Ibadah Seberang Istana bukan untuk Melawan Pemerintah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pendeta Benget Tambunan menegaskan bahwa kehadiran jemaat GKI Yasmin Bogor dan HKBP Filadelfia Bekasi pada Ibadah di seberang Istana Merdeka bukanlah untuk melawan pemerintah, tetapi melawan pemimpin yang duduk tetapi tidak melindungi rakyat, yang memimpin tetapi tidak mengayomi, yang didukung oleh hukum tetapi tidak menegakkan hukum.
"Kita berkumpul di sini, untuk memperjuangkan hak kita sebagai warga negara, sekaligus memperingatkan negara atas kewajibannya, yang seharusnya memimpin, mengayomi, melindungi, dan menegakkan hukum bagi masyarakatnya yang lemah." kata Pendeta Benget Tambunan dari GKI Ampera Jakarta dalam kotbah Ibadah di seberang Istana Merdeka, Minggu (11/5).
Dengan memperhatikan banyaknya urusan negara yang terbengkalai, menurut Pendeta Benget, seringkali itu adalah urusan yang menyangkut orang kecil, tetapi kalau itu menyangkut orang besar, maka dengan cepat hukum diperlakukan.
Lebih dari dua tahun, setiap dua pekan, jemaat GKI Yasmin Bogor dan jemaat HKBP Filadelfia Bekasi melakukan ibadah di seberang Istana Merdeka Jakarta, karena rumah ibadah mereka masih disegel oleh Pemerintah Kota Bogor dan Pemerintah Kabupaten Bekasi.
Sebagaimana sering diberitakan, walaupun secara hukum sudah mendapatkan keputusan hukum final yang seharusnya dapat membangun dan beribadah di rumah ibadah mereka masing-masing tapi jemaat masih terkendala. Ibadah ini dilakukan sekaligus sebagai bentuk perjuangan untuk kebebasan beribadah, bagi setiap warga negara Indonesia.
Alasan lain kehadiran jemaat GKI Yasmin Bogor dan HKBP Filadelfia di seberang Istana menurut Pendeta Benget adalah untuk berkumpul dalam satu perjuangan iman dan untuk membuktikan kebenaran dan sikap jati diri, hak hidup sebagai warga negara.
"Perjuangan warga negara dari satu sisi untuk tidak mudah diajak melanggar aturan, dan juga pengorbanan kita untuk mengubah Indonesia, Indonesia yang tanpa diskriminasi, Indonesia yang hidup dalam keteraturannya, Indonesia sebagai masyarakat yang tertib hukum, dan juga sebagai koreksi kepada pemimpin tidak menghargai perbedaan," demikian Pendeta Benget.
Selanjutnya menurut Dia, beribadah di seberang Istana Merdeka adalah berkumpul sebagai satu tubuh Kristus, tubuh Kristus yang dalam peristiwa Paskah telah merasakan pergumulan dan penderitaan manusia. Sambil terus meneruskan mengingatkan kepada gereja-gereja yang sudah ada dalam persekutuan yang mapan, bahwa perjuangan mereka itu tidak berhenti, ketika bisa beribadah. Perjuangan sebagai bagian kehadiran Kristus harus terus diperjuangkan.
Dari kotbah yang mengambil tema "Gembala Yang Baik" itu, Pendeta Benget menekankan kehadiran Tuhan yang akan memimpin jemaat, ibarat domba yang seringkali menghadapi kelemahannya.
"Dan seperti sabdaNya, kita seperti domba yang diutus pergi ke tengah-tengah serigala. Sekalipun kita lemah, tetapi ingatlah kepada Sang Gembala Agung. Tuhan yang mengarahkan kita untuk memulai semua ini, Tuhan yang mendorong kita berjuang bukan dengan kekerasan, Dia akan menuntun saudara dan saya untuk tetap berdiri mempertahankan hak, mewujudkan segala kewajiban kita, tunduk kepada pemerintah, sekaligus menyuarakan kebenaran di tengah-tengah lingkungan kita semua," ucap Pendeta Benget mengakhiri kotbahnya.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...