INDEF: Selama 2015 Ekonomi Global Mengalami Ketidakpastian
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Institute for Development Economics and Finance (INDEF) menyatakan selama 2015 kondisi perekonomian global sedang mengalami ketidakpastian baik di negara maju maupun di negara berkembang.
“Dua tema utama di antaranya didorong oleh ketidakpastian kenaikan suku bunga The Fed dan pelemahan ekonomi Tiongkok. Berbagai respons kebijakan ekonomi yang diambil ternyata belum mampu memulihkan perekonomian global dari kelesuan,” kata Direktur INDEF Enny Sri Hartati dalam Seminar Proyeksi Ekonomi Indonesia 2016 di Kampus IPMI Kalibata Jakarta Selatan, hari Kamis (26/11).
Bahkan, selama tahun 2015 berbagai lembaga telah berulang kali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2015. Contohnya, International Monetary Fund (IMF) telah tiga kali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 3,5 persen di awal tahun, 3,3 persen di tengah tahun dan beberapa bulan kemudian proyeksinya kembali diturunkan menjadi 3,1 persen.
Selain itu, harapan pasar juga tidak terwujud terhadap perbaikan ekonomi Amerika Serikat. Di awal 2015, The Fed masih menghantui pasar dengan rencana menaikkan acuan suku bunga sebagai respon membaiknya perekonomian AS. Namun, pada bulan Oktober 2015 ketika AS mengeluarkan data ketenagakerjaannya, pasar kemudian terkejut dengan hasilnya karena perekonomian AS masih jauh dari ekspektasi.
Pemulihan ekonomi di Eropa juga mengalami sentimen negatif. Risiko di Eropa masih begitu tinggi khususnya ancaman gagal bayar hutang karena rasio hutang terhadap PDB di negara-negara itu masih berada di kisaran 100 persen. Ditambah lagi dengan perekonomian Yunani yang kolaps.
Sedangkan di Asia, Jepang dan Tiongkok juga mengalami kontraksi ekonomi. Jepang mengalami gejolak ekonomi pada triwulan III tahun 2015 sejak kepemimpinan kedua Shinzo Abe dan Tiongkok juga mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi yang hanya berada di kisaran enam persen.
“Ketidakpastian global ini, khususnya yang disebabkan oleh AS dan Tiongkok berdampak sangat besar terhadap perekonomian negara-negara berkembang. Wacana pengetatan kebijakan moneter AS membuat pelarian modal di berbagai negara, khususnya negara-negara emerging markets yang berdampak pada penguatan dolar AS.”
Di sisi lain, kata dia, anjloknya performa perekonomian Tiongkok memperburuk harga komoditas sehingga ini sangat berpengaruh kepada negara-negara yang masih mengandalkan ekspor produk-produk komoditas seperti Indonesia. Namun, perlambatan ekonomi global tidak berpengaruh terhadap India yang mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar tujuh persen.
Editor : Bayu Probo
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...