HIPKI Minta Pemerintah Larang Ekspor Buah Kelapa
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Wakil Ketua Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI), Amrizal Indroes, meminta pemerintah untuk membuat paket kebijakan yang melarang ekspor buah kelapa ke luar negeri.
Permintaan itu dia sampaikan dalam acara "Dialog Pengembangan Komoditas dan Wacana Tata Niaga Kelapa” di Menara Kadin, Jakarta, hari Kamis (21/4).
Menurut HIPKI, regulasi pelarangan ekspor bahan baku industrial dalam negeri bukan hal yang baru. Komoditi rotan raw juga dilarang, serta kayu dan beberapa bahan industrial karet.
“HIPKI meminta instrument tersebut karena kita tidak mau kehilangan nilai tambah atau added value dari kelapa tersebut bila dijual dalam bentuk utuh,” katanya.
Dia menjelaskan alasan pelarangan ekspor buah kelapa itu dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan industri di dalam negeri. Pasalnya, industri di dalam negeri kekurangan bahan baku karena program hilirisasi kelapa.
“Kami mengusulkan kepada pemerintah untuk pelarangan ekspor buah kelapa. Karena kita butuh untuk kebutuhan industri di dalam negeri. Industri di dalam negeri kekurangan bahan baku, karena program hilirisasi kelapa,” katanya.
“Larangan ekspor itu, kita melarang seluruh penjualan kelapa segar, kelapa bulat yang sudah dikupas, yang sabutnya sudah dibuang, itu dilarang. Jadi tidak dibolehkan menjual ke luar negeri,” dia menambahkan.
Amrizal beralasan tidak ingin membiarkan bahan baku kelapa Indonesia itu dijual ke luar negeri dan diolah oleh orang negara lain yang tidak punya kelapa namun memiliki alat pengolahannya.
“Kan kalau kita jual raw material kan bahan baku kita hilang,” katanya.
Dia mengaku dampak dari pelarangan ekspor kelapa itu akan meningkatkan produktivitas industri dalam negeri dan devisa Indonesia akan naik.
“Tentu ada konsekunsinya, kemungkinan besar harga di tingkat petani kelapa akan turun. Kenaikannya kalau kita full capacity – yang lost itu (kekurangan bahan baku) sekarang 3,5 miliar – itu bisa naik hampir 1,3 miliar dolar AS kita bisa tambahkan dari itu per tahun yang diekspor,” katanya.
Sementara itu ketika ditanya satuharapan.com terkait ketidaksetujuan para petani kelapa terhadap usulan pelarangan ekspor kelapa itu, Amrizal justru menyambut positif ketidaksetujuan para petani tersebut.
“Petani yang tidak setuju, saya tanggapi sangat positif justru itu yang menjadi input bagi kita,” katanya.
“Jadi bahwa industri itu tidak boleh semena-mena harus berbagi keuntungan. Itu makanya kami meluncurkan harga minimal,” dia menegaskan.
Saat ini, Indonesia tengah dilanda krisis buah kelapa. Indonesia merupakan salah satu negara produsen kelapa terbesar dunia dengan rata-rata produksi sebesar 12,9 miliar butir per tahun.
Krisis kelapa ini terjadi karena banyaknya pohon kelapa yang sudah tua dan tidak produktif lagi. Sementara, permintaan terhadap kelapa cukup besar, baik untuk pasar lokal maupun ekspor.
Selama periode 2015-2016 harga buah kelapa segar di pasar tradisional mengalami kenaikan dari Rp 2.500-Rp 3.000 kini menjadi Rp 8.000 per buah.
Editor : Eben E. Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...