Industri Video Game Angkat Pesan Lingkungan di Game Teranyar
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Semakin banyak produsen video game yang mengangkat tema lingkungan dalam permainan teranyar. Terutama pertumbuhan pesat game smartphone ikut memancing Program Lingkungan PBB untuk ikut berkecimpung.
Chilli adalah ungka (owa/gibbon) asal Kalimantan, yang menjadi bintang video game baru, Wildeverse. Kehadirannya melengkapi tren anyar di bisnis permainan komputer yang berusaha menyisipkan pesan konservasi dan perlindungan hewan kepada kaum muda.
Internet of Elephants adalah perusahaan Kenya yang mengembangkan Wildeverse. Layaknya Pokemon Go, pengguna WIldeverse memerankan seorang ilmuwan cilik yang mempelajari habitat hewan di hutan Kalimantan dan Republik Kongo, dengan kamera smartphone. Di dalamnya mereka bisa menyimak secara langsung kehidupan hewan dan habitatnya dalam ukuran orisinal.
Popularitas permainan smartphone turut menggoda Program Lingkungan PBB (UNEP), untuk bekerja sama dengan industri video game. Saat ini game smartphone tercatat dimainkan oleh sepertiga penduduk Bumi. "Jangkauannya luar biasa," kata Sam Barratt dari UNEP.
"Kami ingin membantu industri video game mengajak pengguna berpikir tentang alam dan bagaimana mereka bisa mengembangkan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan,” katanya , yang dilansir dw.com pada Jumat (7/6).
Bermain video game adalah salah satu jenis hiburan yang paling digemari di dunia. Tidak heran jika industri video game global mencatat keuntungan yang lebih besar ketimbang gabungan pemasukan industri film Amerika Serikat, India, dan industri musik global. Sementara itu keuntungan dari permainan smartphone pada 2015 silam sudah melampaui keuntungan game konsol seperti Playstation atau XboX.
Dan dengan kecepatan internet yang terus bertambah, industri game smartphone global akan menyentuh angka 91,2 miliar dolar AS (Rp130 triliun) pada 2021, menurut studi lembaga konsultan Newzoo.
Angka pertumbuhan yang tinggi itu juga dipengaruhi pergeseran demografi, usia, dan gender di kalangan pengguna game smartphone. Menurut studi UNEP, pengguna video game yang berusia di bawah 21 tahun hanya berjumlah 22 persen dan kebanyakan hidup di negara berpenghasilan menengah seperti Nigeria dan Indonesia.
"Kalau kita berbicara permainan, orang biasanya langsung berpikir untuk anak-anak," kata Gautam Shah, pendiri Internet of Elephants. Padahal realitanya sebagain besar gamer adalah orang dewasa dari generasi pekerja.
Internet of Elephants, bukan satu-satunya perusahaan yang ingin menebar pesan ramah lingkungan. Minecraft misalnya menawarkan fitur baru pembangunan taman nasional atau kota yang berkelanjutan. Pada 2016 silam Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon menunjuk Rovio, pembuat game Angry Birds, sebagai duta besar kehormatan untuk perubahan iklim.
Program itu antara lain menggandeng organisasi konservasi, World Wide Fund for Nature, untuk mempopulerkan Hari Harimau Sedunia.
"Dalam beberapa tahun terakhir kami bermitra dengan perusahaan dalam isu perubahan iklim dan kami mendorong para pemain untuk juga berpikir tentang planet Bumi," kata Minna Eloranta, Jurubicara Rovio.
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...