Indonesia-Irak Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Keagamaan
BAGHDAD, SATUHARAPAN.COM – Indonesia dan Irak bersepakat meningkatkan kerja sama di bidang keagamaan. Duta Besar Indonesia di Baghdad, Bambang Antarikso mengatakan Indonesia sangat berkepentingan untuk meningkatkan kerja sama di berbagai bidang dengan masyarakat dan Pemerintah Irak.
Hal itu dikemukakan Bambang Antarikso dalam pertemuan dengan ketua dan para ulama lembaga fiqih Irak, di kompleks Masjid Imam A'zham Abu Hanifah, Baghdad, pada hari Senin (16/1).
Menurut Bambang, hubungan kerja sama Indonesia-Irak, khususnya di bidang budaya dan keagamaan, sudah lama terjalin. Sejak tahun 1950-an, banyak pelajar Indonesia yang belajar di Irak, termasuk Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid. Untuk itu, Bambang berharap kerja sama Indonesia-Irak ke depan bisa lebih baik.
Dubes RI kali ini berkunjung bersama Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran Kementerian Agama, Muchlis M Hanafi, yang sedang berada di Baghdad untuk menghadiri undangan Kantor Wakaf Suni dalam rangka peresmian Dewan Senior Ulama Alquran Irak.
Muchlis menyampaikan hubungan kerja sama politik dan ekonomi bisa saja mengalami pasang surut, tapi hubungan yang diikat dengan persaudaraan keagamaan itulah yang akan kekal abadi. "Banyak kesamaan antara tradisi keagamaan di Irak dan Indonesia," Muchlis menjelaskan.
Menurut Muchlis, Abu Hanifah, pendiri mazhab fiqih Hanafi yang menjadi rujukan ahlussunnah di Indonesia berasal dari Irak. Demikian pula Imam Syafi'i yang pemikirannya diikuti oleh mayoritas Muslim Indonesia, pernah berguru kepada murid-murid Abu Hanifah di Irak.
Menjawab pertanyaan salah seorang ulama yang hadir bagaimana Indonesia bisa mengelola keragaman agama, etnis dan budaya, Muchlis menjelaskan Indonesia memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika, satu dalam keragaman. Terkait harmoni kehidupan beragama, Muchlis menjelaskan, Kementerian Agama memiliki peran dan tanggung jawab besar mewujudkan kerukunan melalui lembaga-lembaga keagamaan. Melalui forum kerukunan umat beragama (FKUB) potensi gangguan kerukunan diantisipasi sedini mungkin.
Meski demikian, Muchlis mengatakan, di era teknologi digital, potensi gangguan kerukunan merebak cepat melalui media sosial. "Terkadang pemerintah dan aparat penegak hukum kalah cepat dalam bertindak," kata Muchlis.
Ketua Lembaga Fiqih Irak, Syeikh Hasan Thaha, mengatakan banyak pihak yang tidak ingin dunia Islam damai. Karena itu, propaganda yang menyulut pertikaian antara umat beragama diembuskan. "Kita harus selalu waspada," kata Thaha.
Indonesia menyambut baik rencana kunjungan para ulama Sunni Irak ke Indonesia dalam waktu dekat. "Kami memiliki banyak lembaga keagamaan yang dapat dijadikan model dalam mengembangkan pendidikan Islam dan mengelola kerukunan umat beragama," kata Muchlis. (kemenag.go.id)
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...