"Indonesia Sorga Pengemplang Pajak"
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Guru Besar Emeritus Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Anwar Nasution, mengingatkan agar pemerintah tegas dalam menegakkan hukum bagi pengemplang pajak. Dewasa ini, menurut dia, Indonesia memberi kesan sebagai sorga bagi pengemplang pajak. Hal itu membuat negara kekurangan pendapatan dan pada gilirannya belum berhasil lepas dari ketergantungan kepada utang luar negeri.
Hal ini dia sampaikan dalam wawancara dengan satuharapan.com (2/9).
Anwar Nasution mengatakan masalah pokok perekonomian Indonesia saat ini adalah tidak mampu memobilisasi penerimaan untuk menutupi pengeluaran. Penyebabnya adalah karena tidak ada ketegasan pemerintah untuk menerapkan UU Pajak. Pemerintah telah membuat banyak undang-undang, tetapi soalnya adalah pada pelaksanaannya.
"Kalau hanya bikin Undang-undang, seratus sehari pun bisa tanpa menjelaskan ongkos. Tetapi UU yang tidak dipaksakan penerapannya, tidak akan menaikkan tax ratio dan jumlah pembayar pajak. Akibatnya pemerintah akan terus mengemis dari negara-negara donor atau berutang, utamanya dari luar negeri," ia mengatakan.
Karena sebagai besar utang itu adalah utang LN, berbahaya tidaknya tergantung pada tingkat kurs devisa, cadangan luar negeri serta surplus anggaran untuk membayarnya.
"Sekarang ini ketiga hal itu kritis," kata Anwar.
Oleh karena itu, ia mengatakan, APBNP 2016 harus direvisi berat, baik mengenai jumlah maupun struktur penerimaan dan pengeluarannya.
"Kelihatannya pemerintah dan DPR tidak menyadari akan sulitnya kondisi ekonomi dan keuangan internasional. Berbagai proyek yang direncanakan tidak masuk akal, seperti jalan KA supercepat Jakarta-Bandung, KA Trans Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Apa yang akan diangkut dan bagaimana mengembalikan modalnya?"
Seharusnya, ia menambahkan, yang difokuskan adalah pembangunan kawasan industri di sepanjang Selat Malaka, Kalbar dan Kaltim untuk menarik penanaman modal asing ke dalam industri padat karya yang berorientasi ekspor.
Untuk mendorong penerimaan, pemerintah melakukan program tax amnesty atau amnesti pajak. "Tetapi ini adalah kebijakan yang bodoh. Sayangnya ia sudah menjadi UU."
Mengapa Anwar mengatakan tax amnesty sebagai kebijakan bodoh dan apa alasannya mengapa ia akan gagal?.
Pertama, kata dia, Indonesia bukan negara yang nyaman untuk menyimpan uang karena sistem hukumnya lemah, tidak bisa melindungi hak milik individu dan melaksanakan kontrak perjanjian.
"Sudah berapa kali etnis Tionghoa dan Indonesia dibunuh dan disita hartanya. Di sisi lain aparat hukum dan politisi ikut melindungi pelarian orang dan hartanya ke luar negeri."
Sorga bagi Pengemplang Pajak
"Sudah berulang kali saya katakan ini negara adalah sorga bagi pengemplang pajak. Pasal 33 UUD 1945 hanya tontonan yang tidak ada maknanya. Di negara lain pengemplang pajak diusut hingga ke seluruh pelosok dunia," kata Anwar.
Akibat ketidakcukupan penerimaan negara, kata Anwar, sampai sekarang RI masih menjadi negara pengemis dan terus berutang di tingkat internasional, itu semua karena tidak punya uang untuk merealisasikan penerimaan negara. Lebih jauh, trilogi dan nawacita semboyan belaka.
Ia mengatakan produksi nasional dan ekspor RI masih bertumpu pada hasil industri primer seperti peertanian, pertambangan dan perikanan tanpa diolah.
"Tenaga kerja banyak tetapi produktivitasnya rendah karena rendahnya tingkat pendidikan serta ketrampilan kerja."
Pada masa Orde Lama dan Orde Baru, kata Anwar, utang berasal dari negara yang berarti dari sumber resmi. itu berarti, di masa itu jika pemerintah tidak bisa bayar utang, akan diselesaikan secara politik melalui forum Paris Club. Kini, ia menambahkan, utang kita berupa SUN yang dijual di pasar komersial dengan persyaratan mahal. Jika ada masalah, diselesaikan di pengadilan niaga.
"Ini jelas lebih berat, menuntut disiplin anggaran yang lebih tinggi."
Nyatanya, disiplin itu justru semakin lemah. Menurut Anwar, Indonesia tidak belajar dari sejarah.
"Tidak ada negara yang besar yang membelanjai APBNnya dengan mencetak uang, minta defense dari lembaga internasional maupun meminjam. Semua negar besar punya pemimpin yang tegas termasuk memungut pajak dan membuat BUMN nya bisa bersaing di pasar dunia yang selanjutnya menyumbang pada kas negara. Agar rakyat mampu membayar pajak, negara harus dapat memperbaiki usaha, menegakkan aturan hukum dan memberantas korupsi serta pungli agar perekonomian jalan," tutur dia.
Sejak dari awal program, menurut Anwar, tax amnesty sudah salah tatacara. Program itu seyogyanya diintrodusir setelah dilakukan perbaikan administasi pajak untuk menjalankannya serta ketegasan pemerintah untuk menegakkan UU Pajak.
"Tanpa itu tax amnesty pasti gagal," kata dia.
Jika pemerintah ingin tax amnesty berjalan, maka pemerintah harus melakukan reformasi sistem pajak. Selain itu harus tegas dalam menegakkan hukum, antara lain dengan menangkap pengemplang pajak besar. Cukup lima orang saja sebagai contoh. Jika tidak, pemerintah hanya dianggap macan kertas.
Editor : Eben E. Siadari
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...