Ini Sikap New Zealand Soal Dipertahankannya Isu Papua di PIF
WELLINGTON, SATUHARAPAN.COM - Dipertahankannya isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua dalam komunike bersama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-48 Pacific Islands Forum (PIF) di Apia, Salomon Islands, akhir pekan lalu, masih mendatangkan pertanyaan dari berbagai kalangan tentang apa yang melatarbelakanginya.
Delegasi Indonesia yang hadir dalam KTT dengan status mitra dialog, diketahui berusaha keras agar isu tersebut tidak dibahas dalam KTT. Sementara sejumlah negara Pasifik diketahui tetap menginginkan agar isu tersebut tidak lenyap dari agenda.
Johnny Blades, wartawan radionz.co.nz, sebuah media yang berbasis di Selandia Baru, menanyakan hal tersebut kepada Menteri Luar Negeri Selandia Baru (New Zealand), Gerry Brownlee, yang hadir di Apia mewakili Perdana Menteri negara tersebut.
Dalam komunike bersama KTT PIF, isu Papua disinggung di bawah judul besar perihal keamanan dan Brownlee mengakui bahwa salah satu hasil yang menonjol dari KTT tersebut adalah komitmen untuk mengembangkan strategi keamanan regional. Ia mengatakan berbagai negara di Pasifik sekarang akan melihat apa yang dapat mereka sumbangkan terkait dengan keamanan regional dan memberikan beberapa rekomendasi kepada PIF di masa depan.
Namun terkait dengan isu Papua, menurut Brownlee, poin utama adalah mengenai pelanggaran HAM. "Ini adalah isu hak asasi manusia," kata dia.
Ketika disinggung bahwa dalam komunike bersama KTT PIF, dikatakan bahwa negara-negara anggota PIF akan melanjutkan dialog konstruktif dengan Indonesia mengenai isu HAM, Brownlee mengatakan bahwa penting untuk terus menjamin adanya komunikasi yang terbuka dengan pemerintah Indonesia.
"Tentu saja jika Anda berpikir bahwa Timore Leste dulu memulai dialog seperti itu dengan pemerintah Indonesia, sebenarnya yang ingin dikatakan adalah tidak ada keinginan untuk melihat hal ini meningkat menjadi perang. Tapi kekhawatiran yang ada adalah tentang situasi di sana dan ingin memastikan bahwa jalur komunikasi tetap terbuka. Sehingga bisa ada diskusi yang baik tentang bagaimana rakyat tinggal di bagian Pasifik yang itu (Papua)," kata Brownlee.
Ketika diminta menjelaskan lebih jauh tentang apa yang dimaksudkannya sebagai perang, Brownlee mengatakan bahwa ia ingin mengatakan bahwa negara-negara Pasifik tidak ingin melihat masalah di Papua berkembang menjadi konflik signifikan yang akan mempengaruhi cara hidup rakyat.
Sementara itu Perdana Menteri Samoa, Tuilaepa Sailele Malielegaoi, mengatakan ia termasuk yang berjuang untuk mempertahankan dimasukkannya isu Papua dalam komunike.
Dalam dua KTT PIF sebelumnya, para pemimpin negara-negara Pasifik itu sepakat untuk mendorong pemerintah RI untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Papua. Namun, Indonesia sendiri menolak gagasan untuk mengirimkan misi pencarian fakta ke Papua.
PM Samoa menolak anggapan bahwa kalimat tentang isu Papua pada komunike KTT PIF terkesan lebih lunak dibanding pada komunike pada KTT PIF sebelumnya. Menurut dia, apa yang ada pada komunike tersebut adalah kata-kata terkuat yang dapat disepakati pada forum tersebut.
"Ini adalah kata-kata yang paling kuat yang bisa kami temukan. Anda tahu, isu-isu ini sangat sensitif," kata dia, dikutip dari radionz.co.nz.
Samoa baru-baru ini menandatangani kerjasama perdagangan dengan Indonesia.
Editor : Eben E. Siadari
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...