Indonesia Bebas Impor Garam 2015
MAUMERE, SATUHARAPAN.COM – Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian tengah merumuskan peta jalan swasembada garam nasional. Salah satu target yang ingin dicapai ialah Indonesia harus bebas impor garam di 2015 mendatang. Keberpihakan pemerintah menjadi kunci tercapainya target swasembada garam dan penutupan kran impor.
Melalui rilis yang dikirim pada satuharapan.com, perwakilan petambak garam dari lima kabupaten di Nusa Tenggara Timur, yakni Kabupaten Sikka, Ende, Ngada, Lembata dan Flores Timur mendesak keberpihakan pemerintah dari hulu ke hilir untuk membebaskan Indonesia dari impor garam yang merugikan mereka.
Desakan ini disampaikan dalam “Pertemuan Petambak Garam Nusa Tenggara Timur” di Maumere pekan lalu. Pertemuan merupakan tindak lanjut dari lokakarya di Sumenep, Madura, pada tan yang dilaksanakan September lalu, yang membahas “Pengelolaan Garam Nasional yang Menyejahterakan Petambaknya”.
Sementara berdasar kajian Pusat Data dan Informasi Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) pada Desember 2014 menyimpulkan jumlah impor garam 80 persen lebih banyak dibandingkan dengan produksi nasional sejak 2010. Pada 2010, produksi garam nasional sebesar 1,6 juta ton, sedangkan impor garam mencapai 2,08 juta ton. Pada 2011, kondisi impor garam mngalami pelonjakan yakni mencapai 2,8 juta ton, sedangkan produksi nasional stagnan pada angka 1,6 juta ton.
Pada 2012, produksi garam nasional sedikit mememperoleh titik cerah dengan menjcapai angka 2,4 juta ton, sedangkan impor turun di angka 2,3 juta ton. Pada 2013, produksi garam nasional kembali mengalami penurunan, yakni merosot ke angka 1,09 juta ton sementara impor garam masih di angka 2,02 juta ton. Kemudian pada 2014, jumlah produksi garam nasional kembali mengalami peningkatan yakni 2,1 juta ton per tahun, sedangkan angka impor menurun hingga 1,9 juta ton per tahun.
Angka fluktuatif mengenai jumlah impor garam dan produksi garam dalam negeri ini menunjukkan bahwa kondisi petani garam di Indonesia masih belum stabil.
KIARA mencatat besarnya angka impor disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, pengelolaan garam nasional yang terbagi ke dalam 3 kementerian (Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Kelautan dan Perikanan) beda kewenangan dan tanpa koordinasi. Kedua, pemberdayaan garam rakyat tidak dimulai dari hulu (tambak, modal, dan teknologi) hingga hilir (pengolahan, pengemasan, dan pemasaran). Ketiga, lemahnya sinergi pemangku kebijakan di tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan pusat dengan masyarakat petambak garam skala kecil.
Mendapati angka impor yang tinggi sejak 2010, KIARA mengimbau pemerintah untuk menjalankan kebijakan satu pintu dan payung hukum.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...