Hentikan Pekerja Migran Diperlakukan Sebagai Komoditas
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Gereja-gereja menyampaikan pernyataan bahwa pekerja migran telah direduski menjadi komoditas belaka, dan mereka diperdagangkan serta dipertukarkan dalam pasar global.
Pernyataan itu menyerukan dihentikan hal tersebut yang disebut sebagai pelanggaran berat terhadap martabat manusia.
Hal itu merupakan bagian dari deklarasi yang dikeluarkan pada bagian kedua Dialog Tingkat Tinggi Peserikatan Bangsa-bangsa (PBB) atau United Nations High Level Dialogue tentang Migrasi Internasional dan Pembangunan di New York, Amerika Serikat.
Deklarasi yang dekeluarkan pada 2 Oktober lalu itu merupakan bagian dari 17 butir advokasi yang dikembangkan oleh 100 orang perwakilan dari 60 gereja, kelompok ekumenis dan organisasi migran dalam konsultasi dengan PBB. Tema konsultasi itu adalah “Orang Lain Adalah Tetangga Saya.”
Dalam dialog tersebut diungkapkan bahwa dialog harus bermakna bagi kehidupan para migran, dan mereka harus menjadi subjek bagi kehidupan mereka, serta menempatkan sebagai hal yang utama tentang hak dan kesejahteraan mereka.
Peserta konsultasi itu mendesak negara-negara anggota PBB untuk segera meratifikasi Konvensi Internasional PBB tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya, dan Konvensi ILO 189 tentang Kerja Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga.
Konsultasi itu juga menyerukan dihentikannya sikap mengelompokkan migran sebaga ancaman keamanan nasional.
Dr. Deenabandhu Manchala dari Dewan Gereja-gereja Dunia (World Coucil of Churches / WCC) mengajak gereja-gereja untuk mengekspos penyalahgunaan migran dan mengangkat isu tentang tealitas migrasi yang dipaksa.
“Kasih Krosten untuk sesama. Jika hanya ditujukan dalam lingkaran keakraban, mengabaikan mereka yang dianggap sebagai orang lain dan merendahkan mereka, hal itu mengkhianati esensi panggilan orang Kristen,” kata dia. Sebelumnya dia mengungkapkan tentang perumpamaan orang Samaria yang baik hati.
Perbudakan Moderen
Dalam pertemuan itu, Garry Martinez, ketua organisasi Migrante International di Filipina menyebutkan bahwa migrasi paksa adalah sebuah anomali. “Era sekarang adalah era perbudakan moderen di mana pemerintah membutuhkan uang, dan terus mendorong migran dan keluarganya dalam kondisi yang sebagian kejam. Namun oleh desakan ekonomi, pemerintah mengambil uang yang susah payah dikirim oleh pekerja migran,” kata dia.
“Tidak akan ada hak asasi manusia jika mihrasi karena kebutuhan dan bukan karena pilihan. Migran pada awalnya adalah manusia sebelum mereka menjadi pekerja. Mereka tidak hanya statistik untuk menunjang produk domestik bruto suatu negara,” kata dia. (oikoumene.org)
Editor : Sabar Subekti
Israel Pada Prinsipnya Setuju Gencatan Senjata dengan Hizbul...
YERUSALEM, SATUHARAPAN.COM-Siaran media Kan melaporkan bahwa Israel pada prinsipnya telah menyetujui...