Indonesia Desak Implementasi Paket Bali di WTO
DAVOS, SATUHARAPAN.COM – Indonesia mendesak implementasi Paket Bali hasil Konferensi Tingkat Menteri Anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) 2013 sebagai basis penyelesaian Perundingan Doha yang sudah sekitar 14 tahun buntu karena tidak ada kesepakatan negara maju dengan berkembang.
"Tidak perlu terburu-buru menurunkan ambisi dan mencoba menuntaskan Perundingan Doha pada Desember 2015," kata Menteri Perdagangan Rachmat Gobel usai Pertemuan Informal Para Menteri Anggota WTO di Davos, Swiss, Sabtu (24/1).
Dia mengatakan pada pertemuan yang dihadiri Dirjen WTO Roberto Azevedo dan 26 menteri dari negara-negara kunci, seperti Amerika Serikat, Eropa, Brazil, India, Rusia dan Afrika Selatan itu, ada kesan sejumlah negara ingin menuntaskan Putaran Doha pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-10 di Nairobi, Kenya, Desember 2015.
Namun, lanjut dia, ada juga kesan sebagian negara lainnya menginginkan perhatian difokuskan pada penyusunan program kerja pasca-Bali (post-bali working programme) saja.
"Kami menyampaikan jangan lupakan Paket Bali. Semua elemennya harus diimplementasikan agar kepercayaan tetap terjaga," ujar Rachmat.
Dia mengatakan Paket Bali merupakan solusi yang saling menguntungkan untuk negara maju dan berkembang, setelah kesepakatan Putaran Doha mengalami kebuntuan sejak 2001.
Kesepakatan perdagangan yang tertuang dalam Paket Bali mencakup tiga bidang yaitu fasilitas perdagangan, pertanian dan kapasitas negara miskin (LDC).
Dubes Indonesia untuk WTO, Iman Pambagio menambahkan salah satu alasan Indonesia tetap bersikeras meminta implementasi Paket Bali karena, setelah Putaran Doha lama deadlock (buntu) pada KTM di Bali itu ada kepercayaan baru sistem perdagangan dunia yang diusung WTO bisa diteruskan.
"Paket Bali yang didesak untuk diimplementasikan hanya 7-8 persen dari isu Putaran Doha," kata dia.
World Economic Forum
Sementara itu, menanggapi kehadirannya di World Economic Forum (WEF), Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengatakan Indonesia berkepentingan ikut dalam kegiatan yang dihadiri ribuan pemimpin bisnis (CEO) perusahaan global, perwakilan pemerintahan dari berbagai negara, dan lembaga swadaya masyarakat skala internasional.
"Kita perlu mengetahui masalah-masalah dunia yang dihadapi saat ini agar bisa menyikapinya," ujar dia. Apalagi, lanjut dia, salah satu topik yang dibahas dalam WEF adalah masalah pertanian yang menjadi kepedulian pemerintah saat ini.
Selain itu, kata Rachmat, acara itu juga bisa dimanfaatkan untuk sarana promosi untuk menarik investasi ke Indonesia.
"Forum ini (WEF) bisa dijadikan sarana promosi Indonesia dan kebijakan pemerintahan Jokowi-JK untuk menarik para investor agar menanamkan modalnya ke negeri kita," kata dia.
Pada kesempatan itu, Rachmat juga melakukan pertemuan bilateral dengan Uni Eropa, Amerika Serikat dan Swiss. (Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...