Hentikan Pelemahan dan Kriminalisasi terhadap KPK
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Penyakit korupsi di Indonesia dinilai masih menjadi problema besar. Upaya-upaya melawan korupsi juga sudah dilakukan berbagai elemen bangsa, termasuk komunitas agama. Namun, sampai saat ini masih banyak upaya-upaya pelemahan terhadap gerakan pemberantasan korupsi tersebut.
Merespons perkembangan itu, para tokoh dari lintas iman prihatin dan tergerak untuk menyatakan seruan dan sikap. Pada hari Kamis (4/2), di Rumah Pergerakan Griya Gus Dur, Jakarta, para tokoh dari berbagai agama dan kepercayaan membacakan pernyataan bersama yang diberi tema, “Hentikan Pelemahan dan Kriminalisasi terhadap Pemberantasan Korupsi”.
Mereka sepakat memberikan contoh bentuk-bentuk pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi, salah satunya adalah pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kriminalisasi terhadap mantan komisioner dan penyidiknya, Bambang Wijayanto dan Novel Baswedan. Bentuk pelemahan dan kriminalisasi tersebut dinilai tetap berlangsung hingga kini.
Posisi kasus hukum yang menimpa mantan Komisioner KPK, Bambang Wijayanto terus berlanjut dan dinyatakan P-21 (lengkap). Sementara, proses hukum terhadap Novel Baswedan, Penyidik KPK, memasuki babak baru. Berkas Novel dilimpahkan ke pengadilan, meskipun belakangan ini ditarik kembali.
Selain itu, pelemahan pemberantasan korupsi juga bisa dilihat dari upaya revisi UU KPK dengan memasukkan empat poin revisi, diantaranya pembentukan dewan pengawas KPK, penambahan kewenangan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), pengaturan tentang penyadapan, serta kewenangan bagi KPK untuk mengangkat penyidik sendiri.
Dalam kasus komisioner dan penyidik KPK, diduga terjadi kriminalisasi sebagai bagian dari rangkaian pelemahan pemberantasan korupsi. Dalam kasus Novel, Ombudsman RI menyimpulkan terjadi rekayasa dan proses yang tidak sesuai hukum dengan penggunaan alat bukti yang tidak relevan. Ombudsman merekomendasikan kepada Kejaksaan RI untuk menghentikan proses hukum. Dalam berbagai kesempatan, Presiden Jokowi juga telah memerintahkan kepada kepolisian untuk menghentikan upaya kriminalisasi terhadap KPK.
Pada kesempatan itu, para tokoh lintas iman meminta Presiden Jokowi mengambil langkah tegas, tepat, dan terukur mengatasi pelemahan dan kriminalisasi terhadap KPK, serta untuk terus secara sungguh-sungguh memimpin pemberantasan korupsi sebagaimana dinyatakan dalam berbagai kesempatan dan janji-janji selama masa kampanye.
“Pak Jokowi dulu berjanji untuk memberantas narkoba dan korupsi, tapi yang nyata-nyata terjadi sekarang adalah bahwa korupsi masih eksis dan bertengger dengan jayanya di negara ini. Oleh karena itu, Pak Jokowi sebagai presiden yang kita angkat bersama harus bertindak dengan setegas tegasnya untuk memberantas korupsi, artinya, untuk memimpin pemberantasan korupsi,” ujar Shinta Nuriyah Wahid, istri Presiden Keempat RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Para tokoh lintas iman juga mendorong semua pihak agar menghentikan pelemahan dan kriminalisasi terhadap pemberantasan korupsi, baik melalui revisi UU KPK, maupun kriminalisasi mantan komisioner dan penyidik KPK yang saat ini masih berlangsung, serta menyerukan seluruh tokoh agama dan organisasi-organisasi keagamaan untuk terus menyuarakan gerakan memberantas korupsi dalam rangka mewujudkan masyarakat dan pemerintahan yang bersih.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Berjaya di Kota Jakarta Pusat, Paduan Suara SDK 1 PENABUR Be...
Jakarta, Satuharapan.com, Gedung Pusat Pelatihan Seni Budaya Muhammad Mashabi Jakarta Pusat menjadi ...