Indonesia Perlu Perbaikan tentang Prinsip Bernegara Hukum
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Indonesia masih belum dikatakan sebagai negara yang lulus sebagai negara hukum. Hal tersebut disampaikan dalam acara diskusi sekaligus peluncuran buku “ Indeks Negara Hukum Indonesia Tahun 2013 “ yang digelar di Hotel Manhattan Jalan Dr. Satrio – Casablanca, Jakarta Selatan, Jumat (19/9).
Hadir sebagai pembicara Direktur Eksekutif Indonesia Legal Roundtable (ILR) Todung Mulya Lubis, mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Dr Maruarar Siahaan, Komisioner Ombudsmen Republik Indonesia Budi Santoso dan peneliti senior Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Bivitri Susanti.
Dalam paparannya Todung Mulya Lubis menyampaikan setidaknya ada lima prinsip negara hukum dan pembobotannya diantaranya prinsip pemerintahan berdasarkan hukum, kemudian prinsip kedua peraturan yang jelas, pasti dan partisipatif. Ketiga prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka dan prinsip keempat akses terhadap keadilan dan yang terakhir prinsip penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak azasi manusia (HAM).
Kelima prinsip dasar negara hukum tersebut secara bobot masih terbilang tinggi, salah satunya mengenai pengakuan, perlindungan dan pemenuhan HAM, seperti jaminan terhadap hak kebebasan beragama dan berkeyakinan. Kemudian jaminan kebebasan berpendapat dan berekspresi serta jaminan terhadap kebebasan berkumpul dan berserikat lalu jaminan terhadap hak atas hidup dan jaminan terhadap hak untuk bebas dari penyiksaan.
Secara umum berdasarkan temuan negara berkomitmen dalam menjamin HAM dalam tataran regulasi, konstitusi dan perundang-undangan yang cukup memadahi. Meski demikian jaminan dalam kebebasan hak bergama dan berkeyakinan terdapat distorsi dalam bentuk peraturan daerah (Perda), contoh kasus seperti Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di Bogor yang sampai saat ini belum dapat terselesaikan.
Todung menyampaikan dalam hasil kajian indeks negara hukum Indonesia periode tahun 2013 setidaknya negara (pemerintah) hanya memahami negara hukum dalam artian formil. Negara hukum diasumsikan tercapai apabila banyak regulasi yang dibuat atau diciptakan. Selain itu struktur dan regulasi yang bisa dikatakan cukup memadahi namun dinilai hanya menjadi tempelan dan legitimasi pelbagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan.
Melihat kondisi tersebut apa saja langkah yang harus dilakukan oleh negara dalam hal ini pemerintahan ke depan. Ada lima langkah yang dipaparkan oleh Todung Mulya Lubis diantaranya pemerintah harus melakukan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan yang dibuatnya sendiri serta mengefektifkan pengawasan eksternal, terutama komisi negara independen yang berada di bawah otoritasnya.
Kedua fungsi legislasi parlemen masih perlu dibangun sistem yang menjamin tingkat partisipasi masyarakat yang pada gilirannya dapat memberikan kejelasan dan kepastian pada sisi subtansi dan penerapan. Yang ketiga negara menjamin dan memperkuat independensi peradilan dengan tidak meniadakan perbaikan terhadap transparansi. Keempat negara masih perlu memperbaiki kebijakan yang mendukung akses terhadap keadilan dalam proses peradilan dan memastikan respon terkait keluhan masyarakat agar efektif dan bisa mengimplementasikan pemulihan terhadap hak-hak korban. Dan yang terakhir negara perlu secara konsisten menjamin perlindungan dan upaya-upayayang lebih maksimal dalam mengimplementasikan HAM.
Editor : Bayu Probo
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...