. Langkah awal kabinet Sjahrir adalah mengganti Menteri Keuangan dan memilih Ir. Surachman Tjokroadisurjo sebagai menkeu yang baru. Upaya utama yang dilakukan oleh Ir. Surachman untuk mengatasi kesulitan ekonomi adalah, melakukan Program Pinjaman Nasional dengan persetujuan BP-KNIP pada Juli 1946. Selain itu, ia juga melakukan penembusan blokade dengan diplomasi beras ke India dan mengadakan kontrak dengan perusahaan swasta Amerika yang dirintis oleh para pengusaha Amerika Serikat yang dirintis oleh badan semi pemerintah bernama Banking and Trading Coorporations dibawah pimpinan Soemitro Djojohadikusumo. Ia juga menembus blokade Sumatra dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia, dengan membuka perwakilan dagang resmi yang bernama Indonesia Office (Indoff).
Pada 2 Oktober 1946, dilantik Menteri keuangan yang baru yaitu Mr. Sjafruddin Prawiranegara. Di bawah menkeu yang baru ini akhirnya, usaha penerbitan uang sendiri memperlihatkan hasilnya dengan diterbitkannya EMISI PERTAMA uang kertas ORI pada tanggal 30 Oktober 1946. Pemerintah Indonesia menyatakan tanggal tersebut sebagai tanggal beredarnya Oeang Republik Indonesia (ORI) dimana uang Jepang, uang NICA, dan uang Javasche Bank tidak berlaku lagi.
ORI pun diterima dengan perasaan bangga oleh seluruh rakyat Indonesia. Mata uang yang dicetak itu ditandatangani oleh A.A. Maramis. Untuk menghargai jasa A.A Maramis, maka gedung Department of Financien atau gedung Daendels di lingkungan Kementerian Keuangan saat ini, diberi nama gedung A.A Maramis. Gedung ini sempat menjadi pusat kerja Menteri Keuangan selaku pimpinan Kementerian Keuangan Republik Indonesia saat menjalankan tugasnya sehari-hari.
Seiring dengan kebutuhan akan koordinasi antar unit, sejak tahun 2007 gedung Menteri Keuangan dipindah ke Gedung Djuanda 1 yang berlokasi di seberang gedung A.A Maramis.
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...