Hilmar Farid Dirjen Kebudayaan yang Baru
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, melantik Direktur Jenderal Kebudayaan yang baru, Hilmar Farid, menggantikan Kacung Marijan.
Hilmar, sejarawan, pengajar, dan aktivis yang dikenal sebagai Ketua Perkumpulan Praxis itu, dilantik di Plaza Insan Berprestasi Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, pada Kamis (31/12).
Selain melantik Direktur Jenderal Kebudayaan yang baru, Mendikbud juga melantik tiga pejabat Eselon I dan Eselon II. Ketiga Pejabat tersebut ialah Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Dadang Suhendar; Staf Ahli Mendikbud Bidang Pembangunan Karakter, Arie Budhiman; dan Kepala Pusat Pengembangan Film, Maman Wijaya.
Sebelum resmi dilantik, Pejabat Eselon I dan Eselon II telah melewati proses seleksi terbuka dengan tim Panitia Seleksi.
Ketua dan Anggota Panitia Seleksi antara lain mantan pemimpin KPK Erry Riana Harjapamekas, tokoh pendidikan Henny Supolo, Rozan Anwar, Prof Zaki Baridwan, dan Prof Dr Ainun Naim, untuk Direktur Jenderal Kebudayaan dan Kepala Pusat Bahasa dan Staf Ahli.
Sementara panitia seleksi untuk Kepala Pusat Pengembangan Perfilman adalah Niniek L Karim, Slamet Rahardjo, Philips J Vermonte, Mieke Malaon. Serta ada pula tim panel ahli yang memeriksa kompetensi teknis, yaitu Marseli, Kemala Atmojo, dan Seno Gumira Ajidarma.
Ucapan selamat pun mengalir dari sejumlah pesohor negeri, termasuk dari sutradara Joko Anwar dalam akun Twitter @jokoanwar, "Dilantik hari ini di Kemendikbud: @hilmarfarid sbg Dirjen Kebudayaan. Maman Wijaya sbg Ka. Pusat Pengembangan Perfilman. Selamat bertugas."
Profil Hilmar Farid
Sebagai sejarawan dan pengkaji kebudayaan, Hilmar Farid aktif di Asian Regional Exchange for New Alternatives (ARENA) dan di Inter-Asia Cultural Studies Society sebagai editor.
Tulisannya tentang sejarah, seni, kebudayaan, film, politik, dan buruh, tersebar di berbagai terbitan jurnal, majalah, koran dan buku. Pada Maret 2012, ia dan rekan-rekannya membentuk Relawan Penggerak Jakarta Baru (RPJB) yang bertujuan menyosialisasikan Pilkada Jakarta 2012 tanpa keterlibatan uang, dan mendukung serta mengkampanyekan figur yang layak dipilih dalam pilkada tersebut.
Pada 2012, bukunya berjudul Kisah Tiga Patung diterbitkan oleh Indonesia Berdikari.
Ia meraih gelar doktor di bidang kajian budaya di National University of Singapore pada Mei 2014, dengan disertasi berjudul "Rewriting the Nation: Pramoedya and the Politics of Decolonization" yang akan segera terbit dalam bentuk buku.
Sejak akhir 1990-an, sejumlah institusi pendidikan tinggi di luar Indonesia mengundangnya menjadi pembicara, antara lain: National Tsing Hua University (Hsinchu, Taiwan), Shanghai University, China Academy of Art (Hangzhou), Sungkonghoe University (Seoul), University of the Philippines, Ateneo de Manila University, Australian National University, Leiden University, University of Amsterdam, Centre for the Study of Culture and Society (Bangalore), University California Los Angeles, dan University California Berkeley.
Pada Maret 2014, bersama sejumlah pakar, ia merumuskan dan bertindak sebagai ketua panitia simposium nasional bertajuk “Jalan Kemandirian Bangsa” yang bertujuan merumuskan semacam “GBHN” bagi pemerintahan Joko Widodo yang saat itu baru saja diumumkan akan maju dalam Pilpres 2014.
Pada 31 Desember 2015, ia dilantik menjadi Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Republik Indonesia. (Ant/hilmarfarid.com)
Editor : Sotyati
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...