In Memoriam Donkie Rorimpandey: Berbagi Sampai Akhir Hayat
SATUHARAPAN.COM – “Rest in Peace Oma Donkie”.
“Telah berpulang ke rumah Bapa di Surga, ibu/oma/buyut kami, Martha Francisca Magdalena Rorimpandey - Pietersz (Donkie), pada pukul 03.57 WIB hari Senin tanggal 16 November 2015.
Jenazah akan disemayamkan di Ruang Serba Guna GPIB Bukit Moria, Jl Prof Dr Soepomo No 4, Tebet, Pancoran, Jakarta Selatan, pada siang ini (Senin, 16/11).
Ibadah Penghiburan akan diadakan pada malam ini (Senin, 16/11) pukul 19.00 dan hari Selasa (17/11) pukul 17.00.
Ibadah Pelepasan pada hari Rabu (18/11) pukul 10.00 dan dimakamkan di TPU Pondok Rangon, Cibubur, Jakarta Timur.”
Berita duka itu muncul pada Senin (16/11) pagi ini. Kepergian Bu Rorim (85), panggilan akrabnya, bagi sebagian orang memang tidak mengagetkan. Bu Rorim, beberapa bulan belakangan ini memang sakit. Bahkan sejak dua bulan ini terbaring lemah di tempat tidur.
Namun, ada rasa kehilangan yang mendalam, terutama bagi karyawan di lingkungan PT Sinar Kasih. Bu Rorim adalah ibu bagi seluruh karyawan PT Sinar Kasih, sejak menerbitkan Sinar Harapan (1961 – 1986), dan kemudian menjadi Suara Pembaruan (1987 – 2009), sebelum diambil alih pengelolaannya oleh penerbit lain.
Bu Rorim mendampingi Pak Hans Gerard Rorimpandey, Pemimpin Umum Harian Sinar Harapan (1961 – 1986) dan Direktur Utama PT Sinar Kasih. Bu Rorim, atas inisiatif pribadi, mendirikan komunitas yang memberikan pelayanan bagi keluarga karyawan, Ikatan Kesejahteraan Keluarga Karyawan Sinar Group (IK3SG). Bu Rorim bersama timnya menyelenggarakan perlawatan berkala. Bu Rorim juga memberikan bantuan bagi keluarga yang memerlukan untuk kasus tertentu.
Perhatian Bu Rorim tidak hanya menyangkut urusan finansial, namun mengingat seseorang melalui penampilan. Ia, dengan bergurau, memperkenalkan pemulas bibir kepada seorang karyawan yang biasa tampil polos.
Berbagi surat mengurat daging dalam diri Bu Rorim. Ia, yang memiliki keterampilan membuat kerajinan tangan, juga membagikan keterampilannya kepada istri-istri karyawan.
Perhatian Bu Rorim tidak hanya pada jajaran karyawan dan keluarganya tingkat madya, namun juga kepada karyawan seperti sopir, office boy, hingga tenaga bersih-bersih. Bu Rorim bahkan hapal nama-nama mereka.
Bahkan dalam keadaan terbaring sakit pun, satu bulan lalu, Bu Rorim masih ingat belum sempat mengulurkan tangan kepada beberapa nama.
Terbiasa mandiri sejak usia muda membuat Bu Rorim tetap aktif hingga akhir hayat, sebelum penyakit menyerangnya. Tahun lalu, misalnya, ia masih bepergian sendiri ke Bandung, berkunjung ke rumah teman, naik kendaraan umum.
Ia, yang tinggal dengan Insa, putri bungsunya, di kawasan Condet, Jakarta Timur, sesekali mengunjungi teman-temannya, dengan naik kendaraan umum. “Saya biasa berkunjung ke teman yang tinggal di Rawamangun (Jakarta Timur), naik angkot. Dengan naik kendaraan umum, saya bisa mengobrol dengan sopir dan banyak orang,” Bu Rorim menceritakan pengalamannya.
Dalam sakitnya, satu bulan lalu, Bu Rorim menyatakan kesiapannya dipanggil Tuhan. “Mungkin kita ini kurang religius, karena urusan mati itu Tuhan yang punya kehendak,” Bu Rorim menyinggung mengapa Tuhan tidak juga memanggilnya.
“Bu Rorim dan Pak Rorim itu pasangan unik,” kata Ria Losung, sekretaris Direktur Utama PT Sinar Kasih 1977 – 1986. “Pak Rorim lahir 2 Januari, Bu Rorim lahir 3 Januari. Pak Rorim dipanggil Tuhan pada 15 November, Bu Rorim dipanggil Tuhan pada 16 November,” Ria menambahkan.
RIP, Bu Rorim.
Editor : Sotyati
Gereja-gereja di Ukraina: Perdamaian Dapat Dibangun Hanya At...
WARSAWA, SATUHARAPAN.COM-Pada Konsultasi Eropa tentang perdamaian yang adil di Warsawa, para ahli da...