Hary Tanoe: Tutut Tidak Berhak Ambil Alih MNC
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Presiden Grup Media Nusantara Citra (MNC), Hary Tanoesoedibjo, menegaskan pihaknya masih merupakan pemegang kendali penuh atas MNC TV. Ia menegaskan tidak mempunyai kaitan apa pun dengan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak upaya Peninjauan Kembali (PK) PT Berkah Karya Bersama, dan mengembalikan kepemilikan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI, sekarang MNC) kepada Siti Hardiyanti Rukamana, alias Tutut.
“Perlu diketahui bahwa MNC tidak terlibat dan bukan merupakan pihak yang bersengketa pada kasus antara Berkah dan Tutut. Kami sepenuhnya memegang kendali MNC TV,” kata Hary Tanoe, dalam keterangannya kepada Bursa Efek Indonesia, Selasa (11/11), sehubungan dengan keterbukaan informasi emiten. Keterangan tersebut juga dapat dibaca di laman resmi BEI.
“Keputusan pengadilan atas Berkah vs Tutut adalah berdasarkan kesepakatan investasi yang dilakukan pada periode 2002-2005. Kasus ini dibawa ke pengadilan pada tahun 2010; sementara MNC mengakuisisi 75 persen dari saham TPI (kini MNC TV) pada tahun 2006, empat tahun sebelumnya," demikian penjelasannya.
Pengusaha yang sempat terjun ke politik melalui Partai Hanura itu menambahkan, saat ini sengketa antara Berkah dan Tutut juga memiliki kasus hukum yang belum selesai atas permasalahan yang sama di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
“Berdasarkan dokumentasi kesepakatan investasi, para pihak sepakat untuk menyelesaikan perselisihan melalui badan arbitrase,” kata dia di bagian lain keterangan pers.
“Kami kembali menegaskan bahwa kasus ini adalah antara Berkah dan Tutut, dan MNC tidak terlibat dalam kasus ini. Dengan demikian, Tutut tidak memiliki kuasa untuk mengambil alih TPI (kini MNC TV),” dia melanjutkan.
Hal lain yang lebih penting, kata dia, saat ini MNC sedang menjalani proses negosiasi untuk mengakuisisi 25 persen saham atas nama Tutut di TPI (kini MNC TV).
“Kami optimistis transaksi tersebut akan terjadi.”
Perseteruan Panjang
Selasa (11/11) kemarin, Mahkamah Agung melansir putusan yang menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh PT Berkah Karya Bersama. PK dengan nomor register 238 PK/PDT/2014 memuat amar tolak yang dijatuhkan oleh Ketua Majelis PK M Saleh dengan dua Hakim Anggota Majelis Hamdi dan Abdul Manan pada 29 Oktober 2014. Dengan ditolaknya upaya PK, berarti putusan kasasi yang dikeluarkan MA pada Oktober 2013 tetap berlaku, yang menyatakan Tutut resmi menguasai saham TPI.
Perseteruan Hary Tanoe dengan Tutut telah berlangsung lama. Dimulai dari ketika kepemilikan TPI beralih kepada PT Berkah. Awalnya ialah ketika putri sulung mantan Presiden Soeharto itu memiliki utang US$ 55 juta. Karena tidak bisa membayar, Tutut membuat perjanjian dengan Hary Tanoe. Dalam perjanjian itu, disebutkan utang Tutut dihibahkan kepada Hary Tanoe. Selanjutnya Hary Tanoe memperoleh saham dari Tutut melalui PT Berkah.
Terhitung Juni 2003, TPI berada di bawah grup MNC. Hary Tanoe pun melakukan pembenahan atas televisi pendidikan pertama di Indonesia itu. Termasuk di antaranya dengan mengganti namanya menjadi MNC TV.
Masalah muncul ketika Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) TPI pada 2005, memutuskan kepemilikan saham Tutut menjadi 25 persen dari semula 100 persen. Ini menjadi pemicu perseteruan, karena Tutut tidak menerima keputusan tersebut. Ia pun menggugat ke pengadilan.
Dalam perjalanannya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) memerintahkan PT Berkah mengembalikan kepemilikan 75 persen saham TPI kepada Mbak Tutut. PT Berkah tidak menerima keputusan itu dan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Di sini, PT Berkah menang dan PT membatalkan keputusan PN.
Selanjutnya Tutut mengajukan kasasi ke MA dan pada 2 Oktober 2013 yang berakhir dengan dikabulkannya kasasi tersebut. Giliran PT Berkah yang menolak lalu mengajukan PK. PK inilah yang ditolak oleh MK dan Tutut mengklaim bahwa ia kini secara resmi memiliki kembali TPI.
Editor : Eben Ezer Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...