Ilmuwan dan Penginjil Didorong untuk Kerja Sama Melayani Manusia
CHICAGO, SATUHARPAN.COM - Para ilmuwan dan pendeta Kristen dapat berkolaborasi untuk kebaikan masyarakat, walaupun untuk itu membutuhkan usaha yang serius. Dan para ahli mengatakan bahwa mereka telah meluncurkan sebuah kampanye baru untuk mengubah persepsi antara kedua kelompok.
Asosiasi Amerika untuk Kemajuan Ilmu Pengetahuan (American Association for the Advancement of Science / AAAS) dan Program Dialogue on Science, Ethics and Religion (DoSER / Dialog tentang Ilmu Pengetahuan, Etika dan Agama) merilis sebuah projek penelitian besar pada hari Minggu (16/2).
Hal itu disampaikan pada pertemuan tahunan AAAS di Chicago. Mereka mengumumkan seri konferensi mendatang yang menghadirkan orang percaya, para ilmuwan dan yang memilikilatar belakang keduanya.
Survei besar dilakukan tentang pandangan tentang Tuhan, agama, dan ilmu pengetahuan terhadap 10.241 responden dan hasilnya menunjukkan pandangan para pendeta dan para ilmuwan sangat berdekatan, sehingga mereka bisa berkerja sama.
Perhatian survei bukan tentang apakah "ilmu pengetahuan dan agama bisa hidup berdampingan. Mereka sudah melakukannya,” kata pemimpin peneliti, Elaine Howard Ecklund, seorang sosiolog dan Direktur pada Program Kehidupan Agama dan Publik di Rice University. "Pertanyaannya adalah bagaimana melakukannya dengan baik."
"Taruhannya sangat tinggi," kata Galen Carey, wakil presiden untuk hubungan pemerintah pada National Association of Evangelicals (NAE), yang merupakan penasihat pada projek tersebut. Carey bersama Ecklund menyampaikan pada konferensi pers.
"Kami menghadapi begitu banyak masalah sebagai bangsa dan masyarakat dunia di mana kontribusi dari keduanya (ilmu pengetahuan dan agama) dibutuhkan untuk membawa dunia yang lebih baik," kata Carey.
Beberapa Temuan
Beberapa temuan dari penelitian itu terkait pemahaman agama terhadap Ilmu pengetahuan.
Penelitian menunjukkan (1) hampir 36 persen dari para ilmuwan tidak ragu tentang keberadaan Tuhan, (2) 18 persen dari para ilmuwan menghadiri ibadah keagamaan mingguan (dibandingkan dengan 20 persen dari total penduduk), (3) 17 persen ilmuwan menganggap diri mereka penginjil, (4) 15 persen dari para ilmuwan menganggap diri mereka "sangat religius" (dibandingkan 19 persen dari populasi keseluruhan), dan (5) 13,5 persen ilmuwan membaca Alkitab dan buku agama mingguan (dibandingkan 17 persen secara keseluruhan).
Ecklund mengatakan bahwa 72 persen dari para ilmuwan penginjil, dan 48 persen dari semua pendeta, melihat peluang untuk kolaborasi pada dua pandangan dunia itu. Carey mengatakan bahwa ada lebih dari dua juta ilmuwan penginjil yang berkomitmen untuk iman dan ilmu pengetahuan dan mampu melayani sebagai jembatan bagi keduanya.
Penelitian itu juga menunjukkan hasil bahwa (1) 22 persen dari para ilmuwan dan 20 persen dari populasi umum berpikir kebanyakan orang beragama memusuhi ilmu pengetahuan, (2) 22 persen dari populasi umum berpikir ilmuwan memusuhi agama, (3) 27 persen orang Amerika merasa bahwa ilmu pengetahuan dan agama berada dalam konflik, dan (4) dari mereka yang merasa bahwa ilmu pengetahuan dan agama berada dalam konflik, 52 persen berpihak pada agama.
Tentang kelompok-kelompok itu, studi itu ini menemukan bahwa (1) pendeta protestan adalah 23 persen dari populasi umum, dan 17 persen adalah ilmuwan. (2) Katolik memiliki 24 persen dari populasi umum, dan hanya 19 persen merupakan ilmuwan,
Sedangkan untuk arus utama Protestan, mereka adalah 27 persen pendeta dan 25 persen ilmuwan. Sedangkan ateis, agnostik dan orang-orang tanpa identitas agama, 22 persen adalah ilmuwan, tetapi, menurut penelitian ini hanya 15,5 persen dari populasi umum.
Dalam ukuran religiusitas dengan mereka hampir selalu menghadiri ibadah, membaca kitab suci, dan berdoa, ilmuwan penginjil mengklaim mereka berada pada tingkat yang lebih tinggi dalam ketaatan pada Injil daripada orang pada umumnya.
Tuhan Ada
Temuan lain menyebutkan bahwa sekitar 19 persen dari populasi umum dan 16 persen dari semua ilmuwan mengatakan mereka menganggap dirinya sebagai "sangat religius." Namun, di kalangan penginjil , naik sampai 44 persen dan para ilmuwan penginjil menjadi 51 persen.
Tentang apakah mereka tidak memiliki "keraguan" bahwa "Tuhan benar-benar ada," ilmuwan penginjil (85 persen) dan pendeta pada umumnya (87percent). Keduanya lebih tinggi dari keyakinan pada populasi umum (55 persen) dan ilmuwan secara umum (35,9 persen).
Ecklund , Carey dan Jennifer Wiseman, direktur DoSER, mengatakan bahwa data survei itu akan menjadi dasar untuk serangkaian konferensi regional pada tahun 2014 yang mengarah pada konferensi nasional tahun berikutnya.
Sementara isu-isu panas seperti evolusi mungkin tetap menjadi titik ketegangan, dan kedua kelompok harus tekun untuk membangun hubungan, kata mereka.
Melayani Manusia
Ecklund menyebutkan tentang masalah bersama, misalnya membawa keragaman profesi ilmu pengetahuan, fokus pada keadilan sosial, dan isu-isu pemecah seperti kerawanan pangan atau peduli terhadap lingkungan.
Carey mengatakan NAE sedang mempersiapkan sebuah buku sebagai sumber bagi para pendeta dan pengelola kelas Sekolah Minggu untuk mendorong diskusi yang bijaksana antara ilmu pengetahuan dan agama.
"Kami menghormati fakta bahwa ilmu pengetahuan memiliki peran," kata Carey. "tetapi hal itu tidak memiliki cara untuk mempelajari realitas spiritual. Ini tidak berarti realitas spiritual tidak ada. Kami percaya itu. Tapi harus didekati dengan menggunakan metode dan alat yang berbeda."
Carey juga menegaskan bahwa "ilmu pengetahuan membutuhkan pemahaman, dukungan dan pendanaan dari masyarakat. ... Kami berbagi panggilan umum dalam mencari kebenaran."Semua kebenaran adalah kebenaran Allah, seperti kata Agustinus, "Kami memiliki panggilan yang sama untuk melayani masyarakat." (religionnews.com)
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...