Industri Garmen Bangladesh Naikkan Upah Minimum
DHAKA, SATUHARAPAN.COM – Pemilik industri garmen Bangladesh menyatakan menyepakati kenaikan upah bulanan minimum sebesar 77 persen untuk buruh garmen, beberapa hari setelah kerusuhan yang memaksa penutupan ratusan fasilitas produksi.
Pengumuman pada Kamis (14/11) itu menyusul pertemuan antara pemilik pabrik garmen dan PM Sheikh Hasina yang menghasilkan kesepakatan untuk menaikkan upah sebesar 66 dolar per bulan.
Namun, seperti dilaporkan VOA, pemilik industri garmen mengeluh, mereka akan kesulitan menaikkan upah tanpa meningkatkan harga bagi pengecer besar dari Barat yang membeli dari mereka.
Sementara itu, sejumlah aktivis mengatakan kenaikan 77 persen itu tidak cukup. Para buruh yang berdemo menuntut kenaikan hingga 100 dolar per bulan.
Industri ekspor garmen Bangladesh menyumbang 80 persen pendapatan devisa negara. Namun, industri tersebut mengalami guncangan setelah terjadi sejumlah kecelakaan yang menelan banyak korban jiwa, termasuk bangunan yang ambruk April lalu yang menewaskan lebih dari 1.100 orang.
Bentrokan
Berita sebelumnya menyebutkan, ribuan pekerja garmen turun ke jalan, menuntut gaji yang lebih tinggi. Pada Selasa (12/11), seperti dikatakan Direktur Kepolisian Perindustrian Mustafizur Rahman kepada VOA, sedikitnya 200 pabrik tutup.
Dalam unjuk rasa itu terjadi bentrokan polisi dan pengunjuk rasa, dan puluhan orang luka-luka. Tayangan televisi memperlihatkan polisi antihuru-hara menembakkan gas air mata ke arah pekerja yang berdemonstrasi.
Rahman mengatakan sedikitnya 50 orang dilaporkan cedera dalam bentrokan, setelah hari sebelumnya, Senin (11/11) dilaporkan 30 orang luka-luka dalam peristiwa yang sama.
Dewan yang diangkat pemerintah telah menyetujui kenaikan gaji menjadi 5.300 taka atau $66,25 sebulan, tetapi para pekerja menuntut 8.114 taka atau $100.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...