Indonesia Ukir Prestasi di Kompetisi Sains Tingkat Asia Tenggara
BANTEN, SATUHARAPAN.COM – Indonesia berhasil memperoleh medali emas dan perunggu bidang Ilmu Fisika dan Ilmu Terapan dalam The 4th ASEAN Student Science Project Competition (ASPC) 2018, yang diadakan di National Science Museum (NSM) Thailand pada 22 – 26 Juli 2018.
Prestasi itu dicatatkan oleh Muhammad Athallah Naufal, pelajar SMAN 17 Makassar, serta Zahwa Devarrah Widyatamaka dan Muhammad Ilham Akbar dari SMAN 1 Surakarta.
Mereka adalah finalis Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) 2017 yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
“Saya tidak menyangka akhirnya bisa mendapat gelar juara pertama,” kata Naufal saat tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Banten pada Jumat (27/7), seperti dilansir situs resmi lipi.go.id.
Naufal, terpilih sebagai juara pertama dalam ajang kompetisi ilmiah pelajar tingkat Asia Tenggara itu lewat penelitiannya mengenai potensi kerang hijau (Perna viridis) sebagai cat ramah lingkungan untuk kapal nelayan.
“Saya tertarik meneliti kerang hijau karena potensinya belum banyak dimanfaatkan selain untuk dikonsumsi,” kata Naufal.
Ia mengatakan, untuk peneltian itu ia mengumpulkan sampel penelitian cangkang kerang hijau, dari sisa-sisa rumah makan seafood yang berada di tempat tinggalnya, Pangkep, Sulawesi Selatan yang merupakan daerah pesisir.
Menurut Naufal, keseluruhan biaya untuk membuat purwarupa cat ramah lingkungan ini hanya sekitar 900.000 rupiah. “Yang mahal adalah biaya uji laboratorium untuk uji karakterisitik bahan yang mencapai 3 juta rupiah,” kata Naufal.
Ia berharap, penelitiannya ini dapat mengurangi limbah cangkang kerang dari industri makanan. “Saya juga ingin meningkatkan nilai ekonomi kerang hijau,” katanya.
Zahwa Devarrah Widyatamaka dan Muhammad Ilham Akbar mengatakan, partisipasi mereka di ajang yang diselenggarakan oleh NSM Thailand, Science Society of Thailand under the Patronage of His Majesty the King, dan Ministry of Science and Technology Thailand itu, lebih dari sekadar berkompetisi.
“Kami belajar banyak budaya baru serta menjalin jaringan dengan teman-teman peneliti muda Asia Tenggara,” kata Zahwa.
Keduanya meraih medali perunggu, berkat penelitian tentang pemanfaatan pohon sengon (Paraserianthes falcataria) sebagai indikator gerakan tanah. “Daerah tempat tinggal saya di Karanganyar memiliki banyak populasi pohon sengon,” kata Zahwa.
Ilham menambahkan, pohon sengon punya kemampuan akar untuk menahan longsor. “Warga sekitar juga sudah terbiasa menanam pohon sengon sehingga kami bisa mudah untuk mengedukasi warga untuk pemanfaatan sengon selain aspek ekonomi, tapi juga memiliki fungsi bagi lingkungan,” kata Ilham.
Editor : Sotyati
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...