Hentikan Peradilan Sesat Kasus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Koalisi Pemantau Peradilan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KPP-KKB) Kamis (31/10) mengeluarkan siaran pers terkait banyaknya pelanggaran pada peradilan kasus kebebasan beragama dan berkeyakinan (KKB) di Indonesia. Mereka mendesak aparat penegak hukum (Mahkamah Agung, Komisi Yudisial dan Kepolisian) supaya menjalankan tugasnya dengan adil dan menindak oknum-oknum yang melanggar.
Pelanggaran terhadap hak-hak korban banyak ditemukan dalam proses peradilan kasus-kasus KBB. Pelanggaran terjadi di sejumlah tahapan peradilan, mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan. Contohnya, kasus Cikeusik yang dialami anggota jemaat Ahmadiyah Deden Sujana dan Kasus Syiah Sampang yang dialami Tajul Muluk.
Pada persidangan keduanya, hakim berpihak pada pelaku kekerasan dalam bentuk pernyataan dan pertanyaan yang mengintimidasi korban. Proses peradilannya selalu berada di bawah tekanan massa, baik di luar maupun di dalam ruang pengadilan.
Kasus serupa juga terjadi dalam kasus lain yang tengah diadili seperti kriminalisasi pimpinan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia Bekasi, Pendeta Palti. Semula Palti didakwa melakukan penganiayaan dan perbuatan tak menyenangkan. Kini berubah mejadi perbuatan tindak pidana ringan.
Tidak hanya dalam kasus pidana, proses peradilan kasus-kasus perdata juga kerap diwarnai tekanan massa melalui pernyataan-pernyataan kebencian dan ancaman-ancaman yang bisa mempengaruhi independensi putusan hakim. Ini dialami dalam beberapa persidangan yang tengah berjalan di kasus IMB gereja Katolik St. Stanislaus Kostka, Jatisampurna, Bekasi dan kasus penggembokan dan pemagaran dengan seng Masjid Al-Misbah (Ahmadiyah), Jatibening, Bekasi, di PTUN Bandung.
Proses peradilan dalam kasus-kasus korban KBB tersebut jelas bentuk pelanggaran terhadap asas peradilan yang adil dan tak memihak (fair trial). Bentuk peradilan yang sesat, karena tidak melindungi hak-hak korban. Sejauh ini pelanggaran-pelanggaran tersebut hanya didiamkan negara, tanpa dievaluasi dan dikoreksi.
Oleh karenanya, Koalisi Pemantau Peradilan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan:
1. Mendesak Ketua Mahkamah Agung memberikan sanksi terhadap hakim-hakim yang diduga melakukan pelanggaran dalam proses persidangan kasus-kasuk KBB;
2. Mendesak Kapolri memastikan aparat-aparat penyidik menghindari pola-pola kriminalisasi keyakinan dan memerintahkan bidang pengawasan internal memeriksa mereka yang diduga melanggar;
3. Mendesak Komisi Yudisial memeriksa kasus-kasus pelanggaran etika hakim dalam kasus-kasus KBB;
4. Mendorong masyarakat sipil dan media massa ikut mengawasi jalannya peradilan kasus KBB karena hak dan kebebasan segenap warga negara untuk beragama, berkeyakinan, dan beribadah dijamin konstitusi dan Kovenan Hak Sipil dan Politik yang sudah diratifikasi.
KPP-KKB terdiri dari lembaga-lembaga independen seperti ELSAM, The Wahid Institute, SETARA Institute, LBH Makassar, LBH Banda Aceh , LBH Bandung, LBH Jakarta, LBH Surabaya, Perkumpulan 6211, CMARs – Center for Marginalized Communities Studies- Surabaya, AMAN Indonesia, Koalisi NGO HAM Aceh, HKBP Filadelfia – Bekasi, Lembaga Studi Kemanusiaan NTB – Lensa, YLBHU – Sampang, FAHMINA – Cirebon, Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat Sulsel – LAPAR, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komunitas Tikar Pandan – Aceh.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...