Loading...
MEDIA
Penulis: Melki 07:27 WIB | Jumat, 21 Februari 2025

Indeks Keselamatan Jurnalis Meningkat

Suasana peluncuran Indeks Keselamatan Jurnalis 2024 di Jakarta, Kamis (20/2/2025). HO-Populix

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Skor Indeks Keselamatan Jurnalis 2024 mencapai skor 60,5 atau masuk kategori "agak terlindungi", meningkat 0,7 poin dari tahun 2023.

Meski indeks keselamatan jurnalis 2024 meningkat, namun mayoritas jurnalis merasa cemas terhadap masa depan kebebasan pers, khususnya di tengah transisi pemerintahan baru.

Dewan Pengawas Yayasan TIFA Natalia Soebagjo dalam acara peluncuran Indeks Keselamatan Jurnalis 2024 di Jakarta, Kamis (20/2) mengungkapkan sebanyak 66 persen jurnalis mengaku lebih berhati-hati dalam memproduksi berita karena adanya ancaman kriminalisasi, sensor serta tekanan dari berbagai pihak.

"Bentuk kekerasan yang diperkirakan meningkat dalam lima tahun mendatang adalah pelarangan liputan sebesar 56 persen dan larangan pemberitaan sebesar 51 persen, dengan aktor utama yang dianggap mengancam adalah organisasi masyarakat sebesar 23 persen dan buzzer sebesar 17 persen," papar Natalia dalam keterangannya.

Laporan Indeks Keselamatan Jurnalis 2024 merupakan hasil kerja sama Yayasan TIFA bersama lembaga survei Populix, Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN), dan Human Rights Working Group (HRWG) dalam Konsorsium Jurnalis Aman, dengan dukungan dari Kedutaan Besar Belanda.

Laporan tersebut mengukur tingkat perlindungan jurnalis di Indonesia melalui tiga pilar utama, yaitu individu jurnalis, stakeholder (pemangku kepentingan) media serta peran negara dan regulasi.

Dengan menggunakan metode survei terhadap 760 jurnalis serta analisis data sekunder dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), indeks itu bertujuan untuk memberikan gambaran komprehensif tentang kondisi keselamatan jurnalis di Indonesia, yang masih rentan terhadap kekerasan fisik dan digital.

Natalia mengungkapkan meskipun indeks keselamatan jurnalis mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat tantangan besar dalam memastikan kebebasan pers yang lebih aman. Untuk itu, diperlukan langkah-langkah strategis dari berbagai pihak.

Khusus untuk pemerintah, sebut dia, harus merevisi regulasi yang membatasi kebebasan pers serta memperkuat mekanisme perlindungan hukum bagi jurnalis. Sedangkan di pihak perusahaan media, harus meningkatkan komitmen terhadap keselamatan jurnalis melalui SOP (prosedur operasional standar) yang jelas, pelatihan keselamatan, dan dukungan hukum.

"Sementara itu, organisasi jurnalis dan CSO (civil society organization) juga harus memperkuat advokasi, pendampingan hukum serta edukasi bagi jurnalis dalam menghadapi ancaman," ujar Natalia.

Menurutnya, laporan itu menegaskan keselamatan jurnalis bukan hanya isu personal, tetapi berdampak langsung terhadap kualitas demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia. Upaya kolektif dari semua pemangku kepentingan diperlukan untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman bagi para jurnalis.

Sementara itu, Manajer Riset Sosial Populix Nazmi Haddyat menjelaskan temuan Laporan Indeks Keselamatan Jurnalis 2024 itu mencatat 167 jurnalis mengalami kekerasan dengan total 321 kejadian, di mana bentuk kekerasan yang paling banyak terjadi adalah pelarangan liputan (56 persen) dan larangan pemberitaan (51 persen).

"Dari sisi negara dan regulasi, UU ITE dan KUHP masih dianggap sebagai ancaman utama bagi kebebasan pers. Melalui temuan ini, diharapkan dapat menjadi acuan bagi pemerintah, organisasi media, dan masyarakat sipil dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman bagi para jurnalis di Indonesia," ujar dia.

Sedangkan, Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen Bayu Wardhana dalam diskusi terkait survei itu menyoroti bahwa meskipun angka kekerasan terhadap jurnalis menurun, kualitas kekerasannya justru meningkat.

Ia mengungkapkan pada 2024 ada jurnalis yang meninggal dunia, padahal tidak terjadi pada 2023 dan 2022.

"Jadi, meskipun indeks naik, kita tidak bisa hanya melihat angka tanpa memperhatikan kualitas kasus kekerasan yang terjadi," ucapnya.

Bayu juga menyampaikan bahwa kekerasan terhadap jurnalis tidak hanya terjadi dalam bentuk fisik, tetapi juga melalui berbagai bentuk intimidasi, baik dari pihak tertentu maupun tekanan ekonomi.

Menanggapi temuan tersebut, Deputi II Bidang Diseminasi dan Media Informasi Kantor Komunikasi Kepresidenan Noudhy Valdryno menegaskan pentingnya peran negara dalam menjamin keselamatan jurnalis.

Untuk itu, Kantor Komunikasi Kepresidenan sangat mendukung keselamatan para jurnalis, tidak hanya bertanggung jawab dalam memastikan keamanan fisik, tetapi juga dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kebebasan pers.

Ia menekankan kebebasan pers yang sehat akan berdampak positif pada pembangunan demokrasi dan stabilitas nasional. Dengan informasi yang akurat dan transparan, Kantor Komunikasi Kepresidenan mengharapkan kepercayaan publik terhadap media dan pemerintah juga dapat terus meningkat.

"Kami akan terus berupaya membangun komunikasi yang lebih erat dengan media serta memberikan akses yang lebih baik terhadap informasi publik. Angka 60,5 ini kita syukuri, tetapi di tahun-tahun berikutnya kita harap indeks ini benar-benar masuk kategori 'terlindungi'," sebut dia.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home