Hasil SEA Games: Saatnya Koreksi Total
SATUHARAPAN.COM – Pesta olahraga bangsa-bangsa Asia Tenggara di Singapura tahun 2015 telah berakhir. Thailand sukses sebagai juara umum, mengulangi sukses pada perhelatan serupa dua tahun lalu di Mayanmar. Namun Indonesia tampil makin merosot dengan hanya menempati urutan kelima.
Indonesia hanya memperoleh 47 medali emas, 61 perak, dan 74 perunggu. Sementara dua tahun sebelumnya di Myamnar Indonesia berada pada urutan keempat, memperoleh 65 medali emas, 84 perak dan 111 perunggu. Pada SEA Games 2011 di Palembang, Indonesia (sebagai tuan rumah) menjadi juara umum dengan 182 emas, 151 perak, damn 143 perunggu.
Sejak diselenggarakan pertama pada Desember 1959, atau telah 28 diselenggarakan, Indonesia pernah sebanyak 10 kali menjadi juara umum. Namun pada SEA Games terakhir ini prestasi olahraga Indonesia berada pada posisi paling rendah dalam ajang prestasi di kalangan negara-negara ASEAN.
Meskipun Indonesia termasuk negara terbesar, dalam berbagai hal dan terutama dari jumlah penduduk, kali ini prestasi olahraga Indonesia berada di bawah Tahiland, Singapura, Vietnam dan Malaysia. Bahkan untuk beberapa cabang, termasuk sepak bola, penampilan atlet Indonesia jauh dari mengesankan.
Cermin Situasi Indonesia
Kemerosotan prestasi ini mencerminkan kemerosotan kehidupan bangsa Indonesia. Prestasi olahraga adalah salah satu indikator dari situasi sebenarnya dari kondisi negara bersangkutan. Apalagi ini menyangkut pesta olahraga dengan menampilkan begitu banyak cabang.
Oleh karena itu, buruknya perstasi di ajang SEA Games ini tidak boleh sepenuhnya hanya ditujukan kepada para atlet dan pelatih. Mereka telah berupaya untuk mencapai prestasi secara maksimal. Dalam permainan yang fair, tidak ada atlet yang ingin jadi pecundang. Lagi pula hasil di lapangan adalah cerminan dari proses panjang sebelumnya.
Situasi ini harus dihadapkan dan sebagai koreksi bagi seluruh warga bangsa ini dan menjadikan capaian di SEA Games sebagai cerminan kehidupan bangsa. Penampilan para atlet adalah representasi penampilan bangsa dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan demikian, evaluasi dan koreksi ini juga harus menyangkut keseluruhan bangsa ini, terutama pada pemerintahan.
Kalau kita berani bercermin, sebenarnya banyak masalah di mana kita dijadikan ‘’pecundang’’ oleh bangsa lain. Bukan hanya soal olahraga, tetapi juga dalam masalah ketenagakerjaan, keamanan, pengamanan informasi, penanganan kriminalitas, bahkan dalam negosiasi bisnis.
Berhenti Saling Mempecundangi
Hal itu terjadi karena di dalam negeri kita terus membuang energi untuk konflik internal, bahkan saling ‘’mempecundangi’’. Di tingkat daerah maupun pusat pemerintahan terus terlibat dalam sengketa dan beda pendapat, terutama dalam perebutan kekuasaan, yang justru melemahkan kondisi kita.
Soal korupsi, misalnya, banyak sekali energi yang terbuang untuk mengatasi kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang pada level elite pemerintahan. Di pemerintahan daerah, seperti di DKI Jakarta, hambatan untuk meningkatkan pelayanan pada rakyat justru terhalang oleh perilaku buruk di kalangan pemerintahan dan birokrasi. Hal itu berimbas secara nyata dalam kehidupan masyarakat, termasuk dalam olahraga.
Di bidang olahraga, pemangku kepentingan di cabang sepak bola justru menunjukkan intensitas yang terus meninggi dalam konflik dan bukan intensitas dalam kinerja dan prestasi. Bahkan dalam banyak cabang olahraga, atlet dan pelatih sering diposisikan tidak lebih penting ketimbang mereka yang hanya mencari keuntungan sendiri.
Selama situasi ini terus merundung bangsa Indonesia, prestasi olahraga tidak akan membaik, bahkan dalam pergaulan antar bangsa menganai berbagai hal, juga tidak akan menjadi lebih baik. Dalam kompetisi, termasuk olahraga, selalau ada yang lebih unggul (atau menang) dan yang lain kurang unggul (atau kalah), tetapi ada perbedaan antara dikalahkan dan kalah dengan bermartabat.
Capaian kita di SEA Games sudah cukup untuk kita melakukan koreksi diri. Fokusnya bukan pada menyalahkan orang atau pihak lain, tetapi kesediaan berubah dan memperbaiki diri pada setiap pihak. Sebab dalam kompetisi antar bangsa, termasuk dalam olahraga, di dalam (negeri) semangat yang muncul haruslah kerja sama, dan di luar (global) semangat yang muncul adalah kompetisi, bukan sebaliknya.
Obituari: Mantan Rektor UKDW, Pdt. Em. Judowibowo Poerwowida...
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Mantan Rektor Universtias Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, Dr. Judowibow...