IFRC: 10.000 Orang Hilang Akibat Badai dan Banjir di Libya
TRIPOLI, SATUHARAPAN.COM-Korban tewas akibat banjir besar di Libya timur diperkirakan akan melonjak secara dramatis, dengan 10.000 orang dilaporkan hilang, demikian peringatan para pejabat Federasi Internasional Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) pada hari Selasa (12/9).
Gambar yang dirilis Bulan Sabit Merah Libya pada 11 September 2023 ini menunjukkan anggota tim mereka sedang bekerja membuka jalan yang dilanda banjir di lokasi yang tidak ditentukan di Libya timur. AFP
Para pejabat di Libya mengatakan sedikitnya 150 orang tewas dalam banjir di Libya setelah badai Daniel melanda Mediterania, melanda Turki, Bulgaria, dan Yunani.
Namun Tamer Ramadan dari Federasi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional mengatakan jumlah korban sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi.
“Tim kami di lapangan masih melakukan penilaian, (tetapi) dari apa yang kami lihat dan dari berita yang sampai kepada kami, jumlah korban tewas sangat besar,” katanya kepada wartawan di Jenewa melalui tautan video dari Tunis.
“Mungkin mencapai ribuan.”
“Kami belum mempunyai angka pasti saat ini,” katanya, seraya menekankan bahwa organisasi tersebut memiliki sumber independen yang mengatakan “jumlah orang hilang sejauh ini mencapai 10.000 orang.”
Berbicara di jaringan Libya Almasar, Oussama Hamad, perdana menteri pemerintah yang berbasis di timur, telah melaporkan “lebih dari 2.000 orang tewas dan ribuan hilang” di kota Derna saja, namun tidak ada sumber medis atau layanan darurat yang mengkonfirmasi angka tersebut.
Namun Ramadan mengatakan, jika dilihat dari angka-angka yang dilihatnya, "sangat mungkin bahwa angka yang dinyatakan (oleh pejabat wilayah timur) mendekati angka yang sebenarnya".
Ia berharap IFRC dapat memberikan jumlah korban bencana yang lebih tepat pada Selasa malam. “Kebutuhan kemanusiaan jauh melebihi kemampuan Bulan Sabit Merah Libya dan bahkan kemampuan pemerintah,” kata Ramadan.
“Itulah sebabnya pemerintah di wilayah timur telah mengeluarkan permohonan dukungan internasional,” katanya, seraya menambahkan bahwa IFRC juga bersiap meluncurkan permohonan darurat untuk mendapatkan dana guna melakukan respons tersebut.
Pada hari Selasa, Kantor Berita Turki, Anadolu,mengutip sumber di Bulan Sabit Merah Libya yang mengatakan setidaknya 2.800 orang tewas dalam banjir bandang di kota-kota di Libya timur sejauh ini.
Proporsi Epik
Juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Margaret Harris, menggambarkan situasi di Libya sebagai "bencana yang sangat besar".
Para ahli menggambarkan badai Daniel, yang menewaskan sedikitnya 27 orang ketika melanda sebagian Bulgaria, Yunani, Turki dalam beberapa hari terakhir, sebagai “ekstrim dalam hal jumlah air yang jatuh dalam waktu 24 jam”.
Di Libya timur, badai menghantam kota pesisir Jabal al-Akhdar dengan sangat keras, serta Benghazi, di mana jam malam diberlakukan dan sekolah-sekolah ditutup selama beberapa hari.
Sementara itu, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) Perserikatan Bangsa-bangsa menggambarkan bagaimana “seluruh lingkungan” di Derna telah hilang dan penduduknya “tersapu air, setelah dua bendungan tua runtuh sehingga membuat situasi menjadi bencana dan tidak terkendali”.
Berbicara di jaringan Libya Almasar,Oussama Hamad, perdana menteri pemerintah yang berbasis di timur, melaporkan “lebih dari 2.000 orang tewas dan ribuan hilang” di kota Derna saja.
Pemerintahan Hamad, yang menyaingi pemerintahan transisi di Tripoli yang ditengahi PBB dan diakui secara internasional, telah menyatakan Derna sebagai “daerah bencana”.
Meskipun tidak ada sumber medis atau layanan darurat yang mengkonfirmasi angka Hamad, Ramadan mengatakan tampaknya "sangat mungkin bahwa jumlah yang diumumkan (oleh pejabat timur) mendekati angka yang sebenarnya".
Ia berharap IFRC dapat memberikan jumlah korban bencana yang lebih tepat pada Selasa malam.
Sementara itu, Organisasi Migrasi PBB menyuarakan keprihatinan mengenai dampak banjir terhadap banyak migran yang sudah sangat rentan di negara tersebut.
Mesir Juga Berduka
Juga pada hari Selasa, Presiden Mesir, Abdel-Fattah El-Sisi, mengumumkan tiga hari berkabung di negaranya sebagai solidaritas terhadap para korban bencana kemanusiaan di Libya dan Maroko.
Presiden El-Sisi juga mengarahkan Angkatan Bersenjata untuk memberikan bantuan kemanusiaan, termasuk tim bantuan, peralatan penyelamat, dan kamp penampungan, bekerja sama dan berkoordinasi dengan pihak berwenang Libya dan Maroko.
Negara-negara dunia lainnya juga bergegas menyatakan solidaritasnya kepada rakyat Libya dalam menghadapi bencana yang dipicu oleh badai tersebut. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...