Hasil Penelitian Batan Dinilai Belum Dimanfaatkan Optimal
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Hasil penelitian Badan Tenaga Nuklir Nasional dalam bidang kesehatan dan pertanian berbasis teknologi nuklir, dinilai belum dimanfaatkan secara optimal.
“Selama ini Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) telah banyak mengeluarkan hasil penelitian. Namun, pemanfaatan hasil penelitian itu di lapangan belum optimal,” kata Kepala Batan Djarot Sulistyo Wisnubroto di Yogyakarta, Senin (9/2).
Di sela-sela seminar dan lokakarya Forum for Nuclear Cooperation in Asia (FNCA), ia mengatakan untuk mengoptimalkan pemanfaatan hasil penelitian dalam bidang pertanian, Batan terus melakukan pembicaraan dengan Kementerian Pertanian.
“Untuk hilirisasi hasil-hasil penelitian yang telah kami lakukan tersebut, memang memerlukan proses,” kata Djarot.
Deputi Teknologi Energi Nuklir Batan Anhar Riza Antariksawan mengatakan, Batan sebenarnya bisa saja berhubungan langsung dengan kalangan industri untuk mempercepat hilirisasi.
“Namun, ada kendala aturan yang belum memungkinkan. Sampai saat ini, kami masih menanti aturan soal royalti hasil penelitian dari Kementerian Keuangan,” katanya.
Kepala Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR) Batan Hendig Winarno mengatakan, Batan saat ini sedang memperkenalkan hasil penelitian berupa oligochitosan dan super water absorbent (SWA) hydrogel yang bermanfaat dalam bidang pertanian.
“Oligochitosan merupakan hasil radiasi kulit udang menggunakan radiasi gamma, sehingga menghasilkan produk bermanfaat sebagai bahan promotor dan pupuk tanaman,” katanya.
Menurut dia, hasil temuan oligochitosan itu sudah diterapkan untuk tanaman cabai di Kabupaten Kerinci, Jambi.
“Oligochitosan terbukti mampu menghindarkan tanaman cabai dari penyakit virus kuning, antaknosa atau patek, layu fusarium, meningkatkan frekuensi panen, mempersingkat usia panen, dan meningkatkan produksi sampai dua kali lipat,” katanya.
Ia mengatakan, aplikasi lain radiasi gamma dan berkas elektron untuk sintesis SWA hydrogel yang digunakan dalam bidang pertanian lahan berpasir atau lahan kering.
Aplikasi itu bertujuan meningkatkan efisiensi penggunaan air, mempertahankan keseimbangan kelembaban tanah, mengurangi jumlah penyiraman, dan meningkatkan produktivitas tanaman.
“SWA sudah digunakan pada tanaman bawang merah pada lahan berpasir di dekat Pantai Samas, Bantul, DIY, yang dapat mengurangi frekuensi penyiraman dari dua kali per hari menjadi satu kali per tiga hari. Pemakaian SWA juga dapat meningkatkan performa tanaman,” katanya.
Seminar dan lokakarya FNCA yang berlangsung hingga 12 Februari 2015 itu diikuti delegasi dari delapan negara, yakni Bangladesh, Malaysia, Filipina, Kazakhstan, Thailand, Vietnam, Jepang, dan Indonesia. (Ant)
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...