Hukuman Saat PSBB Dinilai Tak Manusiawi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - KontraS menyoroti bentuk hukuman tidak manusiawi yang merendahkan martabat manusia dalam penegakan protokol kesehatan dalam rangka pencegahan penyebaran corona di sejumlah daerah.
KontraS mencatat 10 peristiwa pemberian sanksi yang memberikan penderitaan atau merendahkan martabat manusia sejak pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah sejak April 2020.
Sanksi tersebut antara lain pemukulan rotan dan pemberian rasa takut seperti dimasukkan peti mati dan turut memakamkan jenazah positif corona.
Staf Biro Penelitian Pemantauan dan Dokumentasi KontraS, Rivanlee Anandar mengatakan, tindakan ini juga menunjukkan kebijakan pemerintah daerah tidak berdasar pada ilmu pengetahuan dalam menekan penularan corona.
"Peti mati juga terjadi di beberapa daerah. Artinya melihat contoh atau perilaku yang terjadi di Jakarta itu bisa jadi contoh juga di daerah lain," jelas Rivanlee kepada VOA, Kamis (17/9).
Rivanlee menambahkan kasus merendahkan martabat terbanyak terjadi di wilayah Jawa Barat dengan tiga kasus, disusul DKI Jakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Papua, Kalimantan Selatan dan Maluku masing-masing satu kasus.
Adapun aktor yang terlibat beragam mulai dari Satpol PP, polisi, dan TNI.
KontraS Kritisi Keterlibatan TNI dalam Awasi PSBB
KontraS juga menyoroti pelibatan TNI dalam penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahap dua di Jakarta. Menurutnya, TNI merupakan lembaga negara yang seharusnya difokuskan pada kerja-kerja pertahanan.
Di samping itu, tidak ada indikator atau alat ukur efektivitas pelibatan TNI dalam penanganan pandmei. Akibatnya, pelibatan TNI tidak juga menjawab masalah corona yang kasusnya terus meningkat.
"Peran mereka ketika menjemput orang positif Covid-19 itu terlalu dalam. Bahkan di beberapa mall sampai mengukur suhu manusia," tambahnya.
Senin (14/9/2020) lalu, pemerintah provinsi DKI Jakarta memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan ini berdasar pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta nomor 88 tahun 2020.
Dalam keterangannya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan warga yang menolak isolasi akan dijemput secara paksa oleh petugas kesehatan serta aparat kepolisian dan TNI.
164.000 Orang Dikenai Sanksi Terkait PSBB
Sementara Kelapa Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi DKI Jakarta, Arifin mengatakan, kesadaran warga untuk memakai masker terus meningkat.
Hanya, Satpol PP masih menemui warga kurang tepat dalam memakai masker. Karena itu, pihaknya kini lebih meningkatkan edukasi warga dalam memakai masker dengan benar.
"Seringkali kita temukan masyarakat masih menggunakan masker tidak benar. Ada yang di dagu dan bawah leher. Tentunya ini tidak mempunyai manfaat dalam menghindari penularan Covid-19," jelas Arifin dalam diskusi daring, Kamis (17/9).
Arifin menjelaskan ada sekitar 164 ribu orang yang dikenakan sanksi karena tidak menggunakan masker mulai dari denda hingga kerja sosial. Total denda yang terkumpul dari kebijakan ini mencapai lebih dari Rp 2,4 miliar.
Polisi Bantu Operasi Yustisi
Sementara Kepala Biro Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi (PID) Divisi Humas Polri Moh Hendra Suhartiyono mengatakan polisi hanya membantu pemerintah daerah dalam mendisiplinkan warga untuk menekan kasus corona.
Hal tersebut mengacu pada Inpres Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin Protokol Kesehatan dalam mencegah Covid-19.
"Kita mendukung operasi yustisi. Memang kita ada juga yang harus kita lihat adalah menjunjung kearifan lokal. Sifatnya kita mendidik, meningkatkan disiplin ini bahaya Covid-19," tutur Hendra Suhartiyono.
Hendra menambahkan sanksi-sanksi seperti push up dan masuk peti jenazah merupakan inovasi dari pemerintah daerah.
Senada Wakil Asisten Operasi Panglima TNI, Jorry S Koloay menjelaskan kapasitas TNI hanya membantu pemerintah daerah dalam pencegahan corona. Menurutnya, total ada sekitar 91 ribu anggota TNI yang diterjunkan membantu pemerintah daerah dalam penegakan disiplin masyarakat.
"Kita mengerahkan sekitar 91 ribu pasukan yang terdiri dari tiga angkatan di seluruh Kodam, di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota," jelas Jorry S Koloay.
Pemberlakuan PSBB Tak Akan Berhasil Jika Tanpa Sanksi Tegas
Sementara pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai pemberlakuan PSBB kembali di Jakarta tidak akan berhasil jika tidak dibarengi dengan sanksi yang tegas.
Ia mengusulkan pemerintah daerah menarik denda sebesar Rp 1juta rupiah bagi warga yang tidak menggunakan masker. Termasuk warga yang tidak memakai masker meskipun sendiri di dalam mobil seperti yang viral di media sosial.
"Karena untuk kedisiplinan, tidak ada di seluruh dunia ini, bangsa yang disiplin yang tidak kena denda dahulunya. Jadi saya selalu katakan kalau mau membuat orang disiplin itu tidak diimbau. Tidak kerja bakti, push usp, itu negara terbelakang biasa yang mengerjakan itu," jelas Agus Pambagio kepada VOA, Kamis (17/9).
Pemerintah DKI Jakarta sebenarnya telah memiliki aturan denda sebesar Rp250 ribu bagi warga yang tidak menggunakan masker. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta No 79 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan Covid-19.
Namun, menurut Agus Pambagio, aturan tersebut tidak kuat dan dijadikan dasar untuk menarik denda bagi warga yang tidak menggunakan masker. Sebab, berdasarkan Undang-undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tindak pidana atau denda harus diatur melalui peraturan daerah.
Ia juga mengkritik pemerintah pusat yang juga hanya mengeluarkan surat edaran-edaran dan peraturan menteri dalam mendisiplinkan warga.
Menurutnya, pemerintah harus membuat undang-undang bersama DPR yang mengatur sanksi jika ingin menarik denda dalam mendisiplinkan warga.
"Surat edaran itu hanya untuk internal, kementerian lembaga. Bukan untuk keluar publik, tidak bisa itu. Karena tidak ada bobot hukumnya," tambah Agus Pambagio.
Agus juga menyoroti sejumlah kebijakan pemerintah yang tumpang tindih sehingga membuat masyarakat menjadi bingung. Ia juga mengkritik pemerintah yang menerapkan kebijakan kelaziman baru atau new normal tanpa bukti ilmiah.
Ia pesimistis penanganan corona akan tuntas jika kebijakan pemerintah tidak berdasarkan bukti ilmiah dan tidak melakukan PSBB secara total terutama di wilayah Jawa.
Ia juga menyarankan agar pemerintah mengajak orang kaya Indonesia untuk pulang ke Indonesia dan membantu penanganan corona di berbagai wilayah Indonesia.â
Perlindungan Kesehatan Individu Wajib di Ibu Kota
Juru bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta terkait temuan KontraS dan belum ada tanggapan dari keduanya. Namun, dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Wiku Adisasmito meminta warga yang berada di DKI Jakarta wajib melaksanakan perlindungan kesehatan individu seperti menggunakan masker. Ini untuk menanggapi video warga yang protes ditilang karena tidak menggunakan masker saat sendirian di mobil, yang ramai di media sosial.
"Jadi mohon, agar betul-betul bisa mengikuti peraturan tersebut karena itu adalah bagian dalam upaya melindungi kita semuanya, diri kita dari tertular," jelas Wiku di Kantor Presiden, Kamis (17/9).
Wiku menambahkan pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga tidak mengizinkan isolasi mandiri. Namun, pemerintah telah menyiapkan tempat isolasi mandiri di rumah sakit darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, yaitu tower 4 dan 5. Fasilitas ini memiliki tempat tidur 3.116 unit dan baru terisi 867 orang.
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...