Inggris Minta China Buka Akses PBB ke Xinjiang Terkait Muslim Uighur
CHINA, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah Inggris meminta China untuk memberikan "akses langsung dan tidak terbatas" kepada pengamat dari PBB di wilayah Xinjiang.
Permintaan itu disampaikan, menyusul bocornya dokumen rahasia yang mengungkapkan perlakuan terhadap ratusan ribu Muslim Uighur di kamp-kamp dengan penjagaan ketat.
Dokumen-dokumen resmi itu, yang dibaca oleh BBC Panorama, menunjukkan bagaimana para tahanan dikurung, diindoktrinasi, dan dihukum.
Duta Besar China untuk Inggris, menampik bocoran informasi tersebut, menyebutnya berita palsu.
Dokumen-dokumen tersebut dibocorkan kepada Konsorsium Internasional Wartawan Investigasi (ICIJ), yang bekerja dengan 17 mitra media, termasuk BBC Panorama dan surat kabar The Guardian di Inggris.
Investigasi menemukan bukti baru, yang bertentangan dengan klaim Beijing bahwa kamp-kamp penahanan yang dibangun di Xinjiang dalam tiga tahun terakhir, bertujuan memberikan pendidikan ulang untuk melawan ekstremisme yang diikuti secara sukarela.
"Kami sangat prihatin akan situasi hak asasi manusia di Xinjiang dan meningkatnya tindakan keras Pemerintah China, khususnya penahanan di luar hukum terhadap lebih dari satu juta Muslim Uighur dan etnis minoritas lainnya," kata juru bicara Kemenlu Inggris, yang dilansir bbc.com, pada Selasa (26/11).
"Inggris terus menyeru kepada China untuk memberi pengamat dari PBB akses langsung dan tidak terbatas ke wilayah tersebut."
Sekitar satu juta orang, kebanyakan dari komunitas Muslim Uighur diperkirakan telah ditahan tanpa proses pengadilan.
Di antara dokumen-dokumen Pemerintah China yang bocor, yang disebut ICIJ "The China Cables", terdapat memo sembilan halaman yang dikirim pada tahun 2017 oleh Zhu Hailun, yang saat itu menjabat wakil sekretaris Partai Komunis Xinjiang, dan merupakan pejabat keamanan tertinggi di kawasan tersebut, kepada para pengelola kamp.
Instruksi tersebut jelas mengatakan, kamp-kamp harus dijalankan sebagai penjara dengan keamanan tinggi, dengan disiplin ketat, hukuman, dan tidak ada yang boleh keluar.
Memo tersebut mencakup perintah-perintah untuk: Jangan biarkan ada yang lolos, Tingkatkan disiplin dan hukuman atas pelanggaran perilaku, Dorong pertobatan dan pengakuan, Jadikan pelajaran Bahasa Mandarin sebagai prioritas utama, Dorong siswa untuk benar-benar berubah, [Pastikan] video pengawas mencakup seluruh asrama dan ruang kelas tanpa titik buta".
Dokumen-dokumen rahasia itu, mengungkapkan cara pengelola kamp memantau dan mengendalikan setiap aspek kehidupan tahanan: "Para siswa harus memiliki posisi tempat tidur tetap, posisi antrean tetap, kursi kelas tetap, dan posisi yang tetap selama pekerjaan keterampilan, dan ini sangat dilarang untuk diubah.
"Terapkan norma perilaku dan aturan disiplin untuk bangun, absensi, mencuci, pergi ke toilet, menata dan membereskan kamar, makan, belajar, tidur, menutup pintu, dan sebagainya."
Dokumen lain mengonfirmasi skala luar biasa dari penahanan. Satu dokumen mengungkapkan bahwa 15.000 orang dari Xinjiang selatan dikirim ke kamp hanya dalam satu minggu pada 2017.
Sophie Richardson, direktur China di Human Rights Watch, mengatakan memo yang bocor itu harus digunakan oleh jaksa penuntut.
"Ini adalah bukti yang dapat ditindaklanjuti, mendokumentasikan pelanggaran HAM berat," katanya.
"Saya pikir adil untuk menggambarkan semua orang yang ditahan setidaknya sebagai subjek penyiksaan psikologis, karena mereka benar-benar tidak tahu berapa lama mereka akan berada di sana."
Liu Xiaoming, duta besar China untuk Inggris mengatakan kebijakan reedukasi di kamp telah melindungi warga lokal dan tidak ada satu pun serangan teroris di Xinjiang dalam tiga tahun terakhir.
"Wilayah ini sekarang menikmati stabilitas sosial dan persatuan di antara kelompok-kelompok etnis. Orang-orang di sana menjalani kehidupan yang bahagia dengan rasa kepuasan dan keamanan yang jauh lebih kuat."
"Dengan sepenuhnya mengabaikan fakta, beberapa orang di Barat telah dengan keras memfitnah dan mencemarkan nama baik China terkait Xinjiang dalam upaya mencari-cari alasan untuk ikut campur dalam urusan internal China, mengganggu upaya kontra-terorisme China di Xinjiang dan menggagalkan perkembangan China yang stabil."
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...