Heri Dono “Serang Balik” Kolonialisasi Lewat Seni
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Seniman Heri Dono yang akan mewakili Indonesia di La Biennale, Venesia, Italia berupaya “menyerang balik” sudut pandang kolonialisasi Eropa atas sejumlah Negara Timur termasuk Indonesia lewat karya seninya bertema Voyage.
“Voyage ini adalah `serangan balik` dengan Timur itu tidak hanya menjadi objek tetapi juga subjek yang punya suara penting dalam percaturan global di masa lalu,” kata Heri di Jakarta Pusat, Sabtu (7/2).
Karya seninya itu sendiri akan dipamerkan pada 9 Mei-22 November 2015.
Menilik lokasinya di Venesia membuat isi dari instalasi seni itu akan langsung disaksikan oleh para peminat seni dan pengunjung pameran yang berasal dari seluruh dunia, terutama dari Eropa.
La Biennale itu sendiri menjadi salah satu ajang pameran seni kontemporer tertinggi di dunia sehingga Heri menganggap ajang itu sangat penting. “Saya tidak menyangka pada 1991 menjadi pengunjung dan kini menjadi orang yang memamerkan karya,” katanya.
Pameran itu, kata Heri, tidak hanya menyajikan artistik saja tetapi ada pesan terkait sudut pandang orang Timur yang dijajah oleh orang Eropa. Pesan disampaikan secara halus dan tidak menyinggung secara frontal tapi tetap mengena.
Salah satu instalasi yang ada adalah teleskop. Teropong jarak jauh saat diintip oleh para pengunjung maka akan menyajikan material-material kolonialisasi seperti rambut palsu yang biasa dipakai oleh hakim di Eropa.
Terdapat juga periskop tentang masa lalu yang di dalamnya ada simbol-simbol penjajahan seperti rempah-rempah dan VOC.
“Pengunjung dapat mengetahui bagaimana kita sebagai orang jajahan melihat negara penjajah di masa lalu,” kata dia.
Melalui Voyage itu, Heri beserta tim juga akan menghadirkan instalasi Trojan Komodo (Trikomod) yang mengajak untuk memikirkan ulang tentang hubungan antara globalisasi dan budaya lokal.
“Nantinya Trikomod itu akan memiliki bentuk futuristik, jadilah perpaduan masa lalu dan terkini. Komodo sendiri adalah hewan purba yang disebut sebagai `the last dragon` (naga terakhir). Sementara Trojan itu terkenal dengan serangan perang yang dimulai secara diam-diam tapi efeknya besar,” kata dia.
Lewat Voyage, Heri mencatat pergerakan dan tanda-tanda yang ditemui sepanjang sejarah peradaban manusia dan bagaimana mereka memengaruhi orang-orang di sebuah kawasan kepulauan di garis khatulistiwa yang kemudian menjadi Indonesia.
Dalam prosesnya, Voyage memerlukan waktu dua bulan dalam penggodokan ide termasuk riset. Pada pekan depan, dikatakan Heri apabila pengerjaan seluruh instalasi pameran itu akan rampung 90 persen. (Ant)
Puluhan Anak Muda Musisi Bali Kolaborasi Drum Kolosal
DENPASAR, SATUHARAPAN.COM - Puluhan anak muda mulai dari usia 12 tahun bersama musisi senior Bali be...