HRWG Lucurkan Buku Pegangan Pemda Lindungi Hak Beragama
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Human Rights Working Group (HRWG) meluncurkan buku terbarunya berjudul Pemerintah Daerah Dalam Perlindungan Hak Beragama Atau Berkeyakinan di Aula Kementerian Agama, Jakarta Pusat, hari Senin (30/11).
"Kehadiran buku ini pada dasarnya tidak luput dari perhatian kita bersama terhadap bangsa Indonesia yang mengalami banyak ujian dalam hal kehidupan beragama," kata Direktur Eksekutif HRWG Rafendi Djamin dalam kata sabutannya di Aula Kementerian Agama.
Menurut Rafendi sebagaimana banyak negara, termasuk di Eropa dan Amerika, Indonesia saat ini tengah mengalami masalah serius dalam hal toleransi beragama, diskriminasi berdasarkan agama, hingga penggunaan agama sebagai alat justifikasi untuk melakukan kekerasan.
"Keperihatinan itu muncul di tengah kehidupan masyarakat dunia yang semakin terbuka, terkoneksi di dunia maya, dan semakin plural dengan tingkat perpindahan penduduk yang semakin tinggi," kata dia.
Dengan demikian, kata Rafendi telah menjadi keharusan bagi bangsa ini untuk membangun masyarakat yang saling menghormati satu sama lain, tanpa memaksakan kehendak pribadi, serta mengakui eksistensi keragaman entitas individu atau kelompok dengan pilihan mereka masing-masing.
"Di sisi yang lain, negara memiliki kewajiban untuk menghormati dan melindungi hak-hak setiap orang tersebut, tanpa diskriminasi, sebagaimana telah dijamin di dalam Konstitusi kita," kata dia.
"Buku pedoman ini disusun sebagai upaya bersama yang dilakukan oleh HRWG, Ditjen. HAM Kemenhukham dan Pusat Kerukunan Umat beragama (PKUB) Kemenag, untuk meningkatkan perlindungan hak beragama atau berkeyakinan di Indonesia," dia menambahka.
Sejumlah riset, kata Rafendi termasuk pula yang dilakukan oleh HRWG, menunjukkan bahwa pelanggaran hak beragama terjadi, setidaknya disebabkan oleh dua hal bila dilihat dari sisi pemerintah sebagai pemangku kewajiban.
Pertama, kata Rafendi bahwa Pemerintah dalam beberapa kasus memang bias dan diskriminatif terhadap kelompok agama atau keyakinan tertentu, sehingga kebijakan yang dikeluarkan pun bersifat diskriminatif, bahkan koersif (dengan kekerasan, Red).
Kedua, lanjut Rafendi di lain pihak, pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk mengelola keragaman, menjamin hak-hak beragama, sehingga harus bersikap intoleran dan diskriminatif karena kuatnya desakan kelompok sipil yang intoleran. Walaupun, secara tegas konstitusi menjamin hak setiap orang untuk beragama sesuai dengan keyakinannya.
"Dengan mendasarkan pada dua kecenderungan di atas, buku ini dihadirkan untuk meminimalisasi pelanggaran yang ada dalam hal jaminan KBB, dengan harapan dapat menjadi pegangan bagi pemerintah daerah ketika menghadapi kasus-kasus yang berkaitan dengan KBB," kata dia.
Rafendi berpendapat bahwa untuk menguatkan justifikasinya, buku ini merangkum berbagai sumber nilai, di antaranya adalah Pancasila, Konstitusi, peraturan perundang-undangan, instrumen HAM internasional, serta kesepakatan-kesepakatan masyatakat dunia terhadap tatanan kehidupan yang toleran dan damai. Termasuk pula dalam hal ini adalah Resolusi 16/18 Dewan HAM PBB yang salah satu pelopornya adalah Pemerintah Indonesia dengan negara-negara OKI.
"Harapannya, buku pedoman ini tidak hanya memiliki justifikasi normatifnya," kata dia.
Namun, kata Rafendi juga daya dorong dan legitimasi kultural bagi pemerintah Indonesia, terkhusus pemerintah daerah.
"Terima kasih kami sampaikan kepada Tim Penulis yang telah berjibaku menyelesaikan buku ini secara tuntas, baik penulis dari PKUB, Ditjen HAM, ataupun dari masyarakat sipil. Kami berharap kolaborasi sinergis dan critical engagement ini dapat terus dilanjutkan pada masa yang akan datang. Kepada TAF kami sampaikan pula ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya karena telah mendukung program ini dan tentunya selalu berharap agar dapat terus bekerja sama secara baik untuk pemenuhan dan perlindungan HAM di Indonesia, secara khusus dalam bidang KBB," kata dia.
"Kami sangat menyadari bahwa ada banyak kekurangan yang ada pada buku tersebut dan tentunya akan terus disempurnakan pada masa yang akan datang," dia menambahkan.
Editor : Bayu Probo
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...