Inilah Raja Orang Yahudi
Covid-19 bisa menolong kita untuk semakin merasakan penyelamatan-Nya, untuk semakin merasakan kasih-Nya.
Dan memang itu yang terjadi di atas kayu salib. Kalimat-kalimat yang keluar dari mulut Yesus jelas memperlihatkan kapasitas-Nya sebagai Raja. ”Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: ’Ibu, inilah, anakmu!’ Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: ’Inilah ibumu!’ Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya” (Yoh. 19:26-27). Ada perintah, ada ketetapan, yang harus dilakukan oleh orang-orang yang dikasihi-Nya.
Berkait hukuman salib yang dijatuhkan manusia, Sang Raja memohon kepada Bapa-Nya, ”Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk. 23:34). Memberi pengampunan sejatinya adalah kapasitas seorang raja. Hanya raja yang berhak mengampuni.
Kepada Kepada penjahat yang lain, Sang Raja berkata, ”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Luk. 23:43). Jelaslah bahwa Yesus Orang Nazaret itu punya kuasa menempatkan orang dalam kerajaan-Nya.
Dan akhirnya Sang Raja pula yang berkata, ”Sudah selesai.” Penulis Injil Yohanes memberikan catatan: ”Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya” (Yoh. 19:30). Penulis menekankan bahwa semua ada dalam kontrol Sang Raja. Dia yang menyatakan sudah selesai. Dia pula yang menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya. Yesus tidak pernah dicabut nyawa-Nya, tetapi Dia menyerahkan nyawa-Nya. Semua ada dalam kendali-Nya.
Kalau tema ibadah Jumat Agung adalah ”Merengkuh Penderitaan untuk Menyelesaikan Misi Bapa-Nya”; jelaslah bahwa semua ada dalam inisiatif-Nya. Yesuslah yang berinisiatif. Dia merengkuh penderitaan itu. Dialah tumbal. Dia menjadi kambing hitam, demi menyelesaikan misi Bapa-Nya. Dia mati agar manusia selamat. Ini sungguh di luar logika manusia.
Penyair E.G. Heidelberg ini mencoba merumuskannya dalam nyanyian: ”Mengapa Yesus turun dari sorga, masuk dunia g’lap penuh cela; berdoa dan bergumul dalam taman, cawan pahit pun diterimanya? Mengapa Yesus menderita, didera, dan mahkota duri pun dipakainya? Mengapa Yesus mati bagi saya? Kasih-Nya, ya kar’na kasih-Nya.” Ada tiga kalimat tanya, hanya satu jawabannya: Kasih-Nya, ya kar’na kasih-Nya.
Lalu apa makna salib di tengah wabah Covid-19 ini? Percayalah apa yang kita alami sekarang ini berada dalam kendali Sang Raja. Dia sudah menyelamatkan, dan akan terus menyelamatkan kita. Pada hemat saya, Covid-19 bisa menolong kita untuk semakin merasakan penyelamatan-Nya, untuk semakin merasakan kasih-Nya. Setelah itu, mari kita kabarkan karya penyelamatan Allah ini dalam hidup sehari-hari, juga dalam menghadapi wabah Covid-19. Kita boleh percaya, di tengah pandemik ini: kasih-Nya takkan pernah berhenti. ”Kasih-Nya, ya kar’na kasih-Nya.” Amin.
Editor : Yoel M Indrasmoro
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...