IDF Temukan Senjata di RS Al Shifa, Bukti Hamas Gunakan untuk Tujuan Militer
GAZA, SATUHARAPAN.COM-Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan pada hari Rabu (15/11) bahwa pasukannya menemukan peralatan militer termasuk senjata dalam serangan mereka di rumah sakit Al Shifa, yang terbesar di Gaza.
Dalam operasi yang dimulai sebelum fajar dan berlanjut hampir sepanjang hari Rabu, pasukan Israel memasuki sebagian Rumah Sakit Al Shifa, dan seorang jurnalis di lokasi tersebut mengatakan kepada AFP bahwa IDF telah melakukan penggeledahan dari kamar ke kamar, setelah berhari-hari bertempur di pinggiran Rumah Sakit Al Shifa menghadapi orang-orang bersenjata Hamas.
Video IDF yang diunggah dan diterjemahkan oleh akun Youtube Faktaisreal.
IDF telah mengepung Al Shifa selama berhari-hari, dan mengatakan Hamas mempertahankan pusat komando operasi besar di bawah fasilitas tersebut, menggunakan pasien, staf, dan warga sipil yang berlindung di sana untuk memberikan perlindungan bagi teroris dan orang-orang bersenjata.
Amerika Serikat pada hari Selasa (13/11) mengkonfirmasi bahwa Hamas dan Jihad Islam menggunakan Al Shifa dan rumah sakit Gaza lainnya, serta terowongan di bawahnya, “untuk menyembunyikan dan mendukung operasi militer mereka dan untuk menyandera.”
“Di rumah sakit, kami menemukan senjata, materi intelijen, serta teknologi dan peralatan militer,” kata juru bicara militer, Daniel Hagari, kepada wartawan. “Kami juga menemukan markas operasional dengan peralatan komunikasi… milik Hamas” dan “seragam Hamas,” katanya.
Tentara mempublikasikan gambar senjata, granat, dan peralatan lain yang dikatakan ditemukan di Al Shifa. “Temuan ini dengan tegas membuktikan bahwa rumah sakit tersebut digunakan untuk teror, dan merupakan pelanggaran hukum internasional,” kata Hagari.
Video yang dirilis oleh militer dari dalam Al Shifa menunjukkan tiga tas ransel yang dikatakan ditemukan tersembunyi di sekitar laboratorium MRI, masing-masing berisi senapan serbu, granat dan seragam Hamas, serta lemari berisi sejumlah senapan serbu tanpa klip amunisi. Sebuah laptop juga ditemukan dan dibawa untuk dipelajari.
“Senjata-senjata ini sama sekali tidak ada gunanya jika berada di dalam rumah sakit,” kata Letkol Jonathan Conricus, juru bicara militer, dalam video tersebut, dan menambahkan bahwa dia yakin bahan-bahan tersebut “hanyalah puncak gunung es.” Militer mengatakan pencarian terus berlanjut, namun tidak segera menunjukkan bukti adanya terowongan atau pusat militer yang luas.
Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas di Gaza membantah klaim tersebut, dan mengatakan pasukan Israel “tidak menemukan peralatan atau senjata apa pun di rumah sakit.”
Militer mengatakan pihaknya melakukan “operasi yang tepat dan terarah terhadap Hamas di area tertentu di rumah sakit,” dan tentaranya didampingi oleh tim medis yang membawa inkubator dan perlengkapan lainnya.
Tentara tampaknya tidak bergerak maju ke bagian rumah sakit di bawahnya, yang diyakini sebagai lokasi pusat komando utama Hamas.
Dikatakan bahwa mereka akan terus beroperasi di Rumah Sakit Al Shifa untuk mendapatkan informasi intelijen dan aset Hamas, dan menambahkan bahwa pasukan juga mencari sandera, meskipun mereka belum menemukan satupun dari mereka.
Beberapa jam sebelum serangan Israel, Amerika Serikat mengatakan intelijennya mengindikasikan bahwa teroris telah menggunakan Al Shifa dan rumah sakit lain, serta terowongan di bawahnya, untuk mendukung operasi militer dan menyandera.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby, mengatakan kepada wartawan dalam pengarahan hari Rabu bahwa Rumah Sakit Al Shifa adalah “rumah sakit aktif yang sah… Kami ingin pasien mereka dilindungi semaksimal mungkin.”
Namun, ia mengklarifikasi bahwa “apa yang dilakukan Hamas… Adalah pelanggaran hukum perang jika Anda bermarkas di rumah sakit.”
Ketika ditanya apakah AS memberikan persetujuan sebelumnya terhadap serangan IDF di Rumah Sakit Shifa, Kirby menjawab tidak, karena Washington tidak mengharapkan Israel untuk memberikan pemberitahuan terlebih dahulu mengenai operasi militernya di Gaza.
Dave Harden, mantan direktur misi USAID di Tepi Barat dan Gaza, mentweet pada hari Rabu (15/11) bahwa di Jalur Gaza sudah diketahui bahwa teroris Hamas menggunakan Rumah Sakit Al Shifa sebagai pusat komando dan menggunakan ambulans untuk bepergian.
“Ketika saya menjabat, sejak tahun 2014 sudah diduga/dipahami secara luas bahwa Hamas menggunakan kompleks Rumah Sakit Al Shifa sebagai pusat komando dan basis operasi,” tulis Harden, seraya mencatat bahwa hal itu didasarkan pada penilaian dari pejabat Palestina dan Israel.
Dia menambahkan bahwa Hamas “menggunakan ambulans untuk memindahkan warganya,” sesuatu yang dia pelajari dari percakapan dengan ketua Komite Palang Merah Internasional saat itu.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, bertemu pada hari Rabu (15/11) di Tel Aviv dengan delegasi AS untuk Timur Tengah yang dipimpin oleh Brett McGurk dan diplomat utama Departemen Luar Negeri untuk Timur Tengah, Barbara Leaf, menekankan bahwa operasi IDF untuk “membebaskan Rumah Sakit Al Shifa dari kendali kelompok teror Hamas” menunjukkan poin pada tekad dan kemampuan Israel untuk sepenuhnya membasmi Hamas dari setiap sudut Gaza, kata kantor perdana menteri.
Pernyataan itu menambahkan bahwa kelompok tersebut membahas sejumlah topik, dengan fokus pada masalah pembebasan sandera yang disandera Hamas di Gaza.
Serangan militer di RS Al Shifa mendapat kecaman dari PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa), Yordania, dan Otoritas Palestina di Tepi Barat, yang menyebutnya sebagai pelanggaran hukum internasional.
Berdasarkan hukum humaniter internasional, rumah sakit dapat kehilangan status perlindungannya jika kombatan menggunakannya untuk tujuan militer. Namun warga sipil harus diberikan waktu yang cukup untuk melarikan diri, dan setiap serangan harus proporsional dengan tujuan militernya, memberikan tanggung jawab kepada Israel untuk membuktikan bahwa mereka adalah target militer yang cukup besar, sehingga dapat dibenarkan untuk melakukan pengepungan terhadap mereka.
PBB memperkirakan setidaknya ada 2.300 pasien, staf, dan pengungsi Palestina di Al Shifa. Pada suatu saat selama perang, puluhan ribu warga Palestina yang melarikan diri dari pemboman Israel berlindung di rumah sakit itu, namun sebagian besar meninggalkan rumah sakit dalam beberapa hari terakhir, ketika pertempuran semakin dekat.
Badan-badan global termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Komite Palang Merah Internasional (ICRC) menyuarakan keprihatinan atas keselamatan pasien dan staf medis setelah penggrebegan tersebut.
Baik Hamas maupun IDF tidak melaporkan adanya bentrokan di dalam rumah sakit. Militer mengatakan pasukannya membunuh lima teroris di luar Al Shifa pada awal operasi.
Perang meletus ketika teroris pimpinan Hamas melancarkan serangan dahsyat pada tanggal 7 Oktober, di mana mereka mengamuk di wilayah selatan, menewaskan lebih dari 1.200 orang, sebagian besar warga sipil dibantai di rumah mereka dan di festival musik, dan menculik sekitar 240 orang. Sebagai tanggapan, Israel memulai kampanye udara dan darat besar-besaran dengan tujuan menggulingkan rezim kelompok teror di Gaza, yang telah mereka kuasai sejak tahun 2007.
Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas mengatakan pada hari Rabu bahwa 11.500 orang telah tewas di Gaza sejak dimulainya perang, termasuk sedikitnya 4.710 anak-anak dan 3.160 wanita. Angka-angka tersebut tidak dapat diverifikasi secara independen dan tidak dapat membedakan antara warga sipil dan teroris, dan juga tidak dapat membedakan antara mereka yang tewas akibat serangan udara Israel atau kegagalan peluncuran roket Palestina. (ToI/AP/ Reuters/AFP)
Editor : Sabar Subekti
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...