Industri Sarankan Pemerintah Fokus Garap Riset Farmasi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Asosiasi industri farmasi, International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG), menyarankan pemerintah fokus menggarap riset dan pengembangan farmasi guna mendorong inovasi sektor tersebut.
Direktur Eksekutif IPMG, Parulian Simanjuntak, seusai dialog investasi bertajuk "Diseminasi Paket Kebijakan Ekonomi Sektor Farmasi: Percepatan Pengembangan Sektor Farmasi di Indonesia" di Jakarta, Kamis (3/11), mengatakan riset perlu didorong untuk lebih dulu dikembangkan karena mendukung inovasi yang ingin dihasilkan.
"Riset itu didahulukan karena lebih cepat dapatkan hasil dan juga lebih cepat pelaksanaannya," katanya.
Parulian mengatakan, riset dan pengembangan penting bagi industri farmasi yang memproduksi obat-obat paten.
Pihaknya bahkan mencatat bahwa investasi yang dilakukan perusahaan farmasi nasional mencapai 100 miliar dolar AS (Rp 1,30 triliun), yang sekitar 80 persennya dialokasikan untuk research and development (R&D).
"Pemerintah juga mendorong agar inovasi bisa terjadi di sini. Makanya kami usulkan agar perhatiannya ke arah pembangunan R&D," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Azhar Lubis, mengaku pemerintah memang ingin mendorong adanya R&D sektor farmasi guna mendorong inovasi baru di sektor tersebut.
"Kalau R&D di sini, kita bisa dapatkan inovasi produk baru karena ada obat-obat yang memang telah habis masa pakainya. Ada yang memang misalnya sudah resistensi penyakitnya, ada penyakit-penyakit baru, dulu misalnya nggak ada kanker sekarang ada," katanya.
Menurut Azhar, tidak seperti Singapura yang memiliki fasilitas R&D yang bagus tapi tak memiliki pabrik obatnya, pemerintah ingin fasilitas riset di Indonesia bisa terintegrasi dengan pabriknya.
Hal itu dilakukan sebagai upaya menggenjot tidak hanya inovasi di bidang farmasi, tetapi juga meningkatkan industri tersebut.
"Kita butuh riset dan pabriknya, karena kita butuh obat," katanya.
Senada dengan Azhar, Direktur Pelayanan Kefarmasian sekaligus Plt Direktur Produksi dan Distribusi Kementerian Kesehatan Dettie Yuliati mengatakan pihaknya ingin arah industri farmasi lebih fokus ke hulu.
"Kami ingin arahkan ke hulu. Risetnya harus di Indonesia, jadi bisa mengembangkan produk inovasi yang kami harapkan," katanya.
Fokus menggarap investasi di hulu farmasi juga menurut dia penting lantaran 95 persen bahan baku obat masih harus diimpor.
"Ada sekitar 10 bahan baku obat yang paling sering diimpor sepanjang 2016 ini, mulai dari paracetamol, amoxicillin, methylprednisolone, hingga dexamethasone," katanya. (Ant)
Editor : Sotyati
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...