Hilangnya Dokumen Munir Dinilai Perlu Diproses Hukum
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dewan Pembina Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia Busyro Muqoddas mengatakan kabar hilangnya dokumen tim pencari fakta kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir perlu diproses hukum oleh kepolisian.
"Barang siapa menghilangkan dokumen negara dia bisa diproses, dokumen negara kok sampai hilang," kata Busyro seusai penutupan "Anti Corruption Summit (ACS) 2016" di Yogyakarta, hari Rabu (26/10).
Menurut Busyro penyelesaian kasus pembunuhan Munir tidak boleh ditunda dan harus segera diselesaikan sebab kasus yang terjadi pada 2004 itu telah mencoreng nama Indonesia di kancah internasional khususnya dalam lingkup isu HAM.
"Kepada pemerintah sekarang maupun juga mantan presiden SBY, kasus sudah tidak bisa ditunda lagi karena itu merupakan sebuah tragedi kemanusiaan yang sempurna," kata mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.
Namun demikian, ia menilai penyelesian kasus itu tetap bergantung pada kemauan kuat dari pemerintah. "Ini tergantung ada "poilitical will" berbasis kejujuran dari pemerintah atau tidak," kata dia.
Pemerintah Indonesia, menurut dia, perlu berkaca kepada Belanda yang justru memberikan kepedulian khusus terhadap tragedi pembunuhan Munir yang terjadi pada 2004. Hal itu dibuktikan dengan penggunanan nama "Munir" sebagai nama salah satu jalan protokol di negara kincir angin itu.
"Belanda sendiri memberikan penghormatan. Indonesia malah upayanya seperti sekarang," kata dia.
Istana Hargai Langkah SBY
Istana Kepresidenan melalui Sekretaris Kabinet Pramono Anung menghargai langkah mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kematian aktivis HAM Munir.
"Pemerintah dalam hal ini memberikan apreasi atas apa yang sudah disampaikan Pak SBY maupun Pak Sudi (Silalahi) secara terbuka," kata Pramono Anung di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, hari Rabu (26/10).
Kenyataan bahwa dokumen asli tersebut ternyata belum ditemukan sampai hari Rabu, Presiden Jokowi sudah menugaskan Jaksa Agung M Praetyo untuk menelusuri keberadaannya.
Dari penelusuran Jaksa Agung itu diharapkan ditemukan titik terang.
"Menjadi jelas tanpa harus menyalahkan siapa pun sehingga dengan demikian Presiden sudah menugaskan Jaksa Agung untuk menelusuri, mencari, dan mendapatkan dokumen aslinya," katanya.
Sebagaimana telah disampaikan SBY maupun Sudi Silalahi, sejatinya isi dokumen tersebut sudah menjadi konsumsi publik secara terbuka.
Dengan begitu, semua pihak sudah mengetahui pada posisi yang sebenarnya sehingga menurut Pramono, tidak perlu untuk menyalahkan siapa pun dalam persoalan ini.
"Kami meyakini (salinan dokumen itu), karena teman-teman di TPF ini juga masih ada semua sehingga dengan demikian mungkin secara formal bisa direkonstruksi kembali untuk mendapatkan hal itu, yang pentingkan itu menjadi dokumen yang sah," katanya.
Pemerintah sendiri sampai saat ini masih menunggu hasil penelusuran Jaksa Agung untuk mendapatkan laporan resmi. (Ant)
Tentara Ukraina Fokus Tahan Laju Rusia dan Bersiap Hadapi Ba...
KHARKIV-UKRAINA, SATUHARAPAN.COM-Keempat pesawat nirawak itu dirancang untuk membawa bom, tetapi seb...