Inilah Penjelasan Tujuh Poin Revisi UU Pilkada
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy menjelaskan tujuh poin revisi Undang-Undang No 1/2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang telah disepakati Panitia Kerja (Panja) di Komisi II DPR.
“Komisi II DPR telah menerima laporan dari Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) bahwa UU tentang Pilkada sudah ditandatanggani Presiden Joko Widodo. Komisi II DPR pun telah sepakat merevisi tujuh poin yang terkandung dalam UU tersebut,” kata Lukman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/2).
Pertama, menurut dia, terkait jadwal Pilkada serentak yang dalam UU No 1/2015 disebutkan Pilkada dimulai 2015 dan serentak nasional pada 2020. Namun, Wakil Ketua Komisi II DPR itu mengatakan sudah mensimulasi usulan Perppu dan berkesimpulan rencana tersebut tidak mungkin terlaksana. “Karena bisa mengorbankan jabatan kepala daerah selama tiga tahun, dan hal itu melanggar undang-undang," ujar Lukman.
Kedua, menurut politisi PKB itu, terkait syarat menjadi kepala daerah, dalam UU No 1/2015 tertuang umur seorang Gubernur adalah 30 tahun dan Bupati 25 tahun. Sementara itu Panja Komisi II DPR sepakat bahwa umur Gubernur adalah 35 tahun dan Bupati 25 tahun.
"Kami pertimbangan itu belum siap menjadi kepala daerah," ucap dia.
Lukman menjelaskan poin ketiga terkait syarat pendidikan yang diperbaiki agar tiap orang memiliki kesempatan yang sama.
Menurut dia, pada poin keempat terkait paket pemimpin kepala daerah. Komisi DPR RI meminta dibuat paket dengan catatan bisa paket satu orang kepala daerah dengan dua wakil. "Paket itu dengan catatan satu kepala daerah bisa dua orang wakil, sesuai ketentuan jumlah penduduk," tutur dia.
Kelima, kata Wakil Ketua Komisi II itu terkait uji publik, Panja menilai harus dilakukan, namun tidak seperti perspektif UU No 1/2015.
Lukman mengatakan uji publik dilakukan sebagai upaya sinkronisasi sosialisasi calon. "Uji publik dilakukan di parpol untuk mendorong institusi rekrutmen. KPU diberi kewenangan sosialisasi," ujar dia.
Poin keenam menurut dia terkait sengketa pilkada, sudah ada fatwa Mahkamah Konstitusi yang tidak akan mengadili sengketa. Hal itu menurut dia tercantum dalam Perppu Pilkada bahwa penyelesaiannya ada di pengadilan tinggi di tingkat regional.
"Terbagi empat regional, sengketa proses di pengadilan tinggi dan apabila tidak puas maka bisa mengajukan ke Mahkamah Agung," ujar dia.
Ketujuh ujar Lukman, di dalam Perppu ambang batas kemenangan sebesar 30 persen dan parpol yang boleh mengajukan calonnya yaitu 20 persen kursi atau 25 persen suara. (Ant)
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...